Pengelolaan sampah di kawasan perkotaan Jabodetabek diakui telah menunjukkan kemajuan. Kepedulian semua pihak, mulai dari warga hingga pemerintah dan pihak swasta, makin tinggi. Adopsi teknologi dilakukan agar pengolahan sampah makin efektif. Namun, sejauh ini, terobosan yang dilakukan baru memetik sedikit sukses. Masalah besar sampah masih jauh dari dituntaskan.
JAKARTA, KOMPAS — Hari Peduli Sampah akan diperingati pada Kamis (21/2/2019). Hari itu tepat 14 tahun pascakejadian longsor bukit sampah di Leuwigajah, Kota Cimahi, Jawa Barat, yang menewaskan lebih dari 130 orang. Kejadian itu membuka mata tentang pentingnya pengelolaan sampah yang tepat, terutama realisasi pengelolaan kawasan pengolahan sampah yang ramah lingkungan serta aman bagi masyarakat.
Di Ibu Kota, kini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggenjot pembenahan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang yang berada di Kota Bekasi. Selain itu, pembangunan pengolahan sampah di dalam kota atau intermediate treatment facility (ITF) juga ditargetkan segera terealisasi.
Di Kota Tangerang, sampah dari rumah tangga dan pasar diangkut dan dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Rawa Kucing, Kedaung Wetan, Neglasari, Kota Tangerang, Banten. Tempat ini sudah ada sejak tahun 2003, tetapi baru tertata mulai tahun 2014.
”Awalnya, lahan di TPA hanya 20 hektar, lalu dikembangkan menjadi 32 hektar setelah dilakukan pembebasan lahan,” kata Kepala UPT TPA Rawa Kucing Diding Sudirman, Senin (18/2/2019). Ia didampingi Kepala Tata Usaha UPT TPA Rawa Kucing Marsan.
Kota Tangerang boleh berbangga dengan TPA-nya itu. Sekitar 15 hektar (ha) dari total luas lahan untuk tempat penampungan sampah, 2 ha untuk penghijauan, 7 ha untuk pusat pembangkit listrik tenaga sampah, dan sisanya untuk pemrosesan akhir sampah seperti pembuatan kompos, kolam air lindi dan kolam resapan, juga pembibitan.
”Sejak tahun 2014 dan 2015, kawasan TPA ini mulai ditata dengan menghadirkan taman. Sekarang, kawasan ini hijau, rindang, dan sejuk. Tidak kotor, tidak kumuh, dan tidak bau lagi. Enak dipandang,” kata Marsan.
Pemerintah Kota Tangerang juga menjadikan TPA Rawa Kucing sebagai tempat wisata edukasi dan rekreasi. ”Tahun 2018, jumlah pengunjung dalam seminggu mencapai 4.000 orang,” kata Marsan.
Di Kota Bekasi, sejak kontrak pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di TPA Sumur Batu ditandatangani pada 2016, pembangkit akhirnya melalui tahapan uji coba. Uji coba pembangkit listrik dilakukan nonstop mulai dari Selasa (5/2/2019) hingga Rabu (6/2/2019).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Jumhana Luthfi, di Bekasi, Jumat (8/2/2019), mengatakan, uji coba dihadiri perwakilan dari dinas lingkungan hidup, laboratorium daerah, dan PT Nusa Wijaya Abadi sebagai pengembang PLTSa. Pihak laboratorium daerah mengambil hasil uji coba untuk menilai kelayakan operasional alat dan keamanan lingkungan.
Beberapa aspek dalam uji coba itu melebihi ekspektasi. Sebagai contoh, sampah yang digunakan 3,3 ton per jam, melampaui target 2,3 ton sampah per jam. ”Dalam uji coba selama 24 jam itu, kami berhasil memproduksi listrik 1,5 megawatt,” kata Presiden Direktur PT Nusa Wijaya Abadi, Tenno Sujarwanto.
Sukses kecil ini masih butuh pembuktian selanjutnya untuk dapat memastikan bisa tidaknya realisasi program PLTSa dilakukan.
Depok dan Tangerang Selatan
Langkah maju para tetangganya ternyata belum berpengaruh pada Kota Depok. Pada 2018, Depok gagal meraih piala Adipura karena sistem buruk pengelolaan sampah di TPA Cipayung. Tahun ini, Depok berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk pembinaan mekanisme pengelolaan sampah di Cipayung.
Selama ini, TPA Cipayung masih menggunakan sistem open dumping atau pembuangan tanpa perlakuan lebih lanjut. Padahal, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengharuskan rehabilitasi TPA terbuka atau open dumping menjadi controlled landfill (sampah dipadatkan) atau sanitary landfill (sampah diuruk).
Dihubungi pekan lalu, Kepala Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) TPA Cipayung Ardan Kurniawan mengatakan, TPA Cipayung juga sudah masuk kategori melebihi kapasitas.
Pengelolaan TPA Cipeucang, Jalan Kapling Nambo, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten, juga masih tertinggal. Sejauh pengamatan, dua pekan lalu, kawasan TPA Cipeucang tidak terawat baik. Kesan kumuh, kotor, serta bau melekat pada TPA tersebut. Ada sedikit perubahan di kawasan itu, seperti taman di bagian depan dan tembok yang membatasi kawasan perkantoran dengan lahan kosong di depannya.
”Menurut rencana di lahan kosong depan ini akan dibangun PTLSa. Belum tahu kapan, diharapkan secepat mungkin segera dibangun agar persoalan sampah Tangsel teratasi,” kata petugas dari UPT TPA Cipeucang, Saeful, Kamis (7/2/2019).
Tidak sembarang orang yang bisa masuk ke tempat penampungan sampah di Cipeucang. ”Hanya petugas dan truk yang bisa masuk ke dalam. Harus minta izin dulu ke UPT,” kata petugas jaga di pintu masuk tempat penampungan. Pintu masuk dijaga tiga orang. Setiap truk masuk tidak terlihat harus menimbang sampah yang dibawa. Petugas hanya mencatat dan truk masuk.
”Dalam sehari ada sekitar 90 rit truk sampah masuk ke TPA ini. Truk mengangkut sekitar 300 ton sampah yang belum diolah atau dipisahkan. Sampah dari 54 kelurahan di tujuh kecamatan,” kata Saeful.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan Toto Sudarto mengatakan, selama ini TPA Cipeucang tidak maksimal menampung 800 ton per hari sampah rumah tangga dan industri. Yang tertampung hanya sekitar 300 ton hari.
Sembarangan
Tangerang Selatan memang masih berkutat dengan sampah yang tak terkelola. Salah satunya terlihat di kawasan pinggir rel kereta api dekat Stasiun Sudimara, Jombang, Ciputat. Kawasan ini sudah berpuluh tahun menjadi tempat pembuangan sampah tidak resmi. Menurut warga, selama ini tidak ada petugas yang mengangkut sampah di tempat itu karena terkendala akses jalan.
Jarak lokasi tumpukan sampah dari Stasiun Sudimara sekitar 400 meter ke arah Serpong. Senin kemarin, seorang warga tampak membawa tong hijau, lalu menuang sampah ke area sampah yang terbakar.
Area pembuangan memanjang mencapai 200 meter. Tinggi sampah mencapai 1 meter dengan lebar 10-15 meter. Di tempat itu terdapat plang pengumuman dari PT Kereta Api Indonesia (KAI): ”Dilarang membuang sampah di sekitar jalur kereta api”. (INSAN ALFAJRI/KRISTI DWI UTAMI)