Kelompok Masyarakat Sipil Minta Dapil Luar Negeri di Pemilu 2024
Oleh
Hamzirwan Hamid
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kelompok masyarakat sipil mendorong pembentukan daerah pemilihan luar negeri dalam pemilihan legislatif tahun 2024. Dengan daerah pemilihan luar negeri, aspirasi warga negara Indonesia di luar negeri, terutama buruh migran, lebih terakomodasi.
Saat ini, suara pemilih luar negeri disalurkan ke Daerah Pemilihan (Dapil) II DKI Jakarta. Dapil itu juga mencakup suara pemilih dari Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo di Jakarta, Jumat (1/3/2019), mengatakan, keberadaan daerah pemilihan (dapil) luar negeri sangat penting. Selama ini, aspirasi warga Indonesia yang tinggal di luar negeri, terutama buruh migran, seusai pemilu justru tidak bisa tersalurkan dengan baik karena terabaikan oleh anggota legislatif yang terpilih dari Dapil II DKI Jakarta.
“Dapil II DKI Jakarta wilayahnya sangat luas. Ibaratnya anggota DPR yang terpilih mengurusi dari kolong jembatan Ciliwung hingga laut Siberia. Maka kita dorong pembentukan dapil khusus luar negeri agar lebih fokus,” kata Wahyu.
Menurut Wahyu, pembentukan dapil luar negeri sangat memungkinkan karena jumlah warga negara Indonesia (WNI) cukup banyak. Kementerian Luar Negeri mencatat jumlah pekerja migran Indonesia per Agustus 2017 lebih dari 4,7 juta jiwa.
Sementara itu, berdasarkan peta daftar pemilih tetap Dapil II DKI Jakarta pada Pemilu 2019, jumlah pemilih luar negeri 2.058.191 jiwa atau 45 persen. Sebanyak 1.155.464 jiwa atau 56 persen pemilih luar negeri adalah perempuan. Adapun jumlah pemilih Jakarta Selatan 1.695.760 jiwa (37 persen) dan Jakarta Pusat 809.975 jiwa (18 persen).
Wahyu menambahkan, pembentukan dapil khusus akan menguntungkan bagi para pemilih dan anggota legislatif. Dari segi pemilih, aspirasinya akan lebih terakomodasi karena ada anggota legislatif yang memberikan perhatian khusus terhadap mereka. Sementara itu, anggota legislatif akan lebih fokus sehingga lebih maksimal menjalankan tugasnya.
Direktur Institut KAPAL Perempuan Misiyah mendukung pembentukan dapil luar negeri tersebut. Pembentukan dapil itu akan membuat para pemilih lebih terwakili sehingga persoalan yang mereka hadapi mendapatkan perhatian, misalnya perlindungan terhadap pekerja migran.
“Namun, selain dari atas (pembentukan dapil), konstituen juga harus ada gerakan dari bawah. Memastikan orang yang dipilih memperjuangkan kepentingan mereka,” kata Misyah.
Terabaikan
Wahyu melanjutkan, para buruh migran terabaikan karena anggota legislatif tidak memahami dan tidak menaruh perhatian terhadap persoalan mereka. Pada pemilu legislatif 2019, misalnya, dari 105 calon anggota legislatif (caleg) yang terdaftar di Dapil II DKI Jakarta, hanya 5 caleg yang menyebutkan secara eksplisit soal pembinaan buruh migran dalam visi misinya.
Selain itu, banyak pula anggota legislatif dari Dapil II DKI Jakarta yang keluar dari basis pemilihnya. Berdasarkan pantauan Migran Care sejak 2009, hampir tidak ada anggota legislatif yang terpilih dari dapil itu yang menjadi anggota Komisi IX DPR, yang salah satu tugasnya mengurusi buruh migran.
“Ironisnya yang memperjuangkan buruh migran lebih banyak dari anggota legislatif daerah asal buruh migran itu, seperti dapil dari Banyuwangi, Jawa Barat, dan Lombok. Anggota legislatif yang dipilih dari Dapil II DKI Jakarta malah tidak berkontribusi sama sekali untuk buruh migran,” ujarnya.
Koordinator Litbang Sekretaris Nasional Koalisi Perempuan Indonesia Farida Indriyani mengatakan, tidak ditempatkannya anggota legislatif sesuai basis pemilihnya terjadi karena masih banyak kelemahan dalam sistem pemilu. Oleh sebab itu, sistem pemilu perlu dibenahi agar para pemilih luar negeri bisa terwakili.