JAKARTA, KOMPAS – Pembinaan kesadaran bela negara menjadi mata kuliah wajib umum yang harus diselenggarakan di seluruh perguruan tinggi. Dengan demikian, mahasiswa diharapkan dapat turut berkontribusi menangkal radikalisme dan ideologi asing yang mengancam keutuhan bangsa.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu saat Rapat Koordinasi dan Evaluasi "Pelaksanaan Bela Negara di Perguruan Tinggi", di Jakarta, Selasa (5/3/2019), mengatakan, pencegahan radikalisme atau terorisme tak melulu melalui senjata. Kunci pencegahan justru ada di masyarakat sendiri.
Melalui kesadaran bela negara, masyarakat dapat menangkal paham radikal ataupun ideologi asing yang mulai merusak pola pikir (mindset).
"Ancamannya ada di mindset karena paham itu mau mengubah mindset Pancasila, dan ini harus dicegah dengan kesadaran bela negara. Kita harus bersatu. Mencegah teroris dengan senjata hanya 1 persen, mau lewat polisi atau tentara. Tetapi, dengan seluruh rakyat, itu bisa menjadi 100 persen," ujar Ryamizard .
Dalam acara itu, turut hadir Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Ismunandar. Selain itu, hadir pula perwakilan dari banyak perguruan tinggi negeri dan swasta.
Ryamizard mengatakan, perwakilan dari perguruan tinggi turut diundang karena radikalisme dan ideologi asing yang mengancam keutuhan bangsa sudah masuk ke kampus-kampus. Paham itu dengan mudahnya diserap oleh mahasiswa karena terkadang berkedok pembinaan agama dan moral. Ditambah lagi, upaya penyusupan paham tidak dalam waktu satu atau dua hari tetapi secara kontinyu selama berbulan-bulan bahkan sampai tahunan.
Oleh karena itu, kata Ryamizard, kesadaran bela negara harus segera dibangun. Jika tidak, kualitas generasi bangsa ke depan terancam. Ini sangat penting mengingat masa depan bangsa akan dipegang oleh generasi milenial yang saat ini sedang menjalani pendidikan menengah dan tinggi.
"Kalau (kesadaran bela negara) ini tidak dilatih sejak awal, gimana kualitas pemimpin ke depan?" tanya Ryamizard.
Masuk kurikulum
Melihat ancaman itu, Kemhan bekerja sama dengan Kemenristekdikti akan memasukkan pembinaan kesadaran bela negara ke dalam kurikulum perkuliahan. Program itu akan menjadi mata kuliah wajib umum yang harus diselenggarakan seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
"Silakan (jumlah SKS) ditentukan masing-masing perguruan tinggi karena sifatnya otonom. Tetapi, yang perlu kami garisbawahi, program tersebut harus ada, minimal insersi dalam mata kuliah wajib umum itu," kata Ismunandar.
Ismunandar juga membuka kemungkinan jika ada perguruan tinggi yang menginginkan adanya mata kuliah bela negara dalam bentuk jaringan (online). Kerja sama bisa dilakukan dengan Kemhan. Hal ini mengingat banyaknya perguruan tinggi yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
Sementara itu, menurut Rektor Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta, Muhammad Irhas Effendi, internalisasi nilai-nilai bela negara tak cukup hanya melalui struktur di kurikulum, tetapi juga ekstrakurikuler.
Hal lain, dia melihat pemerintah juga perlu memikirkan ukuran dan target yang jelas dari program tersebut.
"Karena memang, kan, output (hasilnya) itu tak bisa semata-mata lewat nilai dan diajarkan di depan kelas, tetapi bagaimana nilai-nilai itu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari," ujarnya.