JAKARTA, KOMPAS — Penciptaan lapangan kerja, terutama di sektor formal, semestinya menjadi fokus bagi pemimpin hasil Pemilihan Umum 2019. Sektor-sektor yang secara struktural mampu menyediakan lapangan kerja dalam jumlah besar layak memperoleh dukungan iklim kondusif.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2018 sebanyak 131,01 juta orang. Dari jumlah itu, sebanyak 124,01 juta orang bekerja, sedangkan 7 juta orang menganggur.
Menurut BPS, bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu.
”Pemerintah semestinya mendorong penyediaan lapangan kerja formal dengan kualitas dan perlindungan kerja bagus serta berkontribusi di sisi pajak terhadap APBN,” kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal ketika dihubungi di Jakarta, Senin (18/3/2019).
Secara struktur, Faisal mengatakan, sektor jasa kemasyarakatan dan industri manufaktur paling banyak menciptakan lapangan kerja formal. Sektor tersebut perlu diprioritaskan dalam mendapatkan insentif.
”Kalau prioritas diberikan kepada sektor-sektor tersebut, upaya mempercepat penumbuhan lapangan kerja akan lebih fokus. Lebih riil dan tidak pukul rata," katanya.
Faisal menambahkan, pengembangan industri manufaktur tidak boleh hanya di sektor bercorak padat karya. Industri berteknologi tinggi yang menciptakan nilai tambah lebih besar juga harus diperhatikan.
”Namun, jangan juga menomorduakan industri padat karya sebab setiap industri memiliki fungsi berbeda-beda. Meskipun nilai tambahnya lebih kecil, industri padat karya memiliki daya cipta lapangan kerja formal yang lebih sesuai dengan karakteristik tenaga kerja di Indonesia,” katanya.
Daya saing industri padat karya mesti dipertahankan sehingga serapan tenaga kerjanya terus terjaga dan tidak menurun. ”Apalagi tingkat pengangguran terbuka kita masih tinggi apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga,” ujarnya,
Menurut data BPS, tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2017 sebesar 5,5 persen. Adapun menurut CORE, tingkat pengangguran terbuka di Malaysia 3,4 persen, sedangkan di Thailand 2 persen dan Vietnam 1,2 persen.
Padat karya
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anton J Supit mengatakan, keberadaan dan keberlanjutan industri padat karya merupakan hal penting. ”Apalagi, masih banyak angkatan kerja di Indonesia yang berpendidikan rendah, sekolah dasar dan sekolah menengah pertama,” ujar Anton.
Anton menambahkan, sebenarnya dunia usaha berharap kedua calon wakil presiden, Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno, memaparkan rencana yang lebih detail dalam membenahi persoalan ketenagakerjaan di Indonesia. ”Kami melihat debat masih belum tajam. Kami lihat pertukaran pernyataan antarkedua calon masih cenderung normatif dan kualitatif, belum kuantitatif,” katanya.
Konsep jelas dari calon pemimpin nasional dalam mengatasi persoalan ketenagakerjaan merupakan hal penting.
Sementara Direktur Riset CORE Piter Abdullah berpendapat, swasta memiliki peran utama pada saat Indonesia memasuki fase deindustrialisasi seperti saat ini. ”Sebab, angkatan kerja tidak terserap di pasar tenaga kerja,” ujarnya.
Menurut dia, penurunan tingkat pengangguran kian lamban, dari 6,18 persen pada Agustus 2015 menjadi 5,34 persen pada Agustus 2018. (CAS/MED)