Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono (tengah) dan Kasubdit 1 Reserse Mobil Polda Metro Jaya Komisaris Malvino (kiri) memberikan keterangan pers, Minggu (3/2/2019). Pihaknya menangkap tiga anggota komplotan pencuri sepeda motor asal Lampung.
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap komplotan pencuri sepeda motor bersenjata api asal Lampung yang telah beraksi dalam 10 bulan terakhir. Diduga puluhan sepeda motor telah dicuri hingga bisa digunakan untuk menyewa apartemen. Pemimpin komplotan tertembak mati karena melawan saat ditangkap.
Dalam konferensi pers di Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur, Minggu (3/2/2019), Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, komplotan yang ditangkap beranggotakan enam orang, tetapi baru empat yang tertangkap. Keempat tersangka adalah DK (27), AN (27), AB (26), dan D (31), sementara AR dan SO masih buron.
Mereka ditangkap pada Jumat (1/2) di sebuah apartemen di Kota Tangerang. Unit apartemen itu disewa dari hasil penjualan puluhan sepeda motor yang telah dicuri.
DK ditembak karena melawan saat akan ditangkap. Ia meninggal dalam perjalanan ke RS Polri Kramatjati karena kehabisan darah. ”Dalam pemeriksaan, saat kami tanya berapa jumlah sepeda motor yang dicuri, mereka bilang lupa, saking banyaknya (sepeda motor curian),” kata Argo.
Penangkapan bermula dari laporan pencurian sepeda motor selama November 2018 hingga Januari 2019 di lima kepolisian sektor. Pencurian motor terjadi di daerah Kebayoran Lama, Kebayoran Baru, Pesanggrahan (Jakarta Selatan), Tambora (Jakarta Barat), dan Ciledug (Kota Tangerang, Banten).
KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS
Dalam aksinya, komplotan pencuri sepeda motor asal Lampung yang ditangkap Polda Metro Jaya menggunakan senjata api jenis revolver.
”Dari hasil penyelidikan lebih lanjut, ternyata jumlah TKP (tempat kejadian perkara) lebih dari lima, bahkan sampai puluhan. Dalam 10 bulan terakhir, mereka mencuri tanpa mengenal waktu dan tempat. Mau ada orang, mau sepi, mau di depan rumah, tetap mereka curi,” tutur Argo.
Dalam 10 bulan terakhir, mereka mencuri tanpa mengenal waktu dan tempat. Mau ada orang, mau sepi, mau di depan rumah, tetap mereka curi.
DK tidak segan menggunakan pistol revolver untuk menembak orang yang melakukan perlawanan. Namun, video yang viral di media sosial menunjukkan DK gagal melukai korban karena peluru tersangkut dalam revolver.
Revolver yang kini telah disita kepolisian itu telah berkarat. Polisi juga mengumpulkan delapan butir peluru kaliber 9 milimeter, 7 ponsel, 2 kunci berbentuk huruf T beserta 8 mata kuncinya, 1 buah tang, dan identitas diri.
Satu Honda Beat merah putih dan satu Honda Vario abu-abu turut disita. Kepala Subdirektorat 1 Reserse Mobil Direktorat Reserse Kriminal Polda Metro Jaya Komisaris Malvino mengatakan, kelompok ini memang paling banyak mencuri skuter otomatis.
AN, AB, dan D melanggar Pasal 363 dan 365 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian dengan kekerasan dan pemberatan. Mereka juga dapat dikenai Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api. Hukuman penjara maksimal 20 tahun menanti mereka.
Bagi peran
Argo mengatakan, peran tiap anggota komplotan telah dibagi dengan baik. DK sebagai kapten kelompok bertugas merusak lubang kunci sepeda motor. Ia juga membawa senjata api untuk mengatasi perlawanan korban atau warga sekitar. Adapun AN bertugas mengemudikan sepeda motor curian.
Dalam perjalanan, masing-masing diboncengi AB dan MP. Mereka menunggu saat DK dan AN beraksi dengan sepeda motor menyala. Mereka juga bertugas mengawasi lingkungan sekitar.
Kini, kepolisian masih mengejar AR dan SO sembari mengembangkan kasus ini. Belum diketahui jumlah uang yang didapat dari pencurian motor tersebut, begitu pula jaringan penadah serta tujuan penjualan sepeda motor curian.
”Mereka sampai bisa kontrak di apartemen (dari hasil curian). Sedang kita dalami,” kata Argo.
KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS
Dua anggota komplotan pencuri sepeda motor ditangkap. Mereka ditembak di betis kanannya masing-masing.
Ditembak di betis
Dalam konferensi pers tersebut, AN, AB, dan D hadir dengan luka tembak. Dua di antara mereka terluka di betis kanan, sementara yang satu lagi dengan luka di kedua betis. Mereka berjalan sambil meringis menahan sakit.
Tersangka yang ditembak di kedua kakinya harus dipapah oleh dua polisi karena tak sanggup berjalan. Selama 15 menit konferensi pers, ia terus meringis kesakitan sambil terengah-engah. Dua polisi di kanan kirinya pun mengangkatnya lebih tinggi.
KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS
Salah satu tersangka anggota komplotan pencuri sepeda motor ditembak di kedua betisnya. Penembakan diakibatkan para tersangka melawan ketika ditangkap.
Seusai konferensi pers, salah satu tersangka yang dimintai keterangan mengatakan, mereka ditembak karena mencoba kabur. Saat itu, polisi sedang mencari pelaku lain yang belum tertangkap. ”Ditembak waktu pengembangan,” katanya sambil berlalu. Hal ini senada dengan perkataan Malvino.
Adapun DK ditembak karena mendorong dan mencoba kabur. ”Akhirnya polisi melakukan tindakan terukur dengan menembak DK. Tersangka kehabisan darah saat dilarikan ke RS Polri,” kata Argo.
Ditanyai pada bagian tubuh mana peluru bersarang di tubuh DK, Argo mengatakan hanya dokter yang tahu. Saat ini, otopsi tengah berlangsung.
Ketua Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho menilai, polisi dapat menggunakan senjata api jika pelaku kejahatan membahayakan jiwa polisi dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan Peraturan Kapolri No 8/2009 dan konvensi internasional tentang penggunaan senjata api.
”Tapi itu tergantung subyektivitas polisi. Kalau melakukan penggerebekan seperti itu, sebaiknya kepolisian mengajak orang yang dapat dijadikan saksi, seperti RT dan RW. Tujuannya untuk menghindarkan praktik semena-mena,” ujarnya. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Jakarta Raya Teguh Nugroho