KPK Terus Dorong Transparansi Pengadaan Barang dan Jasa
Oleh
Hamzirwan Hamid
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemberantasan Korupsi mendampingi penandatanganan kesepakatan lima kementerian untuk memanfaatkan katalog elektronik sektoral dalam pengadaan barang dan jasa. Upaya ini menjadi salah satu prioritas lembaga antirasuah dalam menerapkan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.
Hari ini, Jumat (15/2/2019), kesepakatan itu ditandatangani Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) bersama perwakilan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Pertanian. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo turut menyaksikan acara tersebut di Gedung LKPP, Jakarta.
"Ini dibuat sebagai upaya evaluasi pengadaan barang dan jasa secara elektronik. Kami melihat, di semua kementerian sudah ada perbaikan. Dengan kompleksitas kebutuhan yang beragam di setiap kementerian, kami meminta mereka untuk transparan," kata Saut yang ditemui usai acara tersebut.
Kesepakatan tersebut merupakan salah satu upaya prioritas dalam menjalankan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Desember 2018 lalu, KPK menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) sebagai upaya melaksanakan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Stranas PK. SKB ditandatangani Menteri PPN/Bappenas Bambang PS Brodjonegoro, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
"Prioritas Strategi Nasional Pencegahan Korupsi itu ada tiga, yaitu dalam hal pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan penegakan hukum. Ini baru langkah pertama, tetapi ini juga ada kaitannya dengan prioritas yang lain," tuturnya.
Pengadaan barang dan jasa secara elektronik atau e-procurement melalui katalog elektronik (e-katalog) diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2015, yang merupakan perubahan keempat atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010. Ini mewajibkan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, institusi untuk melaksanakan pengadaan barang dan jasa melalui e-procurement.
Dengan kesepakatan kerja sama yang akan menghasilkan e-katalog bersama atau sektoral ini, KPK dan LKPP hadir untuk melakukan pendampingan dan pengawasan. Kewenangan KPK dan LKPP tidak hanya untuk e-katalog di pemerintah pusat, tetapi juga e-katalog daerah yang bisa dimanfaatkan pemerintah daerah.
Perencanaan anggaran dan pengadaan barang kerap menjadi celah korupsi di pemerintahan. Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), selama 2018, sebanyak 47 persen, atau 214 dari 454 kasus korupsi yang ditangani aparat penegak hukum, terkait korupsi pengadaan barang dan jasa. Jumlah itu merugikan negara hingga Rp 973 miliar dengan nilai suap mencapai Rp 45 miliar.
Tata kelola
Jumlah korupsi pengadaan barang dan jasa tahun lalu meningkat dari jumlah kasus korupsi terkait di 2017, yang mencapai angka 42 persen, atau 241 dari total 576 kasus korupsi yang ditangani aparat penegak hukum.
E-procurement sudah dimulai lebih awal oleh beberapa kementerian, termasuk Kementerian Dalam Negeri. Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan, e-procurement dibutuhkan untuk membangun tata kelola pemerintahan, baik pusat maupun daerah, agar makin efektif dan efisien dalam mempercepat reformasi birokrasi.
"Mohon maaf kalau teman-teman di daerah banyak terlibat korupsi, mungkin itu faktor pemahaman sumber daya manusia kita. Untuk itu, kita akan mengoptimalkan dan fokus pada semua hal yang berkaitan dengan perencanaan anggaran dan pengadaan barang dan jasa. Semoga kedepannya, pengadaan barang lebih terukur dan akurat, serta tidak ada kaitan dengan korupsi," tutur Tjahjo. (ERIKA KURNIA)