JAKARTA, KOMPAS – Pembangunan infrastruktur yang besar memerlukan dukungan tenaga kerja konstruksi yang berkualitas. Sertifikat di bidang konstruksi menjadi bentuk pengakuan terhadap kompetensi tenaga kerja sekaligus berfungsi meningkatkan penghasilan.
Meski demikian, jumlah tenaga kerja konstruksi di Indonesia yang bersertifikat masih kecil sehingga pemerintah berupaya mempercepat proses sertifikasi. Data Badan Pusat Statistik (2018) menyebutkan, tenaga kerja konstruksi saat ini berjumlah 8,3 juta orang. Dari jumlah itu, yang bersertifikat hanya 7,4 persen atau sekitar 616.000 orang tenaga kerja.
“Dengan begitu banyaknya pekerjaan-pekerjaan infrastruktur yang sudah kita kerjakan maupun yang akan kita kerjakan, maka kehadiran saudara-saudara semua sangat-sangat dibutuhkan sekali,” kata Presiden Joko Widodo di depan sekitar 6.000 tenaga kerja konstruksi pada acara Peluncuran Sertifikat Elektronik Tenaga Kerja Konstruksi di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (12/03/2019) .
Dari 8,3 juta tenaga kerja konstruksi saat ini, baru 7,4 persen atau sekitar 616.000 tenaga yang bersertifikat.
Data Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Nasional 2019, dari 616.000 orang yang telah tersertifikasi, sebanyak 419.000 orang tersertifikasi sebagai tenaga kerja terampil dan 197.000 orang tenaga kerja ahli. Sejak 2015 sampai 2018, jumlah tenaga kerja yang tersertifikasi adalah sebesar 192 ribu tenaga kerja atau rata-rata setiap tahun menyertifikasi sekitar 50 ribu tenaga kerja.
Tenaga kerja konstruksi, Presiden menekankan, sangat dibutuhkan. Di antaranya adalah untuk pembangunan infrastruktur di di daerah perbatasan, pulau-pulau terpencil, dan di daerah terisolasi lainnya. Melalui sertifikasi, kompetensi tenaga kerja konstruksi dapat ditingkatkan.
Terlebih, saat ini teknologi, termasuk di bidang konstruksi, berkembang dengan cepat. Presiden berharap, tenaga kerja di bidang konstruksi agar terus meningkatkan kemampuan dan keterampilannya agar dapat bersaing tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga dengan negara lain.
”Percuma kita punya teknologi canggih tapi tidak ada orang Indonesia yang bisa mengoperasikannya. Hati-hati. Kita harus terus belajar,” kata Presiden.
Sejalan dengan itu, Presiden meminta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) agar program sertifikasi tenaga kerja konstruksi terus diperbanyak. Ini penting untuk memberikan jaminan profesionalisme, mutu, dan akuntabilitas pekerjaan konstruksi.
Tahun ini, Kementerian PUPR menargetkan menyertifikasi 212.000 orang tenaga kerja konstruksi melalui program pelatihan dan sertifikasi reguler, maupun jalur vokasional untuk 16.000 orang. Selain menggunakan anggaran dari pemerintah pusat, Kementerian PUPR akan bekerja sama dengan pemerintah daerah, penyedia jasa konstruksi atau kontraktor untuk menyertifikasi 300.000 tenaga kerja konstruksi. Dengan demikian diharapkan akhir tahun ini sebanyak 512.000 tenaga kerja konstruksi bisa disertifikasi.
“Jadi ini merupakan kolaborasi. Kalau hanya APBN hanya bisa mencakup 212.000 orang saja. Tapi dengan kolaborasi, misal di Aceh kemarin kita berkolaborasi dengan pemerintah kota untuk sertifikasi 1.000 orang,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Menurut Basuki, sertifikat tersebut diberikan setelah peserta diuji kompetensinya. Sertifikat tersebut tidak hanya merupakan pengakuan terhadap kemampuan seseorang, tetapi juga meningkatkan pendapatan.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin menambahkan, program sertifikasi merupakan amanat Undang-Undang Jasa Konstruksi yang diundangkan tahun 2017. Selama 2 tahun ini pemerintah berupaya memperbaiki administrasi dan mekanisme jasa konstruksi, termasuk mewajibkan penyedia jasa konstruksi atau kontraktor untuk mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang telah bersertifikat.
Ketua LPJK Nasional Ruslan Rivai mengatakan, dengan sertifikat elektronik, tenaga kerja mendapatkan sertifikat tidak dalam bentuk kertas tetapi digital. Tenaga kerja dapat mencetak sendiri jika memerlukan.
Jika masyarakat atau pengguna jasa hendak melihat kompetensi tenaga kerja yang akan dipekerjakan, maka hal itu bisa dibuktikan melalui aplikasi LPJK access yang bisa diunduh masyarakat. Ke depan, LPJK Nasional berencana untuk memproses permohonan sertifikasi secara digital.