Jakarta Utara Perlu Lajur Khusus untuk Truk Kontainer
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga Jakarta Utara mengusulkan kepada Gubernur DKI Jakarta beberapa langkah untuk mengatasi kemacetan yang dipicu oleh banyaknya truk kontainer di sejumlah ruas jalan menuju Pelabuhan Tanjung Priok. Pengalokasian lajur khusus untuk truk kontainer dan zona penampungan truk menjadi dua usulan utamanya.
Usulan itu disampaikan warga yang tergabung dalam Aliansi Jakarta Utara Menggugat saat bertemu Wali Kota Jakarta Utara Syamsudin Lologau di Kantor Wali Kota Jakarta Utara, Kamis (14/3/2019). Pertemuan itu dihadiri Kepala Polisi Resor Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto dan perwakilan Komando Distrik Militer 0502 Jakarta Utara.
Koordinator Aliansi Jakarta Utara Menggugat Triyono mengatakan, pihaknya mengusulkan delapan rekomendasi untuk menata jalur yang dilalui truk kontainer. Beberapa rekomendasi itu antara lain pemberlakuan lajur khusus truk, pengaturan zona penampungan truk kontainer, penertiban truk yang berhenti sembarangan, menurunkan harga tarif tol akses ke Pelabuhan Tanjung Priok, serta pembatasan jam operasional.
Menurut Triyono, pemerintah perlu mengatur lajur khusus bagi truk kontainer agar lalu lintas lokal, yang biasanya diisi sepeda motor, tidak bercampur dengan truk besar di lajur yang sama. Lajur khusus itu diperlukan untuk mengurangi jumlah kecelakaan yang sering terjadi di Jakarta Utara.
Di sisi lain, perlu ditetapkan juga zona-zona tertentu yang dapat digunakan bagi sopir truk kontainer untuk berhenti, beristirahat, dan memperbaiki kendaraan mereka. Tanpa zona khusus, truk-truk kontainer akan berhenti di sembarang tempat dan menyebabkan hambatan lalu lintas. Penetapan zona penampungan itu harus diikuti penertiban bagi sopir truk kontainer yang berhenti di tepi jalan.
Penurunan tarif jalan tol perlu dilakukan agar sopir truk mau menggunakan jalan tol dari dan menuju ke Pelabuhan Tanjung Priok. Selama ini, banyak sopir truk enggan masuk jalan tol dan memilih menggunakan jalan arteri.
”Tarif jalan tol yang mahal membuat sopir truk memilih menggunakan jalan raya dan menambah beban kemacetan lalu lintas,” kata Triyono.
Pembatasan jam operasional truk juga perlu dilakukan pada saat puncak kemacetan di pagi hari. Truk kontainer diharapkan tidak beroperasi pada pukul 06.00 sampai 09.00 saat warga Jakarta Utara berangkat bekerja.
Untuk menjalankan rekomendasi itu, kata Triyono, pihaknya mengajukan konsep pelaksanaan yang dapat dituangkan dalam kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Salah satu konsep yang ditawarkan adalah membentuk Komite Pengawas Transportasi Jakarta Utara. Komite itu berfungsi mengevaluasi dan me-monitoringpelaksanaan penataan lalu lintas di Jakarta Utara.
”Kami akan melanjutkan rekomendasi ini ke Gubernur DKI Jakarta agar bisa menjadi kebijakan,” katanya.
Rekomendasi itu merupakan aspirasi dari masyarakat Jakarta Utara yang setiap hari terjebak kemacetan lalu lintas. Kesemrawutan penataan truk kontainer berakibat pada tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor.
Berdasarkan data Direktorat Kecelakaan Lalu Lintas Polda Metro Jaya pada periode Januari-Oktober 2018, Jakarta Utara menempati peringkat pertama angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas di Jabodetabek. Pada periode itu terdapat 91 korban kecelakaan yang tewas dari 309 kasus kecelakaan. Pada 2017, Jakarta Utara juga menempati peringkat pertama angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas di Jabodetabek dengan korban jiwa mencapai 96 orang.
Wali Kota Jakarta Utara Syamsudin Lologau dalam sambutannya mengapresiasi langkah aliansi masyarakat yang peduli terhadap situasi lalu lintas di Jakarta Utara. Kemacetan lalu lintas tidak hanya menimbulkan ketidaknyamanan, tetapi juga berdampak pada beban ekonomi warga.
”Teknisnya akan kami bahas agar penanganannya benar-benar matang dan solutif,” ucapnya. (STEFANUS ATO)