Penyuap Wali Kota Pasuruan Bersikukuh Bukan Pelaku Utama
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Muhammad Baqir, terdakwa penyuap Wali Kota Pasuruan Setiyono, bersikukuh bahwa dirinya bukan pelaku utama. Dia beralasan tidak pernah berinisiatif menyuap untuk mendapatkan proyek. Pejabat Pemerintah Kota Pasuruan-lah yang memintanya memberikan uang sebesar 5 persen dari nilai proyek sebagai fee untuk wali kota.
Penolakan itu disampaikan terdakwa dalam pledoi atau nota pembelaan yang disusun kuasa hukum terdakwa Suryono Pane. Adapun nota pembelaan itu dibacakan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya yang dipimpin majelis hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan, Senin (18/2/2019).
”Memohon kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman seringan-ringannya,” ujar Suryono Pane.
Baqir didakwa jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dakwaan melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Ancaman hukumannya lima tahun penjara.
Berdasarkan fakta persidangan, Baqir terbukti menyuap Setiyono Rp 115 juta. Uang itu merupakan fee dari proyek pembangunan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (KUKM) pada Dinas Koperasi dan UMKM Kota Pasuruan tahun 2018 dengan pagu Rp 2,297 miliar.
Proyek PLUT ini awalnya dirancang untuk dimenangkan CV Sinar Perdana milik Wongso Kusumo. Perencanaan itu dilakukan melalui rekayasa dalam Sistem Pengadaan secara Elektronik Kota Pasuruan. Saat itu ada 21 perusahaan yang mendaftar, tetapi hanya CV Sinar Perdana yang mengajukan penawaran Rp 2,21 miliar.
Akan tetapi, setelah dievaluasi, perusahaan itu tidak memenuhi persyaratan teknis personel inti sehingga lelang dinyatakan gagal. Setelah gagal itulah, Staf Ahli Bidang Hukum, Politik, dan Pemerintahan Kota Pasuruan Dwi Fitri Nur Cahyo menghubungi Baqir dan memintanya ikut lelang ulang. Perusahaan Baqir, yakni CV Mahadir, mampu memenuhi persyaratan teknis ataupun nonteknis.
Suryono Pane mengatakan, pada Desember 2018, pihaknya mengajukan permohonan sebagai justice collaborator atau terdakwa yang bekerja sama dengan penyidik. Namun, permohonan itu ditolak KPK. Penolakan itu disampaikan dalam materi tuntutan dengan alasan terdakwa tidak memenuhi syarat karena merupakan pelaku utama dalam perkara suap ini.
Jaksa KPK menuntut agar majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan. Tuntutan itu dinilai memberatkan terdakwa sebab pihaknya merasa sebagai korban. Alasannya, tanpa menyuap pun perusahaan terdakwa mampu memenuhi persyaratan lelang dan memenangi proyek tersebut.
Menanggapi nota pembelaan terdakwa, jaksa KPK Amir Nurdianto mengatakan, pihaknya tetap pada materi tuntutannya. Terkait hal itu, hakim I Wayan Sosiawan memutuskan melanjutkan sidang pada pekan depan dengan materi pembacaan putusan.
Sebagai tambahan informasi, terdakwa Baqir ditangkap KPK saat sedang menyetorkan uang kepada Setiyono. KPK juga telah menetapkan Setiyono bersama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Pasuruan Mohammad Agus Fadjar serta Staf Ahli Bidang Hukum, Politik, dan Pemerintahan Kota Pasuruan Dwi Fitri Nur Cahyo sebagai tersangka. Berkas perkaranya segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya agar bisa disidangkan.