TULUNGAGUNG, KOMPAS - Berbudaya sebagai salah satu karakter manusia termasuk bangsa Indonesia diyakini dapat bertahan sekaligus menjawab tantangan zaman digital yang diiringi dengan revolusi industri 4.0. Kebudayaan menjadi penting bukan sekadar dilestarikan melainkan menjadi semangat hidup bangsa Indonesia.
Pentingnya menjaga kebudayaan nusantara yang sangat beragam tetapi diyakini tidak saling memberangus mendorong sejumlah kelompok masyarakat mengadakan Kemah Kebangsaan di Tulungagung, Jawa Timur, akhir pekan lalu. Kemah Kebangsaan bertema Satu untuk Indonesia diikuti sejumlah perwakilan komunitas atau organisasi massa di Pulau Jawa.
Kegiatan dimeriahkan dengan diskusi kebudayaan Gerakan Pemajuan Kebudayaan dan Revolusi Industri 4.0 lalu pementasan ketoprak, Sabtu (23/2/2019) malam di Kedaton Tawangsari, Kedungweru. Hari berikutnya diadakan Festival Permainan Anak Tradisional di depan Omah Gajah, Simo, Kedungsari, lalu menanam pohon di lereng Argo Patuk Candi Dadi, Junjung, Boyolangu.
Pelaksana Tugas Bupati Tulungagung Maryoto Birowo saat membuka Kemah Kebangsaan mengatakan, kebudayaan amat penting untuk melahirkan manusia yang kreatif dan berkarakter kuat. “Pembangunan memerlukan sudut pandang kebudayaan,” ujar mantan Sekretaris Kabupaten Tulungagung itu.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilman Farid dalam orasi kebangsaan mengatakan, dunia termasuk Indonesia memasuki dunia yang sedang bergerak amat cepat karena teknologi informasi, internet of thing, dan revolusi industri keempat.
Sayangnya, masih ada kalangan warga yang memperdebatkan soal hakekat Pancasila, UUD 1945, dan Republik Indonesia daripada mendorong kreativitas dengan berbagai terobosan agar tetap bertahan di era disrupsi saat ini.
Bangsa Indonesia diajak melihat jauh ke depan agar tidak tertinggal dalam kompetisi dengan bangsa-bangsa lain. Di sisi lain, warga juga diharapkan mempertahankan ciri khas atau karakter yang tak dimiliki bangsa lain yang terwujud dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dengan 1.340 suku bangsa dan 1.211 bahasa menjadi bukti Indonesia bangsa yang amat beragam. “Namun, mampu diikat dalam persatuan dan kesatuan dengan keinginan hidup bersama,” kata Hilmar.
Keberagaman termanifestasi dalam wujud produk kebudayaan misalnya tari, pusaka, lukisan, sastra dan sebagainya. Produk kebudayaan dilahirkan dari orang-orang yang bukan sekadar terampil melainkan menjiwai secara penuh seni tradisi. Inilah yang diyakini tak akan mungkin tergantikan oleh revolusi industri setinggi apapun. Meski saat ini sudah zaman robotika bahkan kecerdasan buatan, belum mampu menggantikan peran manusia dalam melahirkan produk kebudayaan.
Anggota DPR dan Kaukus Pancasila Eva Kusuma Sundari menambahkan, kebudayaan juga melahirkan karakter positif atau sifat kebaikan bangsa Indonesia. Yang dimaksud adalah keterbukaan pikir, hati, dan kehendak. Keterbukaan pikir membuat bangsa Indonesia kreatif misalnya zaman dahulu membuat kapal untuk arung samudra hingga diplomasi mancanegara.
Keterbukaan hati membuat perbedaan khususnya suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) bisa diterima dan hidup berdampingan. Namun, saat ini, keberagaman dirongrong terorisme, radikalisme, dan fundamentalisme yang menginginkan keseragaman.
Keterbukaan kehendak membuat bangsa Indonesia berani untuk memasuki situasi tak menentu. Revolusi Industri Keempat dapat teratasi apabila bangsa Indonesia mampu tetap terbuka pikirnya dan hatinya sehingga kreatif dan mampu bersaing dengan jujur dalam kompetisi.
Eva mengingatkan lebih dari 100 peserta Kemah Kebangsaan untuk tidak melupakan semangat utama bangsa Indonesia yakni gotong royong. Selanjutnya adalah musyawarah. Kedua semangat itu menjamin keberlangsungan hidup bangsa dan negara. “Yang menjadi fokus utama adalah manusia, memperjuangkan martabat bukan material atau politik,” katanya.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Joko Susanto mengatakan, revolusi industri membuat peradaban manusia kian encer atau mudah. Untuk itu, manusia perlu juga berpikir encer dengan terbuka, bersih, dan toleran. Sikap beku dengan menghasut atau menyebarkan berita bohong misalnya tidak akan membawa kebaikan tetapi masalah silih berganti bahkan perpecahan.
Dalam konteks kebudayaan, pemerintah dianggap berada dalam jalur yang benar dengan memelihara program pembangunan prasarana termasuk struktur-struktur untuk kebudayaan.
Pembangunan jalan, taman, penataan sempadan sungai, tata kota, gedung seni merupakan ikhtiar untuk mendorong publik terjaga dan mau beraktivitas khususnya dalam kebudayaan. “Orang yang berbudaya cenderung selalu kreatif dan toleran. Ini sikap hidup yang baik dalam masyarakat untuk menjawab tantangan peradaban,” katanya.