Pemerintah Ingin Ubah Citra Cukai sebagai Pajak Dosa
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Pemerintah ingin mengubah citra cukai sebagai sumber penerimaan negara yang berasal dari produk terlarang. Selama ini, cukai dikenal sebagai pajak dosa atau sin tax.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, masih ada pemahaman yang tidak tepat terkait cukai. Cukai selama ini hanya dikaitkan dengan produk rokok dan minuman keras sehingga memiliki citra yang kurang baik di mata masyarakat.
”Padahal, ada banyak jenis produk yang dapat dikenai cukai, tidak hanya rokok dan minuman keras,” kata Nirwala seusai acara pengiriman ekspor PT Philip Morris Indonesia di Karawang, Jawa Barat, Kamis (21/3/2019).
Nirwala menegaskan, ada empat kriteria yang membuat suatu produk masuk kategori barang kena cukai. Pertama, penggunaan barang tersebut perlu untuk dikendalikan. Kedua, peredaran barang tersebut perlu diawasi.
Ketiga, penggunaan barang dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan. Keempat, barang tersebut perlu dikenai cukai guna menjamin keseimbangan dan rasa keadilan bagi masyarakat.
Beberapa contoh produk yang pernah dikenai cukai di Tanah Air adalah minyak tanah dan gula. Namun, pemerintah telah mencabut kedua produk ini sebagai barang kena cukai.
Menurut Nirwala, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling sedikit mengenakan cukai, yaitu pada cukai hasil tembakau (HT), cukai etil alkohol (EA), dan cukai minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA). ”Di Thailand, cukai dapat dikenakan terhadap 18 macam barang,” ujarnya.
Ia melanjutkan, prinsip cukai sebagai penjamin keseimbangan dan rasa keadilan bagi masyarakat masih jarang diketahui oleh khayalak umum. Sebagai contoh, pajak rokok kini digunakan untuk pembiayaan defisit BPJS Kesehatan sejak 2018.
Prinsip cukai sebagai penjamin keseimbangan dan rasa keadilan bagi masyarakat masih jarang diketahui oleh khalayak umum.
Potensi produk lain yang dapat dikenai cukai saat ini adalah plastik, minuman berpemanis, dan kendaraan bermotor. Produk-produk ini mulai menjadi perhatian karena memberi dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan ketika digunakan secara berlebihan.
Hasil tembakau mendominasi
Nirwala melanjutkan, cukai dari industri hasil tembakau (IHT) saat ini mendominasi kontribusi penerimaan cukai secara keseluruhan hingga 90 persen selama bertahun-tahun. Adapun berdasarkan catatan Ditjen Bea dan Cukai, realisasi penerimaan cukai Rp 153,3 triliun pada 2018.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Abdul Rochim menambahkan, industri hasil tembakau memproduksi 332,4 miliar batang rokok pada 2018.
”Ekspor produk IHT, terutama rokok dan cerutu, menyumbang penerimaan devisa sebesar 931,6 juta dollar AS. Jumlah ini meningkat 2,98 persen dibandingkan ekspor sebesar 904,7 juta dollar AS pada 2017,” ujarnya.
Direktur Urusan Eksternal Sampoerna PT Philip Morris Indonesia Elvira Lianita menambahkan, cukai dan pajak dari IHT membantu perputaran ekonomi bangsa. ”Kami harap pemerintah lebih komprehensif dan mengedepankan kepastian usaha industri hasil tembakau,” ujarnya.