Kebon Pedes, Potret Ruwetnya Kawasan Pelintasan Sebidang
Di tengah pelintasan sebidang Kebon Pedes, Tanah Sareal, Kota Bogor, sekitar pukul 14.30, Senin (11/3/2019), belasan orang foto bareng dengan gembira sebab kerja mereka memperbaiki jalur KRL sudah selesai. Uji coba KRL di lintasan itu lancar.
Beban berat setelah anjloknya KRL KA 1722 pada Minggu (10/3/2019) pagi sudah terangkat. Perjalanan KRL relasi Bogor-Jakarta dan sebaliknya lancar kembali setelah hampir 24 jam terganggu.
Kegembiraan warga itu juga bagian dari terpupuknya lagi asa bahwa di kawasan Kebon Pedes akan segera ada penataan setelah KA 1722 anjlok. Sudah sejak lama warga setempat berharap ada pembenahan di daerah mereka yang merupakan satu dari sekian banyak titik pelintasan sebidang antara jalan raya dan rel kereta di Jabodetabek.
Pelintasan sebidang di kawasan padat ini tidak hanya memicu kemacetan setiap saat setiap hari, tetapi risiko kecelakaan juga tinggi.
Pelintasan sebidang di kawasan padat ini tidak hanya memicu kemacetan setiap saat setiap hari, tetapi risiko kecelakaan juga tinggi. Dari penelusuran di berita-berita di Kompas, di seluruh Indonesia ada lebih dari 700 pelintasan sebidang.
Di Jabodetabek saja bisa terdapat belasan hingga puluhan pelintasan sebidang. Di Jakarta kini tengah digenjot pembangunan jalan layang atau terowongan agar antara jalan raya dan rel tidak lagi sebidang.
Sekitar 1 kilometer dari Kebon Pedes ada pelintasan sebidang Kedung Badak yang kondisinya juga sama ruwetnya. Pada Senin siang itu, misalnya, Mumuh (32) bersama enam temannya supersibuk. Barisan motor dan mobil berderet-deret, dari dua arah, berhadapan dipisahkan bidang pintasan itu, dan tidak terlihat ujung akhir antrean kendaraan.
Mumuh dan teman-temannya makin sibuk mengatur arus lalu lintas karena rangkaian KRL komuter Jakarta-Bogor sudah ”normal”. Kurang dari satu jam bersama mereka, enam rangkaian KRL melintas, baik dari arah selatan (Stasiun Bogor) maupun dari utara (Stasiun Cilebut-Jakarta). Tentu saja dibarengi dengan suara sirene tanda KRL akan melintas, meraung-raung tinggi ”menjengkelkan” telinga.
”Untung anak-anak itu mau. Hujan-hujan juga mau turun. Kalau tidak ada mereka, makin tambah macet saja di sini. Kami warga di sini susah sekali kalau mau ke luar rumah. Kami tidak bisa menikmati, apa lagi leluasa, jalan-jalan di kampung sendiri,” kata Wawan (34), warga Jalan Kertawijaya, Kedung Badak, Tanah Sareal.
Wawan juga heran karena pihak PT KAI memperbaiki lintasan sebidang itu tanggung, hanya mengaspal di bidang lintasan. Ia berharap peninggian dan pengaspalan jalan sampai 100 meter dari bidang lintasan.
”Jadi, jalan menuju lintasan landai, enggak nanjak tajam kayak gini. KAI cuma naikkan rel atau bantalan KRL, jadi jalur rel makin tinggi saja dari badan jalan. Harusnya badan jalan raya ditinggikan juga. Mobil mundur merosot atau mesinnya mati lumayan sering, bikin tambah rawan kecelakaan saja,” ujarnya.
Lingkungan pelintasan sebidang Kedung Badak ini lebih seram daripada Kebon Pedes. Selain lebih curam, juga karena di barat pelintasan adalah Perempatan Pasar Kedung Badak, di timurnya jalan alternatif ke Jambu Dua, sempit. Rawan kemacetan lalu lintas.
”Kalau pagi dan sore, ampun. Apalagi kalau Kebon Pedes macet juga. Serempetan kendaraan, mah, biasa,” kata Wawan.
Ia berharap ada jalan layang di sana, setidaknya ada pelebaran bidang lintasan dan badan Jalan Letnan Kartawijaya.
Enday (55), warga Kelurahan Tanah Sareal, mengatakan, warga di kelurahannya mendapat banyak informasi, pemerintah akan membangun jalan layang Kedung Badak, yang akan melintasi kelurahannya, di timur dan sejajar dengan lintasan KRL.
”Ujungnya di Jalan Dadali samping Gedung BPJS di Tanah Sareal dan ujung satunya di Jalan Soleh Iskandar di Kedung Badak. Kalau tanah yang di Tanah Sareal tidak masalah karena lahan ini, kan, kebun dan tanah fasum-fasos (fasilitas umum dan fasilitas sosial) dan tanah PJKA (PT Kereta Api Indonesia/KAI-ejaan lama). Yang masalah di Kedung Badak karena permukiman. Warga minta harga tinggi,” ujar Enday.
Lahan bakal jalan layang itu jadi tidak melintasi lintasan sebidang Kebon Pedes dari Jalan Pemuda ke Jalan Kebon Pedes. Kalau ada jalan layang itu, dari Jalan Pemuda, terus ke Dadali naik jalan layang.
Jalan Kebon Pedes itu sendiri di barat dan sejajar lintasan KRL, yang merupakan jalan sangat hidup dan padat perumahan penduduk, beberapa sekolah (dari SD sampai SMK), toko/warung, dan kantor Kecamatan Tanah Sareal pun di jalan itu.
Jalan ini juga jalan singkat menuju Pasar Anyar atau kawasan Air Mancur dan Martadinata atau kawasan Jambu Dua dari Cilebut/Salabenda/Jalan Soleh Iskandar, masuk via Persimpangan Kedung Badak dekat lintas bawah Soleh Iskandar.
Lurah Kebon Pedes Erwan Siswanto, yang juga penduduk asli Kebon Pedes, mengatakan, sejak tahun lalu memang sudah ada wacana pembangunan jalan layang Kedung Badak, dari Dadali sampai lintas bawah Soleh Iskandar di Kedung Badak. Pembangunannya juga akan disinergikan dengan Stasiun Sukaresmi (Kecamatan Tanah Sareal) sebelum Cilebut (Kabupaten Bogor).
”Begitu wacana yang saya tangkap dari Bappeda. Kan, RUTR-nya sudah ada, sekarang kan detailnya. Flyover Kedung Badak ini akan mengatasi dua masalah lintasan sebidang, Kebon Pedes dan Kedung Badak. Lintasan sebidang satunya lagi, yang juga berbatasan dengan wilayah kami, pelintasan Martadinata, sudah beres urusannya, sedang dibangun,” katanya.
Menurut Erwan, walaupun ada teknologi konstruksi, mungkin ada sisi kesulitan tersendiri dalam membangun jalan layang pelintasan Kebon Pedes. Sebab, jalan masuk untuk naiknya harus 100 meter di kiri kanan pelintasan. Itu berarti dari depan Kantor Bappeda di Jalan Pemuda.
Setelah pelintasan, langsung pertigaan Pintu Kereta, dari bidang lintas sebidang ke kiri ke arah Jalan Pondok Rumput ke kanan ke Jalan Kebon Pedes/Kedung Badak. Badan jalannya tidak lebar (6 meter) dengan kiri kanan padat bangunan rumah, sekolah, kantor/toko/warung.
”Biayanya bakal mahal sekali, itu hanya untuk Kebon Pedes. Tetapi, kalau flyover langsung dibangun dari Dadali, dua masalah pelintasan kelar. Selanjutnya, kami berharap jalan depan kelurahan, Jalan Pondok Rumput, dan Jalan Kebon Pedes diperlebar untuk kenyamanan dan keselamatan warga setempat. Selama ini warga kami susah melintas karena banyak yang melintas dari mana-mana dan jalannya kecil,” ujarnya.
Sekretaris Kecamatan Tanah Sareal Abdul Hakim mengatakan, pembangunan jalan layang di Kebon Pedes merupakan kebutuhan masyarakat yang diharapkan cepat dipenuhi pemerintah. Ia yakin kalau ada jalan layang, lalu lintas di Kebon Pedes lancar karena tidak ada lagi hambatan dari perjalanan KRL yang makin sering itu. Keinginan dibangun jalan layang ini sudah ada sejak Wali Kota Bogor Diani Budiarto hingga kini belum juga terwujud.
”Jalan Kebon Pedes ini jalan vital masyarakat. Sekarang ini makin macet karena badan jalan sempit, terhalang perjalanan KRL yang melintas lima menit sekali, dan perilaku pengguna jalan yang tidak disiplin. Kalau pagi dan sore, antrean kendaraan ekornya satu sampai 1,5 kilometer dari pelintasan,” katanya.
Mengenai kecelakaan akibat KRL, menurut Abdul Hakim, tidak banyak. Seingatnya pada 2018 hanya ada lima kecelakaan warga tersambar KRL yang melintas. ”Mungkin karena banyak petugas dan warga yang menjaga atau mengatur lalu lintas di sana. Kalau kendaraan yang tertabrak, ada satu kali,” katanya.
Ny Eti, pemilik warung makan Simpang Pintu sejak 1997 di seberang jalan depan pelintasan sebidang Kebon Pedes, sejak dua tahun lalu mendengar rencana pembangunan jalan layang Kebon Pedes. ”Depan dan samping warung saya akan kena. Ya, tidak apa, warung akan mundur, kan akan dapat ganti untung,” katanya.
Yang penting lagi, kata Irfan, karyawan toko penjual oksigen medis di sana, keberadaan jalan layang akan membuat warga setempat terbebas dari bisingnya sirene tanda KRL melintas.
”Sudah 10 tahunan kerja di sini, sebal juga dengar sirene itu. Apalagi kalau Sabtu, jalan macet sekali, suaranya melengking. Apa tidak bisa lebih lembut seperti sirene yang di stasiun,” katanya.
Erwan Siswanto mengatakan, musibah KRL di Kebon Pedes ada berkahnya juga. ”Alhamdulillah, tidak ada korban jiwa. Lalu Pak Menteri (Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi) dan pejabat lainnya datang. Saya optimistis rencana bangun flyover di Kebon Pedes jadi lebih diperhatikan. Saya tinggal mempersiapkan 11 warga saya yang selama ini jadi Pak Ogah ngatur kendaraan melintas untuk alih pekerjaan,” tutur Erwan.
Ke depan, semoga saja tidak harus ada musibah terlebih dulu baru rencana penataan kembali dibahas dan akan direalisasikan.