Ulama Bahas Keberadaan Sampah Plastik dan Air Minum dalam Kemasan
Sampah plastik dan air minum dalam kemasan menjadi salah satu topik pembahasan dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nadhlatul Ulama di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Kota Banjar, Jawa Barat, Rabu - Jumat (27/2/2019 - 1/3/2019). Dalam acara tersebut, ulama memaparkan pandangan Islam terkait berbagai isu keagamaan dan kebangsaan.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri/Rini Kustiasih
·3 menit baca
BANJAR, KOMPAS — Sampah plastik dan air minum dalam kemasan menjadi salah satu topik pembahasan dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nadhlatul Ulama di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Kota Banjar, Jawa Barat, Rabu-Jumat (27/2/2019-1/3/2019). Dalam acara tersebut, ulama memaparkan pandangan Islam terkait berbagai isu keagamaan, kehidupan, dan kebangsaan.
Sampah plastik menjadi salah satu butir pembahasan alim ulama atau Bahtsul Masail Komisi Waqiiyah. Komisi ini juga membahas persoalan air minum dalam kemasan (AMDK), perniagaan kapal, bisnis uang gim, dan perniagaan daring. Perwakilan pengurus NU dari 34 provinsi turut hadir dalam kegiatan yang digelar Kamis siang itu. Pembahasan dipimpin moderator dengan ketua, wakil ketua, serta sekretaris komisi. Para peserta duduk bersila dan saling curah gagasan.
Untuk sampah plastik, forum berupaya menjawab antara lain pertanyaan hukum fikih membuang sampah sembarangan, termasuk sampah plastik, berikut sanksinya. Selain itu, para ulama juga berdiskusi tentang hukum terhadap perusahaan yang tidak mengelola sampah dengan baik serta bahaya sampah plastik.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada 2017, terdapat 65,8 juta ton. Sekitar 15 persen di antaranya merupakan sampah plastik. Meskipun tidak mendominasi, sampah plastik sulit terurai dengan proses alam.
”Indonesia sudah darurat sampah. Oleh karena itu, NU ingin mengambil peran untuk mengantisipasi ini,” ujar Koordinator Komisi Waqiiyah Lembaga Bahtsul Masail PBNU KH Asnawi Ridwan. Topik sampah plastik pertama kali dibahas dalam Munas Alim Ulama dan Konbes NU.
Dalam pembahasan itu, disepakati hukum membuang sampah sembarangan, termasuk sampah plastik adalah haram apabila menimbulkan bahaya kepada masyarakat. Masyarakat juga wajib mematuhi aturan pemerintah terkait pengelolaan sampah. Oleh karena itu, pemerintah dapat menerapkan sanksi terhadap oknum warga yang membuang sampah sembarangan.
”Kebersihan itu adalah sebagian dari iman. Siapa yang tidak menjaga kebersihan artinya kualitas imannya lemah. Padahal, kita bertanggung jawab atas kebersihan di akhirat nanti,” ujarnya.
Ulama bahkan membahas produsen kemasan plastik yang tidak mengelola sampahnya. Masyarakat dapat memboikot perusahaan tersebut jika tidak mengelola sampahnya dengan baik.
Wakil Ketua Bahtsul Masail Komisi Waqiiyah KH Yasin Asmuni menambahkan, masyarakat dan produsen plastik bertanggung jawab jika tidak dapat mengelola sampah dengan baik dan mengakibatkan dampak negatif pada lingkungan.
”Ini demi kemaslahatan bersama,” ucapnya.
Selain itu, para ulama juga membahas terkait perusahaan AMDK yang dinilai mengurangi volume air di lingkungan masyarakat. ”Hukumnya haram bagi perusahaan apabila berdampak pada berkurangnya hak orang lain untuk memperoleh air,” ujar KH Yasin.
Menurut dia, forum juga menyepakati pemberian sanksi oleh pemerintah kepada perusahaan AMDK jika melanggar aturan yang merugikan masyarakat. ”Forum mengusulkan sanksinya pencabutan izin untuk perusahaan. Namun, pencabutan ini adalah alternatif terakhir jika sejumlah cara sudah ditempuh, seperti peringatan,” ungkapnya.
Hasil Bahtsul Masail akan dirumuskan menjadi rekomendasi dalam Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019. Tidak hanya menjadi acuan bagi masyarakat, hasil forum tersebut juga akan diberikan kepada pemerintah.