BUMN Mesti Berinovasi dan Bersinergi di Tengah Perubahan Model Bisnis
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Badan Usaha Milik Negara dituntut terus berinovasi dan bersinergi di tengah perubahan model bisnis. Perusahaan-perusahaan BUMN mesti mampu beradaptasi dengan tuntutan pasar dan cara bisnis yang terus berubah lewat sentuhan teknologi digital.
Menteri BUMN Rini Soemarno dalam acara Workshop Santripreneur di Pondok Buntet Pesantren, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (7/3/2019), meminta kepada jajarannya dan direksi perusahaan di BUMN untuk fokus dan disiplin. Ia juga meminta direksi perusahaan BUMN tidak lagi hanya berada di belakang meja, tetapi juga terjun ke lapangan.
”Kami minta perusahaan BUMN untuk terus bersinergi di tengah tantangan perubahan model bisnis,” ujarnya. Rini mencontohkan, BUMN telah meluncurkan uang elektronik berbasis server dalam platform LinkAja.
Platform itu menggabungkan pengelolaan uang elektronik berbasis server yang diterbitkan sejumlah perusahaan BUMN, seperti TCash dari PT Telkomsel (Persero), e-cash dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, dan UnikQu dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
”Tadinya bank-bank mau mengelola sendiri. Namun, akhirnya mereka mau bersinergi. Ini penting karena sejumlah perusahaan luar negeri yang bergerak di bidang pembayaran digital mau masuk ke Indonesia,” ujarnya.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut Sekretaris Menteri BUMN Imam Apriyanto, Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk Tumiyana, Direktur Treasury dan International Banking Bank Mandiri Darmawan Junaidi, serta direksi perusahaan BUMN lain. Rini Soemarno sebelumnya disambut oleh Pengasuh Pondok Buntet Pesantren KH Adib Rofiuddin dan lebih dari 1.000 santri.
Menurut Rini, nilai aset BUMN terus meningkat dalam empat tahun terakhir. Hal itu menunjukkan kinerja perusahaan pelat merah tersebut semakin baik.
Kementerian BUMN mencatat, hingga akhir 2018, nilai aset 153 perusahaan BUMN mencapai Rp 8.100 triliun. Jumlah itu melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan dengan akhir 2014, yakni Rp 5.200 triliun. ”Keuntungan BUMN juga meningkat dari Rp 147 triliun pada 2014 menjadi Rp 188 triliun tahun lalu. Jumlah itu masih dalam proses audit,” ujar Rini.
Menurut Rini, kenaikan nilai aset dan keuntungan itu menunjukkan kinerja BUMN semakin baik dan ciri perusahaan yang sehat. ”Kami melakukan banyak sekali investasi, seperti pembangunan jalan tol, pelabuhan, dan bandara. Ini yang mendorong pesatnya pertumbuhan aset,” ujarnya.
Ia mencontohkan, hingga 2014, jalan tol yang terbentang hanya 740 kilometer. Dalam kurun waktu 2015-2018, muncul jalan tol baru sepanjang 780 kilometer. Hingga akhir tahun ini pihaknya menargetkan menambah 500 kilometer jalan tol baru.
Meski demikian, BUMN masih memiliki utang. Hingga triwulan III/2018, nilai utang berbunga terbesar dari 10 BUMN mencapai Rp 1.731 triliun (Kompas, 24/1/2019).
Saat disinggung soal utang itu, Rini mengatakan, ”Utang itu pasti. Tidak mungkin ada usaha yang tidak berutang kalau ingin berkembang. Perusahaan di dunia juga begitu. Jika dalam menjalankan usaha hanya meminta modal kepada pemilik saham, artinya manajemennya tidak betul. Seharusnya manajemen dapat mencari potensi modal lain,” ujarnya.
Jumlah utang itu, lanjutnya, juga tidak sebanding dengan nilai aset BUMN. Bahkan, pihaknya menargetkan pada akhir tahun ini nilai aset perusahaan pelat merah itu menyentuh Rp 10.000 triliun. ”Kami optimistis dan akan kerja keras,” ucap Rini.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Ina Primiana menilai, kinerja BUMN yang kian menggeliat membutuhkan tambahan dana sehingga perlu pinjaman. ”Selama kinerjanya membaik artinya perusahaan BUMN tersebut mampu membayar utangnya,” ujarnya.
Meski demikian, Ina mengingatkan, kunci agar perusahaan pelat merah itu dapat bertahan ialah inovasi dan sinergi. Apalagi, tuntutan pasar dan cara berbisnis berubah dengan sentuhan teknologi digital. ”Jangan hanya business as usual (berbisnis seperti biasa). Harus terus melakukan perbaikan, termasuk peningkatan sumber daya manusia,” ungkapnya.