Pesawat Garuda ”Overrun” di Adisutjipto, Penyebab Masih Diselidiki
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 258 tujuan Jakarta-Yogyakarta mengalami insiden overrun atau mendarat pada posisi melebihi ujung landasan di Bandara Internasional Adisutjipto, Yogyakarta, Jumat (15/3/2019) malam.
Meski tidak ada korban dan kerusakan dalam kejadian itu, penyebab peristiwa tersebut tetap diselidiki agar insiden yang sama tidak terulang di kemudian hari.
”Ini akan dicek oleh KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi). Jadi, seluruhnya sedang diinvestigasi,” kata General Manager PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Adisutjipto, Agus Pandu Purnama, saat dihubungi, Sabtu (16/3/2019) siang, di Yogyakarta.
Pandu menjelaskan, pesawat Garuda Indonesia GA 258 mendarat pukul 21.23 dan mengalami overrun. Saat peristiwa itu terjadi sedang turun hujan di Bandara Internasional Adisutjipto sehingga landasan dalam kondisi basah. Namun, jarak pandang di bandara tersebut masih mencapai 2.000 meter sehingga aman untuk pendaratan pesawat terbang. ”Memang, cuaca pada saat terjadi itu hujan, tetapi visibility (jarak pandang) bagus, sekitar 2.000 meter,” ujarnya.
Menurut Pandu, saat mendarat, posisi pesawat yang membawa 157 penumpang itu memang melebihi ujung landasan udara sehingga termasuk kategori overrun. Meski begitu, pesawat masih berada di wilayah yang dilapisi aspal, bukan di daerah dengan permukaan tanah. ”Pesawat itu masih di aspal, tidak di tanah. Hanya memang melebihi ujung runway (landasan udara). Jadi, kategorinya memang overrun,” ungkapnya.
Setelah insiden tersebut terjadi, landasan udara Bandara Internasional Adisutjipto sempat ditutup selama beberapa waktu. Pandu menyebutkan, penutupan landasan dilakukan pukul 21.24 sampai pukul 21.45. Akibatnya, ada dua penerbangan lain yang jadwalnya mengalami keterlambatan. Namun, sesudah pesawat Garuda Indonesia GA 258 bisa ditarik ke tempat parkir pesawat, operasional Bandara Internasional Adisutjipto kembali berjalan normal.
Insiden serius
Pandu memaparkan, dalam peristiwa tersebut tidak ada korban. Semua awak pesawat dan penumpang dalam kondisi baik. Selain itu, juga tidak ada kerusakan pada pesawat dan landasan udara Bandara Internasional Adisutjipto. ”Penumpang juga dicek satu per satu, mereka tidak merasa ada insiden. Artinya, normal semua. Namun, tetap namanya serious incident (insiden serius),” ujarnya.
Oleh karena itu, faktor-faktor yang menyebabkan terjadi insiden tersebut perlu diselidiki agar kejadian yang sama tidak lagi berulang. Sesuai dengan aturan yang berlaku, penyelidikan dilakukan oleh tim KNKT.
Pandu menambahkan, tim KNKT akan melihat semua aspek terkait dengan peristiwa tersebut, termasuk mengecek rekaman kamera pemantau (CCTV) saat pesawat Garuda Indonesia GA 258 mendarat. Selain itu, KNKT juga akan mengecek data lain, misalnya kondisi cuaca dan hasil inspeksi terhadap kondisi landasan.
Menurut Pandu, beberapa saat sebelum pesawat Garuda Indonesia GA 258 mendarat, manajemen Bandara Internasional Adisutjipto telah melakukan inspeksi terhadap kondisi landasan udara di bandara itu. Salah satu yang dicek adalah kondisi rubber deposit (deposit karet) di landasan Bandara Internasional Adisutjipto.
Berdasarkan inspeksi yang dilakukan pada Jumat pukul 19.05, landasan Bandara Internasional Adisutjipto berada dalam kondisi normal sehingga siap didarati. ”Jadi, dari sisi bandaranya, kondisinya siap operasi,” kata Pandu.
Evaluasi
Saat dihubungi secara terpisah, anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Alvin Lie, mengatakan, insiden overrun sudah beberapa kali terjadi di Bandara Internasional Adisutjipto. Pada 25 November 2018, misalnya, pesawat Garuda Indonesia G A210 juga mengalami overrun di bandara itu.
Sebelumnya, pada 1 Februari 2017, pesawat Garuda Indonesia GA 258 tergelincir saat mendarat di Bandara Internasional Adisutjipto. Selain itu, pada 6 November 2015, insiden tergelincir juga dialami pesawat Batik Air ID 6380 ketika mendarat di bandara tersebut.
Menurut Alvin, landasan Bandara Internasional Adisutjipto relatif pendek, yakni 2.250 meter. Oleh karena itu, dia menyebutkan, saat terjadi hujan dan angin, pilot berpotensi mengalami kesulitan untuk mengendalikan pesawat dengan kapasitas penumpang cukup besar, seperti Boeing 737.
”Ketika hujan dan angin, sulit untuk pilot mengendalikan pesawatnya dengan kondisi landasan sedemikian pendek. Apalagi kalau di permukaan landasan itu ada genangan air, itu untuk pengeremannya memang agak kesulitan,” kata Alvin yang juga dikenal sebagai pengamat penerbangan.
Oleh karena itu, Alvin meminta Kementerian Perhubungan dan KNKT untuk mengevaluasi kondisi landasan Bandara Internasional Adisutjipto, terutama saat hujan turun disertai angin. ”Saran saya kepada Kementerian Perhubungan dan KNKT, coba evaluasi apakah landasan pacu Adisutjipto itu masih layak atau tidak ketika kondisi hujan dan angin agak kencang,” ucaonya.
Selain itu, Alvin juga menyarankan untuk mengecek seberapa tebal rubber deposit di landasan Bandara Internasional Adisutjipto. Rubber deposit terbentuk karena ada karet dari roda pesawat yang terkelupas dan menempel di landasan udara. Rubber deposit yang tebal berpotensi menyebabkan landasan menjadi licin sehingga pesawat bisa menjadi susah dikendalikan.
”Perlu dicek rubber deposit-nya, seberapa tebal dan seberapa sering dibersihkan karena itu berpengaruh pada daya cengkeram roda pesawat,” tutur Alvin. Dia menambahkan, insiden overrun bisa menimbulkan sejumlah risiko, misalnya menyebabkan kerusakan pada pesawat atau kerusakan pada fasilitas di bandara sehingga peristiwa semacam itu harus diantisipasi agar tidak berulang.