Pengusaha Truk Masih Gamang dengan Tarif Tol Trans Jawa
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Tarif sejumlah ruas baru tol Trans Jawa, yang resmi diberlakukan sejak 21 Januari 2019 menyebabkan pengusaha truk masih gamang. Mereka menilai tarif tol masih terlalu tinggi. Namun, mereka tetap bersedia melintasi jika memang ada permintaan konsumen.
Ketua DPC Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Tanjung Emas Semarang, Supriyono, mengatakan, pada masa uji coba Tol Trans Jawa, para pengusaha truk banyak yang mencoba karena gratis. Namun, setelah tarif resmi diberlakukan, sebagian besar kembali ke jalan nasional.
"Segalanya diserahkan kepada konsumen. Kalau konsumen mau membayar lebih mahal, truk akan lewat tol," ujar Supriyono pada diskusi yang digelar Forum Wartawan Provinsi Jawa Tengah, di Kota Semarang, Rabu (27/2/2019).
Ia mengatakan, rute yang diminati sopir truk yakni Kartasura-Sragen yang masuk ruas Tol Solo-Ngawi karena memang lebih efektif ketimbang jalan nasional dan menghemat BBM. Namun, pada ruas lain, para pengusaha maupun sopir truk lebih memilih menggunakan jalan nasional.
Menurut Supriyono, truk-truk yang lewat jalan tol karena adanya permintaan khusus, jumlahnya masih di bawah 10 persen. "Misalnya, yang mengangkut cabai atau mengejar keberangkatan kapal. Karena harus segera dikirim, maka harus lewat tol," ucapnya.Sistem uang jalan borongan yang selama ini diterapkan membuat pengusaha truk masih lebih banyak menggunakan jalan biasa. Supriyono mencontohkan, pada trayek Semarang-Jakarta, ada selisih sekitar Rp 1 juta, yang biasanya digunakan untuk komisi sopir, bakal terpakai untuk biaya tol.
Segalanya diserahkan kepada konsumen. Kalau konsumen mau membayar lebih mahal, truk akan lewat tol. (Supriyono)
Jalan nasional lancar
Supriyono menambahkan, faktor lain yang membuat truk lebih banyak menggunakan jalan nasional karena jalanan menjadi lebih lancar. Dengan tersambungnya Tol Trans Jawa, dari Merak hingga Grati (Pasuruan), kepadatan kendaraan relatif terbagi.
Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jateng, Benk Mintosih, menuturkan, pada prinsipnya, para pengusaha diuntungkan dengan tersambungnya Tol Trans Jawa. "Namun, kami harap fasilitas seperti kemudahan pengisian ulang kartu tol ditingkatkan. Lalu perlu ada penambahan kepercayaan bagi masyarakat," katanya.
Dilihat dari tren, kunjungan ke hotelnya pada Februari 2019 lebih baik, dibandingkan periode sama 2018. Kebanyakan pengunjung lebih memilih kendaraan pribadi. Hal ini tentu tak lepas dari keberadaan tol Trans Jawa.
AVP Corporate Communications PT Jasa Marga (Persero), Irra Susiyanti, mengemukakan, Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) telah menerapkan tarif dasar tol Rp 1.000 per kilometer (km). Kemudian, ada pengelompokan kendaraan dari lima golongan menjadi tiga golongan serta diskon tarif.
Saat ini, Asosiasi Jalan Tol Indonesia bersama pemerintah tengah mengkaji formula untuk menentukan tarif Tol Trans Jawa. "Mudah-mudahan bisa segera selesai, sehingga ada formula tarif yang tepat. Sambil menunggu itu, diskon (15 persen) kami berlakukan," katanya.
Tersambungnya Tol Trans Jawa diharapkan diikuti pengembangan ekonomi baru di daerah-daerah yang dilewati. (Djoko Setijowarno)
Peneliti transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, menuturkan, tersambungnya Tol Trans Jawa diharapkan diikuti pengembangan ekonomi baru di daerah-daerah yang dilewati. Penduduk sekitar harus diutamakan.
Djoko menilai, hal positif dari jalan tol yakni menjadi alternatif, termasuk bagi para pemudik. "Saat tiket pesawat naik, alternatifnya lewat tol. Minimal, mencoba dulu. Sebelumnya, saat pemesanan tiket kereta api untuk mudik dibuka, biasanya langsung habis. Kini, sebagian masih mikir-mikir, untuk mencoba tol," ujar dia.