Tanam Kedelai, Petani Manfaatkan Lahan Bekas Tambang Pasir
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·3 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Pemerintah Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, mengembangkan tanaman kedelai di lahan bekas tambang pasir. Selain menjaga lingkungan dan memberi manfaat ekonomi langsung kepada petani, inovasi tersebut juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor kedelai.
Penanaman kedelai berlangsung di lahan bekas tambang pasir seluas 35 hektar di Blok Banjaran, Kamis (21/2/2019). Penanaman secara simbolis dilakukan Bupati Kuningan Acep Purnama, Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden Enda Ginting, serta Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar Uneef Primadi. Turut hadir Kuwu (kepala desa) Cibulan Iwan Gunawan serta puluhan petani setempat.
Penanaman kedelai tersebut merupakan kali kedua setelah dilakukan juga pada Mei tahun lalu. Saat itu, lahan bekas galian pasir seluas 75 hektar dapat menghasilkan 1,2 ton kedelai per hektar. ”Tahun ini, target kami 200 hektar bekas galian pasir ditanami kedelai. Ada juga yang tumpang sari dengan jagung dan padi gogo,” ujar Iwan Gunawan.
Menurut Iwan, pengembangan kedelai tidak memberatkan petani. Pihaknya menerima bantuan bibit, pupuk, mesin pompa, dan traktor dari Kementerian Pertanian. ”Lahan juga sudah ada. Petani hanya menanam dan memetik hasilnya. Ini lebih baik dibandingkan galian pasir yang dapat merusak lingkungan. Di sini, lebih dari 500 hektar bekas galian,” ujarnya.
Cibulan berjarak 25 kilometer dari pusat pemerintahan Kuningan dengan jumlah penduduk 3.315 jiwa. Pengembangan kedelai baru dilakukan setahun terakhir ketika pemerintah desa menutup kegiatan galian pasir. Meski demikian, jejak tambang yang menganga hingga kedalaman lebih dari 30 meter dari permukaan tanah belum direklamasi.
Menurut dia, hasil panen kedelai juga akan diserap badan usaha milik desa yang bekerja sama dengan koperasi produsen tahu dan tempe Indonesia. Bahkan, pemdes tengah membangun tempat pengolahan produksi kedelai. Menurut rencana, kedelai tersebut diolah menjadi tempe dan tahu.
Kepala Seksi Palawija, Aneka Kacang, dan Ubi Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan Rohendi mengatakan, areal tanam kedelai di Kuningan baru mencapai 500 hektar dengan produktivitas 1,2 ton per hektar.
”Tahun ini, kami menargetkan luas tanam meningkat menjadi 1.000 hektar. Penambahan itu salah satunya berasal dari Cibulan,” ujarnya.
Uneef Primadi mengatakan, produksi kedelai di Cibulan turut mengurangi impor kedelai. Kebutuhan kedelai di Jabar mencapai 375.000 ton per tahun. Namun, yang terpenuhi baru 150.000 ton. Garut dan Sukabumi merupakan sentra kedelai di Jabar,” ujarnya.
Dalam skala nasional, kebutuhan impor kedelai dapat mencapai 2,7 juta ton per tahun (Kompas, 5/12/2018).
Menurut dia, petani enggan menanam kedelai karena dianggap tidak menguntungkan. Pada saat yang sama, petani tidak mengetahui pasar penjualan kedelai. ”Biaya produksi kedelai Rp 7.000 per kilogram. Namun, hanya terjual Rp 6.000 per kilogram. Ini merugikan petani. Kami tetap mendorong petani menanam kedelai dengan memberikan bantuan benih dan pupuk,” ujar Uneef.
Bupati Kuningan Acep Purnama mengatakan, Pemdes Cibulan mampu menggali potensi desa untuk memajukan warga setempat. Dia mendorong 361 desa di Kuningan melakukan hal serupa. ”Kami akan mendukung program pengembangan kedelai,” ucapnya.
Enda Ginting berharap inovasi Pemdes Cibulan dapat ditiru berbagai desa di Tanah Air. ”Pemdes Cibulan menjadikan kedelai sebagai solusi atas permasalahan ekonomi, pangan, kerusakan lingkungan, dan kekurangan lahan,” ujarnya.