JAKARTA, KOMPAS—Hampir semua depo peti kemas dan tempat parkir truk serta bus di Jakarta Utara tidak mendapat izin dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta. Itu lantaran tempat-tempat tersebut tidak memenuhi ketentuan, terutama soal zonasi tata ruang. Beroperasinya depo dan tempat parkir truk yang melanggar aturan memicu kemacetan.
DKI Jakarta memiliki Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Utara Benhard Hutajulu menuturkan, tata ruang dan zonasi dibuat antara lain dengan mempertimbangkan aliran arus lalu lintas. “Karena itu, depo dan pool (tempat parkir truk dan bus) yang tidak sesuai zonasi menimbulkan kemacetan,” tutur dia usai rapat penanganan kemacetan Jakarta Utara, Rabu (20/2/2019), di Kantor Wali Kota Jakarta Utara.
Benhard mencontohkan, sejumlah depo peti kemas berlokasi di Jalan Laksamana Yos Sudarso. Jika truk trailer akan masuk depo, pengemudi butuh bermanuver dan memperlambat laju truk. Sementara itu, lebar jalan hanya cukup untuk dua lajur kendaraan karena satu lajur lagi khusus untuk bus Transjakarta.
Karena badan truk dan peti kemas yang ditarik panjang, kendaraan-kendaraan di belakangnya harus melambat dan berhenti. Apalagi, jika manuver truk tetap tidak memadai sehingga truk harus mundur kembali sebelum masuk depo, waktu yang digunakan lebih lama lagi sehingga kemacetan lebih panjang.
Berdasarkan data sementara Unit Pelaksana Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UP PTSP) Jakarta Utara, terdapat 90 depo dan tempat parkir di Jakarta Utara, dengan jumlah terbanyak berada di Kecamatan Cilincing (38 tempat). Namun, sejak para pengusaha depo dan tempat parkir kendaraan besar mengajukan izin mulai tahun 2017, hanya satu depo di Jalan Raya Cakung-Cilincing yang berhasil mendapat izin PTSP karena mematuhi peraturan zonasi.
Karena itu, perangkat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Jakarta Utara merencanakan penertiban depo dan tempat parkir truk serta bus yang tidak mematuhi peraturan zonasi. Namun, penertiban butuh data sahih sedangkan data yang ada saat ini belum hasil validasi.
Pemimpin rapat penanganan kemacetan, Kepala Bagian Perekonomian Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara M Alwi, mengatakan, pihaknya akan segera memproses surat tugas bagi satuan kerja dan unit kerja terkait guna mendatangi depo dan tempat parkir dalam rangka pendataan.
Setelah data sahih sudah terkumpul, Alwi meminta Suku Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (CKTRP) Jakarta Utara agar membuat surat edaran bagi para pengusaha tempat tersebut supaya mereka mematuhi peraturan dan diberi tenggat waktu untuk pindah ke tempat yang sesuai zonasi. Namun, solusi juga mesti dipastikan tersedia, yakni alternatif lahan yang sesuai aturan.
Kepala Sudin CKTRP Jakarta Utara Kusnadi menyebutkan, depo dan tempat parkir kendaraan besar di Jakarta Utara sudah beroperasi sejak tahun 1980-an. Mereka terkendala untuk pindah ke tempat sesuai zonasi dengan alasan sulit mencari lahan.
“Namun, sebenarnya lahan tersedia, antara lain di KBN (PT Kawasan Berikat Nusantara) dan Pelindo,” ujar Kusnadi. Karena itu, koordinasi dengan KBN dan PT Pelabuhan Indonesia II diperlukan agar solusi lahan bisa didapatkan sambil penertiban depo dan parkir tidak sesuai zonasi.
Menurut Kusnadi, pemerintah pusat perlu terlibat dalam penertiban depo dan tempat parkir truk serta bus di Jakarta Utara. Sebab, penertiban di sejumlah tempat di luar wewenang Pemprov DKI. Ia mencontohkan, pihaknya tidak bisa menertibkan truk yang parkir di kolong jalan layang tol, karena aset tersebut wewenang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta badan usaha jalan tol.