Kulon Progo Siapkan Tiga Alternatif Lokasi Asrama Haji Embarkasi
Oleh
Haris Firdaus
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyiapkan tiga alternatif lokasi untuk pembangunan asrama haji embarkasi yang akan melayani keberangkatan jemaah haji menuju Arab Saudi. Selain untuk meningkatkan pelayanan terhadap jemaah haji asal DIY, pembangunan asrama haji embarkasi dinilai penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi setelah dibangunnya bandara baru di Kulon Progo.
”Tiga alternatif ini akan dikaji. Untuk keputusannya, kan, masih perlu kajian,” kata Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo seusai menghadap Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, Rabu (20/2/2019), di Yogyakarta.
Tiga alternatif ini akan dikaji. Untuk keputusannya, kan, masih perlu kajian.
Asrama haji embarkasi adalah asrama yang ditempati jemaah haji sebelum mereka berangkat ke Arab Saudi. Selain menyediakan penginapan, asrama haji embarkasi juga menyediakan pelayanan terkait dengan kesehatan, imigrasi, bea cukai, dan sebagainya.
Hingga sekarang DIY belum memiliki asrama haji embarkasi karena Bandara Internasional Adisutjipto, Kabupaten Sleman, DIY, tidak bisa digunakan untuk mendarat pesawat berbadan besar. Oleh karena itu, bandara tersebut tidak memiliki rute penerbangan langsung ke Arab Saudi sehingga jemaah haji asal DIY harus berangkat melalui Bandara Adi Soemarmo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Namun, setelah pembangunan bandar udara baru di Kabupaten Kulon Progo mulai dilakukan, muncul rencana membangun asrama haji embarkasi di DIY. Hal ini karena bandara di Kulon Progo—yang ditargetkan beroperasi secara minimum mulai April 2019—memiliki landasan yang cukup panjang sehingga bisa dipakai untuk mendarat pesawat berbadan lebar dari Arab Saudi.
Hasto memaparkan, lokasi pertama yang ditawarkan untuk pembangunan asrama haji embarkasi itu berada di Desa Triharjo, Kecamatan Wates. Di lokasi ini terdapat lahan dengan luas 11,8 hektar, terdiri dari lahan seluas 9 hektar yang merupakan tanah kas desa dan 2,8 hektar lahan milik Pemerintah Provinsi DIY yang selama ini dipakai untuk pertanian.
Lokasi kedua berada di Desa Margosari, Kecamatan Pengasih, dengan lahan yang tersedia sekitar 6 hektar. Lahan tersebut seluruhnya merupakan milik pribadi warga. Sementara itu, lokasi ketiga berada di Desa Hargomulyo, Kecamatan Kokap. Di lokasi itu terdapat tanah kas desa seluas 20 hektar yang bisa digunakan untuk pembangunan asrama haji embarkasi.
Dari ketiga lokasi tersebut, Hasto menilai, lahan di Triharjo yang paling potensial untuk dipakai sebagai pembangunan asrama haji embarkasi. Salah satu alasannya, sebagian lahan tersebut berstatus sebagai milik Pemprov DIY sehingga proses pembebasannya pun lebih mudah. Selain itu, lahan tersebut juga berada di tepi jalan nasional yang menuju ke lokasi bandara Kulon Progo.
Hasto menambahkan, pihaknya berharap proses pembebasan lahan untuk pembangunan asrama haji embarkasi itu bisa dilakukan bersama-sama oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo dan Pemprov DIY. Secara khusus, Hasto juga berharap agar pembebasan lahan itu bisa dilakukan dengan menggunakan dana keistimewaan yang dikucurkan pemerintah pusat kepada Pemprov DIY.
Hasto menyatakan, pembangunan asrama haji embarkasi itu penting agar masyarakat Kulon Progo benar-benar menikmati pertumbuhan ekonomi setelah pembangunan bandara baru di kabupaten tersebut. ”Kami-kami di daerah, kan, harus merespons pembangunan bandara dengan sebaik-baiknya supaya tidak hanya menjadi penonton,” ujarnya.
Sementara itu, Sultan Hamengku Buwono X menyatakan, lokasi yang akan dipakai untuk pembangunan asrama haji embarkasi itu belum ditentukan. Sultan mengatakan, sampai saat ini pihaknya masih mencari beberapa alternatif lokasi untuk pembangunan asrama haji tersebut. ”Belum tahu. Biar cari pilihan-pilihan dulu,” ujarnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY Edhi Gunawan mengatakan, rencana pembangunan asrama haji embarkasi masih terkendala masalah lahan. Edhi menuturkan, asrama haji itu awalnya direncanakan dibangun di Kabupaten Bantul, DIY, agar terjadi pemerataan ekonomi setelah ada pembangunan bandara baru di Kulon Progo.
Lahan di Bantul yang awalnya disiapkan untuk pembangunan asrama haji embarkasi itu berstatus sebagai Sultan Ground atau milik Keraton Yogyakarta. Namun, persoalan kemudian muncul berkait dengan status lahan.
Edhi memaparkan, asrama haji embarkasi itu direncanakan dibangun memakai anggaran dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Namun, agar anggaran dari SBSN itu bisa dipakai, lahan yang digunakan untuk membangun asrama tersebut juga mesti berstatus sebagai milik Kementerian Agama.
”Selama ini regulasinya seperti itu. Yang bisa dibangun dari anggaran SBSN itu adalah tanah-tanah yang sudah menjadi milik pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama,” ucap Edhi.
Dia menambahkan, Kemenag tidak mempunyai anggaran untuk melakukan pengadaan tanah buat pembangunan asrama haji embarkasi di DIY. Itu karena anggaran untuk pengadaan tanah relatif besar karena harga tanah di DIY juga relatif mahal.
Oleh karena itu, Kemenag berharap pemerintah daerah bisa menghibahkan lahan kepada Kemenag untuk pembangunan asrama haji tersebut. ”Harapannya, tanah itu dihibahkan dari pemerintah daerah kepada Kementerian Agama, baru kemudian Kementerian Agama memerintah membangun infrastrukturnya,” ujar Edhi.