Pergerakan tanah di Desa Sudamanik, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten menyebabkan 104 rumah rusak. Warga mencemaskan peristiwa yang dipicu hujan deras itu karena dinding rumah mereka retak dan bisa roboh sewaktu-waktu.
Oleh
Dwi Bayu Radius/Abdullah Fikri Asri
·4 menit baca
LEBAK, KOMPAS – Pergerakan tanah di Desa Sudamanik, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten menyebabkan 104 rumah rusak. Warga mencemaskan peristiwa yang dipicu hujan deras itu akan berulang karena dinding rumah mereka retak dan bisa roboh sewaktu-waktu.
Ketua RT 001 RW 009 Desa Sudamanik, Ubay (51), Minggu (10/2/2019), mengatakan, pergerakan tanah tidak terasa berguncang seperti gempa. Meski demikian, terdengar gemeretak karena dinding rumah yang retak. Pergerakan tanah terjadi sejak akhir Januari 2019.
Berdasarkan pengamatan di beberapa rumah, dindingnya sudah retak dengan panjang hingga 30 sentimeter (cm). Retakan-retakan dengan lebar hingga 2 cm terlihat ditambal kantung plastik. Sejumlah bambu digunakan untuk menopang rangka atap rumah.
Di halaman rumah lainnya, bambu-bambu juga dipancangkan untuk menahan dinding. Puing-puing rumah yang terdiri dari antara lain batu, kusen jendela, kayu, anyaman bambu, dan genteng tersusun rapi di tepi jalan setapak. Jalan setapak di desa itu pun tampak retak.
Menurut Ubay, rumah yang rusak berada di dua RT, yaitu 001 dan 002 di RW 009, Kampung Jampangcikuning. Di RT 001, rumah yang rusak berjumlah 64 unit dan di RT 002 berjumlah 40 unit. “Ada satu rumah yang dihuni empat orang, ambruk total. Mereka harus mengungsi ke rumah familinya,” ucapnya.
"Pemerintah Kabupaten Lebak diharapkan segera memperbaiki rumah-rumah tersebut. Jika perlu, keluarga-keluarga yang rumahnya rusak, direlokasi. Perlu diselidiki, apakah lahan di sini layak digunakan untuk membangun rumah atau tidak,” kata Ubay.
Menurut Ati Maryani (24), warga Desa Sudamanik lainnya, rumahnya dengan luas sekitar 100 meter persegi sudah separuhnya ambruk. Bagian depan rumah itu ambruk, Selasa (5/2). “Rumah saya diperbaiki seadanya. Kalau malam, kami tidur bersama-sama di satu kamar. Rumah ini dihuni lima orang,” ujarnya.
Ati mengatakan, gemeretak karena dinding yang retak kerap terdengar pada dini hari. Peristiwa itu selalu diawali hujan deras. “Dinding biasanya retak mulai pukul 01.00. Semua penghuni keluar rumah karena takut. Gemeretak baru berhenti sekitar pukul 03.00,” katanya.
Jika setelah satu jam bunyi itu tidak terdengar lagi, mereka baru berani masuk rumah. Namun, gemeretak kerap terdengar lagi. “Mungkin satu kampung, rumahnya rusak semua. Syukurlah tak ada korban jiwa. Kerusakan rumah yang dipicu hujan deras baru terjadi pada tahun ini,” katanya.
Ati sudah menerima bantuan berupa 10 kilogram beras dan satu dus berisi 40 bungkus mi instan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak pada pertengahan pekan ini. Dia berharap, Pemkab Lebak bisa memperbaiki rumahnya.
Longsor Kuningan
Sementara itu, hujan yang mengguyur tiga hari terakhir di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, memicu longsor di 15 titik. Meskipun tidak ada korban jiwa, bencana tersebut menutup jalan bahkan mengancam rumah warga.
Hingga Minggu (10/2/2019) sore, Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BPBD Kabupaten Kuningan, mencatat 15 titik longsor yang tersebar di sejumlah desa. Longsor terjadi di Desa Bakom, Sagarahiyang, Cimenga, dan Jagara (Kecamatan Darma); serta Desa Cilebak dan Desa Bungurberes (Cilebak).
Desa Cantilan dan Desa Jamberama (Selajambe), Desa Cikubangsari (Kramatmulya), serta Desa Citapen, Pasiragung, dan Tundangan (Hantara) juga tidak luput dari terjangan longsor. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Namun, sejumlah ruas jalan antardesa sempat tertimbun longsor. Pengendara roda dua dan roda empat pun tidak bisa melintas.
"Satu rumah yang dihuni empat orang di Dusun Wage, Desa Cilebak juga rusak tertimbun longsor, Minggu. Korban sementara mengungsi ke rumah keluarganya di dusun yang sama,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Kuningan Agus Mauludin.
Longsor sepanjang 150 m dengan lebar 4 m dan ketebalan 6 m juga menutup ruas jalan Cilebak – Legokherang. Akses warga ke desa itu terputus. Menurut Agus, selain membuat drainase, pihaknya bersama masyarakat dan pemerintah kecamatan setempat tengah berupaya mendatangkan alat berat untuk membersihkan bekas material longsor.
Longsor juga menyebabkan tembok penahan tebing ambrol. Di Desa Jamberama, tebing sepanjang 5 meter dan tinggi 3 meter merusak dua rumah yang dihuni sembilan jiwa, termasuk dua balita. Korban sempat mengungsi ke bangunan sekolah setempat. Sementara di Desa Tundangan, tebing setinggi 20 meter mengandam dua rumah berisi enam jiwa.
“Petugas BPBD Kuningan sudah menyebar ke daerah yang rawan bencana banjir dan longsor. Selain melakukan pendataan, kami juga meminta masyarakat untuk waspada terhadap bencana,” ujar Agus. Pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jatiwangi terkait kondisi cuaca.
Prakirawan BMKG Jatiwangi Ahmad Faa Iziyn mengatakan, berdasarkan pengamatan cuaca, terdapat potensi cuaca ekstrem seperti hujan deras, puting beliung, dan gelombang tinggi di perairan Cirebon serta Indramayu. “Februari adalah puncak musim hujan. Curah hujan bisa mencapai di atas 300 milimeter per bulan. Ini kategori tinggi,” ujarnya.