Calon Presiden Diminta Tunjukan Komitmen pada Energi Terbarukan
Oleh
Rhama Purna Jati
·3 menit baca
BENGKULU,KOMPAS—Sejumlah lembaga pencinta lingkungan menilai kedua kandidat presiden dalam pemilu 2019 belum menunjukan komitmennya untuk menggunakan energi terbarukan dalam pemerintahan. Hal ini terlihat dari masih digunakannya batubara sebagai sumber pemenuhan energi nasional.
Gabungan 37 lembaga non-partisan diantaranya Kanopi Bengkulu, Kelopak, WCC, dan Puspa Bengkulu dalam siaran persnya yang diterima Kompas, Rabu (6/2/2019) menilai kedua pasangan capres masih mengandalkan energi kotor batu bara untuk pemenuhan energi nasional. “Kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden masih terjebak sebatas jargon dan tidak memiliki peta jalan yang jelas untuk mencapai kedaulatan energi listrik yang bebas dari energi fosil batu bara,” kata Ketua Kanopi Bengkulu, Ali Akbar.
Sementara pengembangan energi listrik dari batu bara lewat proyek-proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk pemenuhan energi nasional terbukti semakin menyengsarakan rakyat. Puluhan ribu nelayan dan petani terutama di pesisir Sumatera mulai dari Lampung, Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Meulaboh, Nangroe Aceh Darussalam semakin berkurang pendapatannya karena laut dan daerah pesisir tempat mereka mencari ikan dan bertani rusak oleh operasional PLTU batu bara. Potret kehidupan di hilir bisnis kotor batu bara ini telah mendorong kemiskinan ke level yang mengkhawatirkan.
Pada setiap fase proyek, mulai dari pra-konstruksi hingga operasi, telah terbukti menyengsarakan rakyat, seperti yang dialami belasan petani penggarap lahan di tapak PLTU Teluk Sepang, Kota Bengkulu yang kehilangan tanaman tumbuh tanpa ganti rugi yang adil. Sementara pengoperasian PLTU batu bara di Pangkalan Susu, Sumatera Utara telah menyengsarakan nelayan karena jumlah tangkapan menurun drastis. Begitu pula yang dialami petani padi sawah di sekitar PLTU batu bara Keban Agung, Sumatera Selatan yang mengalami penurunan produksi padi.
Mirisnya kata Ali, saat ini pemerintah sedang menambah pembangkit listrik berbasis batu bara di delapan provinsi di Sumatera yaitu Bengkulu, Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan dengan daya 7.004 Megawatt (MW).
Lebih lanjut dikatakan, penolakan terhadap energi kotor PLTU batu bara berkapasitas 2 x 110 Megawatt di Kelurahan Teluk Sepang, Bengkulu telah disuarakan rakyat bersama organisasi masyarakat sipil sejak awal rencana pendirian proyek itu. “Kami ingin Capres Jokowi dan Capres Prabowo memberi harapan bahwa Indonesia akan meninggalkan batu bara dan mulai bicara bagaimana peralihan pemanfaatan energi bersih terbarukan menjadi sumber utama energi listrik Indonesia. Karena fakta lainnya, PLTU Batubara kini menjadi pembunuh senyap dan bertanggungjawab atas kematian dini 6.500 jiwa per tahunnya,” katanya.
Direktur Kelopak Bengkulu, Deddy mengatakan “Kami sudah pelajari visi-misi keduanya. Sayangnya, Capres Jokowi dan Capres Prabowo masih mengandalkan pemanfaatan batu bara untuk energi nasional dan tidak ada satu pun yang bicara tentang dampak-dampak masif yang tengah dihadapi para petani, nelayan di pesisir dan warga di desa-desa di daerah tambang batu bara,” katanya.
Kondisi ini menurut dia menjadi pelajaran penting bahwa teori meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui proyek-proyek PLTU batubara hanyalah ilusi. Kebijakan energi nasional seharusnya sejalan dengan ketahanan pangan baik darat maupun laut, bukan justru membunuhnya. Kedua capres harus mengakhiri ilusi ini.Sementara itu laporan terbaru coalruption menyebutkan ada hubungan yang kental antara bisnis tambang batu bara dengan pendanaan politik di tingkat daerah dan nasional terutama pilpres. Jika kedua capres tidak ingin dihubungkan dengan bisnis kotor ini, mereka harus bicara tentang peralihan dari pemanfaatan batubara ke energi baru terbarukan sebagai tumpuan energi nasional.
“Tren global adalah mengganti batu bara dengan energi baru terbarukan. Dan Indonesia dengan kekayaan energi surya dan sumber energi baru terbarukan lainnya, bisa membawa bangsa ini lebih baik dan menjadi pemimpin global. Pertanyaannya adalah, apakah Capres Jokowi dan Capres Prabowo akan membawa bangsa ini ke energi bersih dan ikut tren global atau masih ingin berkubang pada energi kotor. Mereka harus jawab ini,” kata Deddy.