PBB: Pembunuhan Khashoggi Direncanakan Pejabat Arab Saudi
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
GENEVA, JUMAT — Laporan hasil penyelidikan misi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengungkapkan, jurnalis senior Arab Saudi, Jamal Khashoggi, merupakan korban pembunuhan berencana oleh pejabat Saudi.
”Bukti yang dikumpulkan selama misi saya ke Turki menunjukkan, Khashoggi adalah korban pembunuhan brutal yang direncanakan dan dilakukan oleh pejabat Arab Saudi,” kata Agnes Callamard, Pelapor Khusus PBB, Kamis (7/2/2019) waktu Geneva.
Callamard mengunjungi Turki pada 28 Januari-3 Februari 2019. Ia didampingi tiga ahli lain. Menurut dia, pembunuhan terhadap jurnalis kawakan Saudi yang menetap di Amerika Serikat itu dilakukan secara matang dan terencana.
Menurut Callamard, perencanaan itu termasuk perjalanan tiga tim yang melakukan operasi (ke lokasi kejadian), kehadiran seseorang yang mirip Khashoggi dan terlihat meninggalkan lokasi kejadian, kehadiran seorang dokter forensik, pelarian diri anggota tim (dari lokasi kejadian), dan pembuangan jasad Khashoggi.
Callamard juga mengklaim bahwa pihaknya memiliki akses ke sejumlah barang bukti berupa audio yang ”mengerikan”, yang diperoleh Badan Intelijen Turki. Ia juga mengklaim telah dijanjikan untuk diberikan akses pada laporan forensik dan kepolisian yang amat penting untuk mendukung penyelidikannya itu.
Menurut Callamard, pejabat Saudi telah mempersulit dan menunda upaya Turki dalam menyelidiki lokasi kejadian, tepatnya di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki. Pada 2 Oktober 2018, Khashoggi ke kantor konsulat itu dalam rangka mengurus dokumen persyaratan nikah. Ia kemudian menghilang dan diketahui telah dibunuh.
Callamard dan timnya belum bisa memastikan tujuan Pemerintah Arab Saudi. ”Kita belum bisa menentukan secara pasti apabila tujuannya adalah untuk menculik Khashoggi dan apabila pembunuhan itu terjadi karena upaya penculikan itu gagal,” katanya.
Fahrettin Altun, Direktur Komunikasi Presiden Turki Tayyip Erdogan, menyatakan, laporan PBB itu sejalan dengan temuan penyelidikan Turki. Pihaknya juga bersedia bekerja sama dengan PBB dalam menyelidiki kasus Khashoggi.
”Dunia menyaksikan. Turki, bersama dengan semua negara yang percaya pada demokrasi dan kebebasan, berupaya menegakkan keadilan dan menemukan kebenaran (kasus Khashoggi),” katanya, Jumat, 8 Februari, dalam rilis untuk media.
Altun juga mengungkapkan, Saudi dianggap Turki masih belum terbuka dalam mengungkapkan proses penyelidikannya terkait pembunuhan Khashoggi.
”Selama empat bulan terakhir, pihak berwenang Arab Saudi kurang terbuka kepada rekan-rekan Turki mereka dan masyarakat internasional mengenai urusan terkait Khashoggi,” ujar Altun.
Turki juga mendesak agar Arab Saudi mengekstradisi 11 tersangka pembunuh Khashoggi ke Turki sebagai semacam bukti Saudi benar-benar serius menangani kasus itu demi menegakkan keadilan. Namun, permintaan itu ditolak Riyadh.
Saat ini, keberadaan jasad Khashoggi masih belum diketahui. Erdogan pernah mengatakan, pembunuhan terhadap Khashoggi diperintahkan oleh pejabat tertinggi Pemerintah Arab Saudi, termasuk Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman. Tuduhan itu dibantah keras oleh Riyadh.
Selain itu, The New York Times juga mengungkapkan, setahun sebelum Khashoggi dibunuh, Pangeran menyatakan kepada salah satu ajudannya bahwa dirinya akan menggunakan ”peluru” apabila Khashoggi tidak kembali ke Saudi. Khashoggi tinggal di AS dan bekerja sebagai penulis untuk The Washington Post. Ia sering mengkritik kepemimpinan Pangeran Mohammed bin Salman.
Menurut hasil investigasi intelijen AS, pernyataan ”peluru” belum tentu berarti penggunaan senjata api. Namun, kata-kata itu menunjukkan niat Pangeran untuk membunuh Khashoggi apabila ia tidak kembali ke Saudi. (REUTERS)