Disebut sebagai Pelaku Utama, JC Eni Tak Dikabulkan
Oleh
Riana A Ibrahim
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Bekas Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih disebut sebagai pelaku utama dalam perkara suap terkait dengan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 dan penerimaan gratifikasi. Pengajuan dirinya sebagai saksi pelaku yang bekerja sama membongkar kejahatan atau justice collaborator pun tidak dikabulkan.
Pada September 2018, Eni mengajukan permohonan sebagai justice collaborator (JC). Sejumlah informasi dia buka kepada penyidik seiring dengan pengajuan permohonan tersebut. Dalam berkas tuntutan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (6/2/2019), disebutkan, Eni juga mengakui perbuatannya dan membantu penuntut umum dalam membuktikan perkara.
Namun, hal itu hanya merupakan salah satu syarat yang tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu. Pada poin 9, bukan merupakan pelaku utama menjadi syarat lain yang mesti dipenuhi.
”Namun, terdakwa selaku anggota Komisi VII periode 2014-2019 merupakan pelaku utama dalam perkara ini yang telah menerima uang secara bertahap berjumlah Rp 4,75 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo untuk mempercepat proses kesepakatan kerja sama proyek PLTU Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Limited,” kata Jaksa Mungki Hadipratikto.
Untuk perkara suap ini, nama mantan Menteri Sosial Idrus Marham disebut juga sebagai rekan yang bekerja sama melakukan kejahatan bersama Eni. Selain itu, Eni juga dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan 40.000 dollar Singapura dari sejumlah pengusaha migas. Gratifikasi itu diminta sendiri oleh Eni untuk membiayai suaminya yang ikut dalam Pilkada Temanggung pada 2018.
”Sesuai dengan SEMA No 4/2011, permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa tidak dapat dikabulkan,” ujar Mungki.
Eni pun dituntut pidana 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Jaksa juga meminta majelis hakim mencabut hak politik Eni selama lima tahun dan membayar uang pengganti Rp 10,35 miliar dan 40.000 dollar Singapura yang nantinya dikurangi jumlah uang yang sudah dititipkan ke rekening KPK senilai Rp 4,05 miliar dan 10.000 dollar Singapura.
Atas tuntutan jaksa tersebut, Ketua Majelis Hakim Yanto pun memberi kesempatan kepada Eni dan penasihat hukumnya untuk menyiapkan nota pembelaan. Menurut rencana, nota pembelaan akan dibacakan dalam sidang yang dijadwalkan pada Selasa (12/2).