JAKARTA, KOMPAS — Pidato calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto yang memaparkan visi, misi, dan program mereka kepada publik dinilai sebagai preseden baik bagi masa depan perpolitikan Indonesia. Pasalnya, dari isi pidato, publik bisa melihat hal-hal yang ditawarkan oleh para kandidat sebelum publik memutuskan pilihannya saat pemilu.
”Pidato yang sudah disampaikan Jokowi ataupun Prabowo sesungguhnya alternatif untuk melihat secara mendalam program, pengalaman, dan kisah sukses yang pernah dilakukan oleh masing-masing calon. Ini yang perlu disampaikan kepada masyarakat,” kata Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi August Mellaz saat dihubungi dari Jakarta, Senin (25/2/2019).
Dia menuturkan, elaborasi mengenai ide-ide para calon memang perlu disampaikan kepada publik. Apalagi, ruang untuk menyampaikan dalam debat-debat capres-cawapres yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum sangat terbatas karena keterbatasan waktu.
Calon presiden petahana Joko Widodo, seperti diketahui, menyampaikan pidato selama 56 menit pada acara Konvensi Rakyat di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (24/2/2019). Dalam pidatonya, Jokowi memaparkan capaian-capaian pemerintah selama empat tahun terakhir sekaligus program-programnya jika kelak terpilih dalam Pemilu Presiden 2019.
Sementara Prabowo Subianto dalam dua kali pidato, di Jakarta (14/1/2019) dan Semarang (15/2/2019), menyampaikan pandangannya akan Indonesia saat ini dan program-programnya jika kelak terpilih.
August menilai, pidato dari setiap calon presiden dapat diterima selama pesan yang disampaikan bersandar pada isu-isu substantif.
”Tanpa harus menyindir dan menjatuhkan pihak lain, kedua calon presiden mempunyai kewajiban untuk menyosialisasikan ide-idenya lebih lanjut. Cukup fokus saja dengan program-program yang ingin ditawarkan kepada masyarakat,” katanya.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta, Arya Fernandes, menilai, pernyataan-pernyataan menyerang dari kedua pasangan capres-cawapres dan kubunya sulit diredam karena ketatnya kompetisi dalam Pemilu Presiden 2019. Pernyataan-pertanyaan itu sengaja dilontarkan untuk menurunkan citra ataupun elektabilitas dari lawan politik.
”Selama sindiran masih bersifat proporsional dan mengacu pada data, menurut saya itu tidak apa-apa,” ujar Arya.
Tak hanya menjadi ajang bagi publik untuk mengenal lebih jauh visi, misi, dan program capres-cawapres, pidato capres juga bisa menjadi ajang untuk mengklarifikasi isu-isu yang berkembang di masyarakat. Ini juga strategi tim sukses para capres dalam menyiasati kampanye dan mengonsolidasikan kekuatan internal. (DIONISIO DAMARA)