Pemerintah Tingkatkan Target Penerimaan Cukai pada 2019
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS - Pemerintah menargetkan penerimaan cukai sebesar Rp 165 triliun pada 2019. Target ini lebih tinggi Rp 12 triliun daripada realisasi penerimaan cukai sebesar Rp 153 triliun pada 2018. Sementara ini, sejak awal tahun hingga Februari 2019, penerimaan cukai mencapai Rp 10,8 triliun atau tumbuh 40,51 persen secara tahunan pada periode yang sama.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, target penerimaan cukai Rp 165 triliun diproyeksikan berasal dari cukai hasil tembakau (HT) sebesar Rp 158 triliun. Cukai etil alkohol (EA) dan minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) diperkirakan akan menyumbang Rp 7 triliun.
“Proyeksi ini lebih tinggi dari target dan realisasi penerimaan pada 2018. Target penerimaan sebesar Rp 149 triliun dan realisasi penerimaan sebesar Rp 153 triliun atau lebih tinggi Rp 4 triliun pada 2018,” kata Nirwala, seusai acara pengiriman ekspor PT Philip Morris Indonesia di Karawang, Jawa Barat, Kamis (21/3/2019).
Target penerimaan cukai terus meningkat meskipun kinerja industri hasil tembakau (IHT) terus menurun. Ditjen Bea dan Cukai mencatat, produksi rokok nasional sebesar 348,1 miliar batang pada 2015. Produksi turun sebesar 4,5 persen menjadi 332,4 miliar batang pada 2018. Pada tahun ini, produksi rokok diperkirakan kembali turun menjadi 329 miliar batang.
Menurut Nirwala, penurunan produksi terjadi karena upaya pemerintah untuk mengontrol konsumsi masyarakat. Pada 1 Januari 2018, pemerintah menaikkan pajak cukai rokok sebesar 10,04 persen. Namun, pada saat yang bersamaan, pemerintah terus mendorong ekspor IHT.
Fasilitas yang diberikan kepada IHT selama ini adalah kemudahan impor tujuan ekspor (KITE). KITE memiliki dua skema, yaitu fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak ada pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor bahan baku untuk ekspor serta fasilitas pengembalian bea masuk atas impor bahan baku untuk ekspor.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Abdul Rochim menuturkan, pertumbuhan IHT perlu terus didorong. IHT dinilai masih strategis dilihat dari sisi penerimaan negara, penyerapan tenaga kerja, dan penggunaan bahan baku hasil pertanian.
IHT dinilai masih strategis dilihat dari sisi penerimaan negara, penyerapan tenaga kerja, dan penggunaan bahan baku hasil pertanian.
“Ekspor produk IHT, terutama rokok dan cerutu, menyumbang penerimaan devisa sebesar 931,6 juta dollar AS. Jumlah ini meningkat 2,98 persen dibandingkan ekspor sebesar 904,7 juta dollar AS pada 2017,” ujarnya.
Kendati demikian, Abdul tidak menampik, IHT menghadapi tantangan dari segi kesehatan masyarakat. Beberapa aturan telah dibuat untuk menjaga pertumbuhan IHT sekaligus perlindungan konsumen, antara lain Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 64/M-IND/PER/7/2014 tentang Pengawasan dan Pengendalian Usaha Industri Rokok.
Direktur Utama PT Philip Morris Indonesia atau PMID Ahmad Mashuri menambahkan, sejauh ini, pemerintah telah membuat sejumlah aturan yang mengakomodasi perkembangan IHT, salah satunya mengenai perpajakan. Kondisi ini diperlukan demi menciptakan iklim berbisnis yang kondusif. Adapun pemerintah tidak menaikkan pajak rokok pada 2019.
Ahmad melanjutkan, daya saing IHT Indonesia telah terbukti secara internasional. PMID, misalnya, telah mengekspor produk hasil tembakau ke 45 negara. Terakhir, perusahaan ini mengekspor rokok ke Korea dan Jepang yang dikenal sebagai negara dengan ketentuan standar hasil tembakau yang sangat ketat.
Terakhir, Philip Morris mengekspor rokok ke Korea dan Jepang yang dikenal sebagai negara dengan ketentuan standar hasil tembakau yang sangat ketat.
“Selain fasilitas KITE, pemerintah menjanjikan kemudahan ekspor agar komoditas tidak perlu lagi diperiksa di negara tujuan. Namun, kami masih membahasnya secara internal dulu,” tuturnya.
PMID merupakan salah satu penyumbang penerimaan cukai terbesar negara. PMID menyumbang sekitar Rp 50 triliun atau 33 persen dari total penerimaan cukai Rp 153 triliun pada 2018.