Pengelolaan Keuangan Buruk, Daerah Masih Tergantung Pusat
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat terus meningkatkan besaran dana transfer ke daerah dan dana desa atau TKDD setiap tahunnya. Sayangnya, suntikan dana itu tidak dibarengi dengan tata kelola keuangan daerah yang baik dan belanja yang berkualitas. Alhasil, fiskal daerah masih sangat bergantung pada kucuran dana dari pemerintah pusat.
”Daerah masih sangat tergantung dari TKDD dan kualitas belanjanya masih belum terlalu baik. Kepala daerah perlu memperbaiki kemampuan tata kelola keuangan di tingkat desa maupun daerah. Ini penting karena alokasi TKDD terus naik tiap tahun,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) ”Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Tahun 2019” di Jakarta, Rabu (20/2/2019).
Seperti diketahui, alokasi anggaran TKDD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 mencapai Rp 826,77 triliun. Angka itu naik 9,22 persen dari realisasi APBN 2018 yang hanya Rp 756,97 triliun.
Selain Sri Mulyani, hadir pula Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Menteri Desa PDTT) Eko Putro Sandjojo.
Rakornas yang diikuti hampir 3.500 kepala desa dari seluruh Indonesia itu dibuka oleh Presiden Joko Widodo.
Sri Mulyani menjelaskan pernyataannya tersebut dengan memberi contoh Kabupaten Muara Enim di Sumatera Selatan, yang memiliki ketergantungan terhadap TKDD hingga 98 persen. Berbeda dengan Kabupaten Badung di Bali yang hanya butuh 10 persen dana TKDD.
”Jadi, ini masih ada daerah yang sangat-sangat tergantung. Kalau tidak ada transfer dari pusat, (daerah) itu tidak akan bisa bekerja, tidak ada apa-apanya,” ujar Sri Mulyani.
Selain itu, dari sisi pendapatan asli daerah (PAD), masih ada gap yang jauh antara satu daerah dan daerah lain. Sebut saja Badung yang memiliki PAD mencapai 86 persen dari APBD-nya. Di sisi lain, Mamberamo Tengah (Papua) hanya punya PAD sebesar 0,1 persen.
Jadi, ini masih ada daerah yang sangat-sangat tergantung. Kalau tidak ada transfer dari pusat, (daerah) itu tidak akan bisa bekerja, tidak ada apa-apanya.
”Artinya, daerah itu tidak ada sama sekali penerimaan asli daerahnya. Dia hanya sangat bergantung pada berapa rupiah ditransfer oleh pusat untuk mendanai pemerintahan dan kegiatan-kegiatan lain,” katanya.
Kualitas belanja
Masalah lain adalah rendahnya kualitas belanja APBD. Itu bisa dilihat dari porsi belanja pegawai yang lebih tinggi dibandingkan dengan belanja modal.
Sebagai contoh, Kota Bengkulu yang belanja pegawainya mencapai 55,81 persen. Kemudian, ada pula Kabupaten Kuningan di Jawa Barat yang belanja pegawainya mencapai sekitar 93,65 persen dan hanya menyisakan 6,35 persen untuk belanja modal.
”Alhasil, anggarannya habis untuk kegiatan bayar gaji dan belanja barang. Berarti, masyarakat sangat sedikit mendapatkan manfaat atau pembangunannya sangat tidak terjadi di daerah itu,” tutur Sri Mulyani.
Dana desa
Sementara Presiden Joko Widodo dalam pidatonya saat membuka rakornas mengingatkan agar dana TKDD betul-betul dimanfaatkan untuk pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah maupun di desa.
Secara khusus, dia menggarisbawahi soal pentingnya pengelolaan dana desa yang juga terus meningkat tajam tiap tahunnya.
Sebagai catatan, pada tahun 2019, pemerintah telah menganggarkan dana desa melalui APBN mencapai Rp 70 triliun. Dana itu meningkat tajam dibandingkan dengan tahun 2015 yang hanya sebesar Rp 20,7 triliun, kemudian Rp 40,7 triliun pada 2016, Rp 60 triliun pada 2017, dan Rp 60 triliun tahun 2018.
”Ratusan triliun yang kami gelontorkan ke desa-desa ini tak pernah ada dalam sejarah kita. Yang pasti, saya ingin lihat hasilnya dari total dana desa Rp 257 triliun itu apa? Jangan terima anggaran saja enak, tetapi tak menjadi apa-apa,” kata Jokowi.
Oleh karena itu, Jokowi meminta kepada perangkat desa untuk menggunakan dana desa sebaik-baiknya, antara lain untuk proyek jalan desa, jembatan, dan irigasi desa. Kemudian, sebisa mungkin material dan sumber daya manusianya diperoleh dari desa setempat, bukan diambil dari kota.
”Karena semakin tinggi uang muter ke desa, akan memberikan kesejahteraan juga ke desa,” ujar Jokowi.
Sementara itu, Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo menambahkan, prioritas pemanfaatan dana desa pada 2019 diharapkan digeser dari infrastruktur ke pemberdayaan ekonomi dan sumber daya manusia.
Desa dituntut untuk menciptakan dan mengembangkan inovasi baru yang dapat meningkatkan pendapatan desa sekaligus perekonomian rakyat.