Sepuluh Mantan Anggota DPRD Malang Terancam Dipenjara 4 Tahun Lebih
Sebanyak sepuluh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang periode 2014-2019, menghadapi tuntutan hukuman yang beragam. Minimal empat tahun tiga bulan penjara dan maksimal enam tahun penjara.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Sepuluh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang periode 2014-2019 menghadapi tuntutan hukuman yang beragam, minimal 4 tahun 3 bulan penjara dan maksimal 6 tahun penjara. Mereka dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta proyek penanganan sampah.
Para terdakwa adalah Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, Suparno Hadiwibowo, Erni Farida, Soni Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono, dan Choirul Amri. Tuntutan hukuman tertinggi diterima Mulyanto, yakni 6 tahun penjara, dan Choirul Amri, 5 tahun penjara.
”Delapan anggota Dewan lainnya dituntut pidana masing-masing 4 tahun 3 bulan penjara hingga 4 tahun 6 bulan penjara. Semua terdakwa juga dituntut pidana denda masing-masing Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan,” ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Muhammad Burhanudin.
Delapan anggota Dewan lainnya dituntut pidana masing-masing 4 tahun 3 bulan penjara hingga 4 tahun 6 bulan penjara. Semua terdakwa juga dituntut pidana denda masing-masing Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Tuntutan disampaikan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Rabu (13/3/2019). Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim yang diketuai Cokorda Gede Arthana itu, terdakwa didampingi penasihat hukum masing-masing.
Burhanudin mengatakan, penuntutan terhadap terdakwa didasarkan pada fakta yang terungkap dalam persidangan. Mulyanto dituntut hukuman penjara paling tinggi karena memengaruhi terdakwa Imam Fauzi, sesama anggota DPRD Kota Malang yang menjalani sidang berbeda.
Mulyanto telah menyampaikan ucapan yang memengaruhi kesaksian Imam Fauzi dalam persidangan sehingga tidak bisa memberikan keterangan yang sebenarnya. Bahkan, Imam Fauzi pernah mengirimkan surat ke jaksa KPK yang isinya meminta dihadirkan kembali ke persidangan karena telah memberikan keterangan yang tidak sesuai fakta.
Uang pengganti
Di samping menuntut agar terdakwa dipidana pokok, jaksa KPK juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti kerugian negara yang besarnya sesuai dengan nilai uang yang mereka terima. Rata-rata nilainya Rp 117 juta per terdakwa.
Bagi terdakwa yang sudah menyetorkan uang ke KPK, baik selama masa penyidikan maupun masa persidangan, uang akan diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti. Terdakwa tinggal membayar kekurangannya.
Jaksa KPK, Arief Suhermanto, menambahkan, pihaknya juga menuntut agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun. Alasannya, terdakwa tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi, merusak citra legislatif sebagai pengawas kinerja pemerintah, dan melukai kepercayaan masyarakat yang memilihnya.
Dalam materi tuntutannya, jaksa KPK mengatakan, semua anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 menerima suap secara masif dan berkelanjutan. Suap pertama terkait dengan pembahasan APBD 2015 di mana untuk memperlancar prosesnya, para anggota legislatif menerima uang ketok palu (uang dok). Nilainya Rp 125 juta untuk ketua fraksi dan ketua komisi serta Rp 100 juta untuk setiap anggota.
Selain itu, para anggota DPRD Kota Malang menerima uang untuk memperlancar pembahasan APBD Perubahan 2015 atau yang dikenal dengan istilah uang pokok pikiran (pokir). Nilai totalnya Rp 900 juta yang bersumber dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kota Malang. Dalam pembagiannya, setiap anggota legislatif menerima Rp 12,5 juta hingga Rp 17,5 juta.
Masih pada tahun yang sama, Pemerintah Kota Malang berencana membangun tempat pengelolaan sampah. Untuk memperlancar pembahasan proyek, setiap anggota menerima uang Rp 5 juta. Pemberian suap terhadap anggota DPRD Kota Malang dilakukan Pemkot Malang, dalam hal ini atas perintah Wali Kota Malang Mochammad Anton.
Menanggapi tuntutan jaksa, sepuluh terdakwa menyatakan telah berkonsultasi dengan penasihat hukum masing-masing. Mereka pun sepakat mengajukan nota pembelaan yang akan disampaikan dalam persidangan pekan depan. Majelis hakim memberikan kesempatan terdakwa mengajukan pembelaan secara pribadi ataupun melalui kuasa hukum.
Perkara lanjutan
Penanganan kasus korupsi suap yang menimpa 45 anggota DPRD Kota Malang dilakukan secara bertahap karena banyaknya pihak yang terlibat. Ketua DPRD Kota Malang Arief Wicaksono dan 18 anggota DPRD diadili lebih dulu. Mereka telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Surabaya pada 2018.
Penanganan perkara kemudian dilanjutkan pada 10 anggota dan 12 anggota DPRD. Perkara dengan terdakwa 10 anggota DPRD Kota Malang telah sampai pada tahap penuntutan. Sementara perkara korupsi dengan terdakwa 12 anggota DPRD Kota Malang masih dalam proses pemeriksaan saksi-saksi.