Sebulan Jelang Pemilu, Wapres Ingatkan Hormati Perbedaan Pilihan Politik
Oleh
Tatang Mulyana Sinaga
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pemilihan Umum 2019 tinggal sebulan lagi. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan masyarakat untuk selalu menghormati perbedaan pilihan politik.
”Sebulan lagi kita menggelar pemilu. Tentu ada perbedaan pemikiran dan pilihan. Itulah demokrasi. Mari saling menghargai atas perbedaan itu,” ujar Kalla saat menghadiri Silaturahmi Kebangsaan yang digelar Jenggala Center di Kota Bandung, Jawa Barat, Minggu (17/3/2019).
Kalla mengajak semua pihak menciptakan pesta demokrasi yang damai. Menerima perbedaan pilihan dan tidak menjadikannya sebagai alasan untuk bermusuhan harus terus dijaga.
Menurut Kalla, pemilu merupakan cara rakyat memilih pemimpin bangsa. Oleh sebab itu, pemilu tidak terlepas dari tujuan berbangsa, yaitu mewujudkan negara adil dan makmur.
Kalla mengatakan, sedikitnya terdapat 15 konflik sosial besar selama 74 tahun Indonesia merdeka. Konflik itu terjadi di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Ketidakadilan dan kepemimpinan yang buruk kerap memicu konflik sosial. Ketimpangan antardaerah atau kelompok memunculkan ketidakpuasan di tengah masyarakat.
Sejak era reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu, yakni pada 1999, 2004, 2009, dan 2014. Menurut Kalla, rakyat Indonesia telah membuktikan mampu menghadapi pesta demokrasi dengan damai tanpa diwarnai konflik sosial berarti.
Kalla mengatakan, pemimpin Indonesia ke depan harus mengantisipasi konflik tersebut sehingga tidak terulang di masa mendatang. Caranya, mengedepankan pemerataan pembangunan dan tidak mendahulukan kepentingan pribadi dan kelompok, tapi mengutamakan kepentingan rakyat.
”Kemajuan tanpa keadilan akan menjadi masalah. Begitu juga sebaliknya. Itu hal-hal mendasar yang dihadapi pemimpin saat ini dan mendatang,” ujarnya.
Sejak era reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu, yakni pada 1999, 2004, 2009, dan 2014. Menurut Kalla, rakyat Indonesia telah membuktikan mampu menghadapi pesta demokrasi dengan damai tanpa diwarnai konflik sosial berarti.
Hal ini patut dijaga dan disyukuri. Sebab, di negara lain, seperti Filipina, Thailand, Pakistan, dan Afghanistan, sering kali pemilu diwarnai bentrokan. Bahkan, beberapa di antaranya menimbulkan korban jiwa.
”Hal (bentrokan) itu tentu tidak kita harapkan. Jadi, mari kita jaga pemilu ini tetap damai. Boleh berbeda pilihan, namun tujuan bernegara harus berjalan dengan baik,” ujarnya.
Dengan penduduk hampir 49 juta jiwa, Jabar mempunyai peran besar dalam memengaruhi kondisi bangsa. Oleh sebab itu, dia berpesan agar masyarakat Jabar ikut berperan menciptakan pemilu damai.
Menurut Kalla, ada dua hal yang dapat menyebabkan pemerintahan jatuh, yaitu otoriter dan nepotisme.
Dalam kegiatan itu, Kalla juga menceritakan pengalamannya dalam memimpin pemerintahan bersama Presiden Joko Widodo selama hampir lima tahun. Dia memaparkan sejumlah program pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dan pelabuhan.
Pembangunan tidak hanya berpusat di Pulau Jawa, tetapi juga di daerah lainnya. Kalla mengatakan, pemerataan pembangunan harus tetap dilakukan oleh pemerintahan selanjutnya.
Menurut Kalla, ada dua hal yang dapat menyebabkan pemerintahan jatuh, yaitu otoriter dan nepotisme. Menurut dia, kedua hal itu tidak ada pada Jokowi.
”Saya percaya Pak Jokowi tidak ada niat otoriter. Sebab, apa pun dirapatkan dan keputusan diambil secara bersama. Kalau diktator pasti mengambil keputusan dengan memukul meja,” ucapnya.
Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, perbedaan, baik agama, suku, kelompok, maupun pilihan politik, harus dapat diterima. Walaupun setiap individu mempunyai pilihan masing-masing, hal itu harus terus dihormati.
”Kita harus siap beda, termasuk pilihan politik. Dengan siap beda, kita bersama-sama menjaga persatuan bangsa,” ujarnya.
Koordinator Jenggala Center Jabar Tonny Aprilani mengatakan, situasi politik di Jabar akan memengaruhi situasi politik nasional. Oleh sebab itu, semua elemen masyarkaat diminta ikut menjaga pemilu damai di Jabar.