Sistem Perkuliahan Digital Vital di Era Revolusi Industri 4.0
Pemerintah pusat mendorong diberlakukannya kuliah digital. Itu dapat dimulai dengan flipped classroom atau kelas terbalik, lalu kombinasi tatap muka dan daring, hingga sepenuhnya daring. Metode seperti itu akan sangat dibutuhkan pada era revolusi industri 4.0.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah pusat terus mendorong penerapan sistem perkuliahan berbasis digital. Hal itu dapat dimulai dengan flipped classroom atau kelas terbalik, kombinasi tatap muka dan daring, hingga sepenuhnya daring. Metode seperti itu akan sangat dibutuhkan di era revolusi industri 4.0.
”Transformasi digital terjadi di banyak bidang saat era revolusi industri 4.0. Seperti pada sistem pembelajaran, jika secara konvensional tatap muka, nantinya menjadi online learning. Kami terus dorong,” kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir pada kuliah umum bertema ”Dampak Revolusi Industri 4.0” di Kampus Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (13/3/2019).
Menurut Nasir, pada kelas terbalik, materi disampaikan sebelumnya secara daring sehingga sesi belajar di kelas diisi dengan diskusi dan kegiatan problem solving. Apabila hal itu sudah berjalan, maka dilakukan kombinasi kuliah daring dan tatap muka, hingga pada akhirnya sepenuhnya daring.
Nasir menuturkan, sejumlah negara seperti Jepang dan Amerika Serikat sudah menerapkan itu. ”Saat sudah sepenuhnya daring, 1 dosen mengajar 1.000 mahasiswa. Saat ini, untuk PTN, perbandingan mahasiswa dan dosen ialah 1:20 untuk eksakta dan 1:30 untuk ilmu sosial,” ujarnya.
Perguruan tinggi di Indonesia yang tengah mengembangkan universitas siber ialah Universitas Nasional, bekerja sama dengan Hankuk University of Foreign Studies Korea. Sebelum diluncurkan, kerja sama dilakukan, antara lain dalam pelatihan tenaga kerja dan bimbingan belajar.
Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Nasional Iskandar Fitri menuturkan, kebanyakan orang masih menganggap universitas siber hanya terkait dengan perkuliahan. ”Padahal, ini juga tentang aspek tata kelolanya. Aktivitas sekecil apa pun menggunakan teknologi secara daring,” katanya.
Dalam mengembangkan sistem itu, lanjut Iskandar, ada tantangan yang dihadapi. Salah satunya diperlukan sistem yang mengintegrasikan seluruhnya. Termasuk terkait dengan data kehadiran dosen yang perlu diintegrasikan dengan bagian keuangan, sumber daya manusia, dan bidang lainnya.
Jang Youn Cho dari Hankuk University of Foreign Studies Korea menuturkan, dalam paradigma baru yang dapat digunakan guna meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, kuliah daring secara real time sangat penting. Mahasiswa dituntut terus berlatih menerapkannya hingga terbiasa.
Inovasi dan kewirausahaan
Selain itu, dalam menghadapi revolusi industri 4.0, mahasiswa juga perlu diberi pengetahuan tentang koding dan pemrograman. Bukan hanya untuk mahasiswa eksakta, melainkan juga untuk pihak lainnya. Menurut Nasir, ini penting untuk mengembangkan inovasi yang kemudian menjadi kewirausahaan.
Ia menambahkan, sertifikasi kompetensi pada satu bidang menjadi hal penting. ”Lulusan mesti memiliki sertifikat kompetensi yang dikeluarkan organisasi profesi. Sebab, ke depan yang dilihat bukan hanya ijazah dari mana, melainkan juga kompetensi apa yang dimiliki,” kata Nasir.