Pelaku Pungli Sertifikasi Tanah Manfaatkan Ketidaktahuan Warga
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Praktik pungutan liar pada program pengurusan sertifikat tanah masih muncul di sejumlah tempat di Jakarta. Layanan program yang seharusnya bebas biaya ini dimanfaatkan oknum petugas RT dan RW dengan menarik biaya karena ketidaktahuan warga mengurus sertifikat tanah.
Sejumlah warga di beberapa kelurahan di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan yang mengikuti program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) mengaku dipungut biaya oleh petugas RT atau RW tempat mereka tinggal.
Padahal, Presiden Joko Widodo pada 2018 meminta agar pengurusan sertifikasi tanah melalui PTSL dibuat gratis. Adapun biaya tambahan untuk kebutuhan pembuatan prasertifikat dikenakan biaya Rp 150.000.
Selain itu, PTSL juga merupakan program yang membantu masyarakat yang kurang mampu dalam mengurus alas hak atas tanah dan bangunan mereka. Pemerintah merancang PTSL agar masyarakat tak terlalu sulit mendapatkan sertifikat karena syarat atau ketentuan yang dibutuhkan mudah, seperti tidak harus memiliki akta jual beli (AJB).
Namun, dari penuturan sejumlah warga, mereka terpaksa harus membayar biaya yang tak seharusnya dibayarkan. Seorang warga Kelurahan Cipinang Besar Utara RT 006 RW 014, Jakarta Timur, misalnya, mengaku tidak tahu bahwa program PTSL tidak harus menyertakan syarat kepemilikan AJB. Saat menyerahkan sejumlah berkas untuk pengurusan sertifikat rumahnya, dia mengatakan langsung membayar Rp 3 juta kepada petugas RT yang mendatangi rumahnya.
”Saya enggak tahu jika mengurus sertifikat gratis dan enggak tahu itu uang untuk apa saja. Kata petugas uang tersebut untuk biaya pengurusan akta jual beli hingga sertifikat selesai. Yang penting bereslah,” katanya, Rabu (20/2/2019).
Ia mengatakan, tak ada pilihan lain karena yang penting mempunyai sertifikat tanah dari rumah yang sudah dia dan keluarganya tempati sejak 2004. Sejak mengurus pembuatan akta tanah pada 13 November 2018 hingga sekarang, ia mengaku belum mendapatkan sertifikat tanah.
Pengakuan warga RT 005 RW 008 Kelurahan Cipinang Muara, Jakarta Timur, juga sama. Mereka mengatakan, yang ingin mengurus PTSL juga diminta bayaran oleh petugas RT sebesar Rp 300.000 per rumah.
Korban pungli lainnya, TS, membayar Rp 5 juta demi memperoleh sertifikat tanah milik orangtuanya yang berada di RW 015 Kelurahan Pisangan Baru, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. Pada 30 Januari 2019, pengurus RW di lingkungan TS tinggal meminta biaya Rp 4,5 juta untuk pengurusan sertifikasi tanah. Saat mengambil sertifikat, oknum RW itu masih meminta biaya tambahan Rp 1 juta. Namun, ia tidak memberikan uang itu.
Bukan hanya di Jakarta Timur, kasus serupa juga terjadi di Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Seperti yang dialami Nanah (60), warga RT 002 RW 005, ia diminta biaya Rp 3 juta oleh petugas RW saat mengurus sertifikat tanah rumah pada Oktober 2018. Hingga sekarang ia belum menerima sertifikat tanah, padahal sudah dijanjikan akan selesai Desember 2018.
Begitu pula dengan Deny Lestriama (36), warga RT 008 RW 004, dikenai biaya Rp 3,5 juta. Sejak mengurus sertifikat sejak September 2018 hingga sekarang, ia juga belum menerima sertifikat tanah.
Takut melaporkan
Warga enggan melaporkan kejadian yang dialami terkait dengan pungutan liar dalam program sertifikasi tanah karena takut pengurusannya dipersulit dan lama.
Sekretaris Satgas Saber Pungli Inspektur Jenderal Widiyanto Poesoko mengatakan, masyarakat tidak perlu takut atau khawatir untuk melapor. Masyarakat akan dilindungi jika ada kemungkinan ancaman. Masyarakat bisa langsung melaporkan ke posko-posko yang berada di kantor pemerintah daerah atau call center 193.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 operasi yang utama dari Satgas Saber Pungli adalah tangkap tangan. Sebelum transaksi, masyarakat bisa melapor sehingga bukti lebih kuat. (AGUIDO ADRI)