Puluhan seniman di Balikpapan, Kalimantan Timur, memberi “kado” spesial bagi kotanya yang berulang tahun ke-122, Minggu (10/2/2019). Sabtu malam hingga Minggu dini hari, mereka menggelar serangkaian acara seni, pemutaran film tentang potensi seni-budaya, dan diskusi.
Serangkaian acara bertajuk “Seniman Peduli, Kado Untuk Balikpapan” ini juga sekaligus kritik kepada pemerintah daerah yang dianggap belum memberi dukungan riil bagi perkembangan seni dan budaya. Acara ini berkonsep “nol rupiah” karena para seniman melakukan mandiri alias merogoh kocek sendiri.
Beberapa komunitas yang berpartisipasi adalah Sape Ansamble Balikpapan Society (SABS), Teater Junjung Nyawa, Sanggar Seni Atap Jerami, Borneo Boi Hiphop, Wildest Dream Project, Ammo, Prahara Novia, Gambar Gerak, hingga Stand Up Comedy Balikpapan.
Mereka tampil bergantian di atas panggung di Taman Tiga Generasi, salah satu taman publik di Kota Balikpapan. Beberapa perupa juga unjuk kebolehan, antara lain melukis. Beberapa seniman juga membacakan puisi tentang keresahan-keresahan mereka.
“Kami berharap dukungan masyarakat, karena itu ada kotak donasi. Untuk beli peralatan sound system, mixer, dan juga stand mic. Kalau bisa punya peralatan itu, kami bisa menggelar acara seperti ini lebih optimal,” kata Iyai Arbie, komika, yang menjadi pembawa acara.
Puluhan seniman di Balikpapan, Kaltim, menggelar pertunjukan seni bertajuk "Seniman Peduli, Kado Untuk Balikpapan", Sabtu (9/2/2019) malam. Serangkaian acara seni ini ditujukan untuk Kota Balikpapan yang berulang tahun ke-122, Minggu (10/2) ini.Arbie dan beberapa seniman, akhirnya bergantian memegang mikrofon, membantu mereka yang tampil menyanyi sembari memainkan alat musik. Untuk acara ini, para seniman meminjam sejumlah peralatan dari beberapa teman. Bahkan, ada penonton yang berinisiatif meminjamkan lampu, karena melihat pentas tersebut kekurangan lampu.
Pendiri Teater Junjung Nyawa Yudi Pratama mengatakan, menumbuhkan geliat seni di Balikpapan tidaklah mudah. Kota ini telanjur dikenal dan terbiasa disebut kota industri dan jasa. Perhatian pemerintah minim. Bahkan, tidak ada gedung yang representatif dan relatif terjangkau biaya sewanya.
Menjangkau Gedung Kesenian Balikpapan, menurut Yudi, ibarat mustahil. Biaya sewa yang bisa mencapai Rp 10 juta per hari jelas tidak terjangkau. “Namun teater mesti hidup. Kami harus ciptakan ruang dan kesempatan sendiri. Antara lain, ya, lewat cara seperti ini,” kata Yudi.
Gedung Kesenian Balikpapan itu juga menjadi obyek lukisan yang digambar Abi Ramadhan. Abi mengutarakan, nyaris tidak ada ruang yang mudah dan murah bagi seniman. “Balikpapan tidak punya galeri seni. Minim acara seni, minim diskusi seni. Namun, kami, sebagai seniman, harus terus berkarya. Di Balikpapan, seniman dituntut lebih. Tidak hanya sebagai pengkarya, tapi juga penggerak,” kata dia.
Eko, dari Sanggar Atap Jerami, mengungkapkan, pertunjukan seni ini adalah kado yang dipersembahkan untuk Balikpapan di hari ulang tahun ke-122. “Kami ingn menunjukkan kualitas seniman Balikpapan yang sangat potensial untuk mendukung kemajuan kota. Tanpa dukungan anggaran pemerintah, kami bisa bergerak dan memberi,” kata dia.
Nanine, warga Balikpapan yang didapuk sebagai pembawa acara secara dadakan pun menyatakan salut. “Ketika banyak komunitas di Balikpapan bergerak dan menyebar proposal mencari dana, mereka tidak melakukan itu. Ternyata bisa. Saya langsung bersedia saat dimintai tolong. Acara seperti ini sangat jarang di Balikpapan,” kata Nanine yang adalah pembawa acara atau MC profesional ini.
Menariknya lagi, aktivitas seniman-seniman ini mendapat perhatian dari dua pelajar penggemar videografi. Riandy, pelajar SMK Airlangga Balikpapan dan Rikqi pelajar SMKN 1 Balikpapan membuat video singkat berdurasi 1 menit 50 detik. Mereka berdua, sejak beberapa bulan terakhir, ikut membantu acara-acara yang diadakan seniman ini.
Video berjudul “Kado Untuk Balikpapan” itu menceritakan tentang geliat seni di Balikpapan. Riqki dan Riandi menyebut ingin menggambarkan apa yang selama ini tidak atau belum banyak terekpos di Balikpapan, yakni aktivitas seniman-seniman yang mandiri dalam bergerak.
Puluhan seniman ini berkolaborasi beberapa kali sejak tahun 2018 lalu dengan menggelar pertunjukan seni dan pameran yang berbiaya nol rupiah. Akhir Desember 2018 lalu, menggelar aksi solidaritas bencana. Acara dadakan yang dipersiapkan tiga hari itu, ternyata menjadi acara kolaborasi seni lintas genre terbesar di Balikpapan.
Januari 2019 lalu, mereka menggelar pameran Sinergi, juga secara mandiri. Pameran itu menjaring 30-an pengkarya dari beberapa daerah di Kaltim, yakni Balikpapan, Samarinda, Tenggarong, dan Bontang. Sejumlah komunitas seni juga ikut memeriahkan pameran tersebut.
Gamayel, komika nasional, yang juga menggawangi Stand Up Comedy Balikpapan, memahami keresahan seniman-seniman di kota ini yang ingin eksis, terus berkarya, dan bisa bergerak meski dana terbatas. Apa yang ditampilkan ini, termasuk tontonan yang jarang bagi warga Balikpapan.
Setelah serangkaian pertunjukan seni, acara masih dilanjutkan dengan diskusi seni hingga Minggu (10/2) dini hari. Lalu, berlanjut siang harinya. “Apa yang sudah dilakukan, cara bergerak yang seperti ini adalah yang diperlukan Balikpapan. Perlu upaya lebih keras agar tumbuh apresiasi seni di masyarakat,” kata Abi Ramadan, yang mengevaluasi acara.