DEPOK, KOMPAS -- Persoalan terkait sampah masih menjadi pekerjaan rumah yang belum diselesaikan oleh Kota Depok, Jawa Barat. Meski belum maksimal, mekanisme pengolahan sampah sejak dari sumber sudah mulai diterapkan. Selain itu, revitalisasi tempat pemrosesan akhir sampah juga akan menjadi pilihan Kota Depok untuk membereskan masalah sampah.
Pada 2018 lalu, Kota Depok, Jawa Barat gagal meraih piala Adipura karena sistem pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Cipayung, Depok, tidak rapi. Tahun ini Pemerintah Kota (Pemkot) Depok sedang berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk pembinaan terkait mekanisme pengelolaan sampah di TPA Cipayung.
Selama ini, TPA Cipayung masih menggunakan sistem open dumping atau sistem pembuangan tanpa perlakuan lebih lanjut. Padahal, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah mengharuskan rehabilitasi Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) terbuka atau open dumping menjadi controlled landfill (sampah dipadatkan) atau sanitary landfill (sampah diuruk).
Dihubungi pekan lalu, Kepala Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) TPA Cipayung Ardan Kurniawan menjelaskan, selain masih menggunakan sistem open dumping, TPA Cipayung juga sudah masuk kategori melebihi kapasitas.
"Kapasitas TPA Cipayung dalam menampung sampah adalah sebesar 850 ton-900 ton per hari. Sementara itu, setiap harinya Kota Depok menghasilkan sampah sekitar 1.500 ton," ujar Ardan. Artinya, ada kelebihan sekitar 550-600 ton sampah yang harus ditampung TPA Cipayung.
Lebih lanjut Ardan menjelaskan, tinggi tumpukan sampah di TPA Cipayung saat ini mencapai 20 meter. Tinggi tersebut sudah melebihi batas tinggi ideal yakni 15 meter. Akibatnya, tumpukan sampah sering kali longsor.
Selama ini, sampah yang masuk ke TPA Cipayung mayoritas belum dipilah. Padahal pemilahan perlu dilakukan untuk menggurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA Cipayung. Sebab, idealnya TPA hanya menerima sampah residu, bukan semua sampah.
Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK) Kota Depok Iyay Gumilar memaparkan, saat ini baru sekitar 20 persen keluarga di Kota Depok yang memilah sampah rumah tangga mereka. Salah satu hal yang masih menjadi tantangan besar Dinas LHK Depok dalam mengelola sampah adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mau memilah sampah.
Menurut Iyay, di Depok, sampah rumah tangga idealnya dipilah menjadi tiga yakni, organik, anorganik, dan residu. Sampah organik biasanya akan diambil oleh petugas Unit Pengolahan Sampah (UPS) dan diolah menjadi pupuk kompos. Warga bisa menukarkan sampah organik rumah tangga mereka dengan satu karung pupuk kompos.
"Sementara itu, sampah anorganik biasanya diserahkan ke bank-bank sampah. Warga bisa \'menguangkan\' sampah-sampah anorganik tersebut, terutama yang masih layak untuk didaur ulang," ucap Iyay. Adapun untuk sampah residu langsung dibawa dan diolah di TPA Cipayung.
Di Kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok, mekanisme pemilahan sampah dari sumber sudah dilakukan lebih kurang empat tahun terakhir. Warga dibiasakan untuk memilah terlebih dahulu sampah rumah tangga mereka.
Tak hanya membiasakan warganya memilah sampah, Pemkot Depok juga membangun fasilitas pengolahan sampah melalui UPS di kelurahan tersebut. Sementara bank sampah yang dikelola oleh swasta maupun kelompok-kelompok masyarakat juga terus digalakkan.
Di Kelurahan Beji, Kecamatan Beji, Kota Depok misalnya, pengelola Bank Sampah Mentari, Isnarto, menerapkan sistem pembayaran uang sekolah dengan sampah anorganik. Bank sampah tersebut terintegrasi dengan Pendidikan Anak Usia Dini Maskoki. Orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di tempat itu bisa membayar dengan sampah anorganik. Harapannya, strategi ini bisa menarik masyarakat untuk mau memilah sampah sebelum dibuang ke TPA Cipayung.
Revitalisasi
Selain memilah sampah dari sumber, Pemkot Depok juga berencana merevitalisasi TPA Cipayung. Saat ini pihak TPA tengah berupaya merampungkan kajian rencana revitalisasi TPA Cipayung.
Kini ada dua pilihan revitaliasi yang dapat diterapkan oleh pemkot dan pengelola TPA Cipayung yakni, insenerasi atau pembakaran dan landfill mining atau penambangan. Namun, dari dua pilihan itu menurut Ardan pilihan lebih condong pada landfill mining.
"Landfill mining adalah metode pengolahan sampah dengan cara mengekstrasi sampah yang selama ini ditimbun begitu saja. Sampah-sampah yang telah tertimbun bertahun-tahun itu akan ditambang lalu diproses menggunakan teknologi menjadi bahan bakar pengganti batubara," tutur Ardan.
Dengan metode ini, volume sampah di TPA Cipayung diperkirakan akan berkurang antara 60-70 persen dari volume sampah yang ada saat ini. Sehingga, daya tampung TPA Cipayung bisa menjadi lebih besar dan persoalan kelebihan kapasitas di TPA Cipayung tidak akan terjadi lagi.
Kajian revitalisasi diperkirakan Ardan akan selesai setidaknya pada tahun ini. Sementara untuk revitalisasi kemungkinan akan dimulai pada 2020.