JAKARTA, KOMPAS — Kementerian BUMN mengkaji ulang rencana pembentukan perusahaan induk BUMN di sektor Pangan. Kementerian BUMN ingin menunggu kejelasan rencana pembentukan lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Hal itu disampaikan Deputi Bidang Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro di Jakarta, Selasa (29/1/2019). ”Kementerian BUMN masih mengkaji ulang rencana pembentukan perusahaan induk pangan,” kata Wahyu.
Menurut Wahyu, pihaknya ingin menunggu kejelasan pembentukan badan pangan yang diamanatkan UU No 9/2012 tentang Pangan. ”Dengan mengetahui badan pangan nanti, dapat diketahui juga model bisnis Bulog nantinya,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian BUMN merencanakan membentuk perusahaan induk BUMN di sektor pangan. Dengan pembentukan perusahaan itu, direncanakan Perum Bulog menjadi induk perusahaan dengan anggota atau anak perusahaan yang terdiri dari PT Pertani, PT Sang Hyang Seri, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), PT Bhanda Ghara Resa (PT BGR), Perum Perikanan Indonesia, dan PT Perikanan Nusantara.
Melalui pengkajian itu, lanjut Wahyu, dapat dilihat juga beberapa alternatif struktur perusahaan induk. Misalnya, apakah PT Pertani, PT Sang Hyang Seri, dan PT Pupuk Indonesia diklasifikasikan tersendiri sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pupuk dan pembibitan. Atau, misalnya, PT Rajawali Nusantara diikutsertakan sebagai induk perusahaan dengan beberapa anggota atau anak usaha.
Tidak mudah
Secara terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, pembentukan lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan dalam amanat UU No 18/2012 memang tidak mudah. Lembaga itu sebenarnya perlu dibuat efektif dengan mengalihkan sejumlah kewenangan kementerian teknis, seperti kementerian perdagangan, kementerian keuangan, dan kementerian pertanian, pada lembaga tersebut.
Lembaga itu sebenarnya perlu dibuat efektif.
Namun, kata Musdhalifah, pengalihan kewenangan kementerian teknis kepada lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan itu tidak mudah karena terbentur atau terkait dengan undang-undang dari masing-masing kementerian teknis, seperti UU Perdagangan atau UU BUMN.
Jika lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan tetap dibentuk tanpa pelimpahan sejumlah kewenangan, menurut Musdhalifah, lembaga tersebut menjadi kurang efektif.
”Cakupan (kewenangan) terlalu sempit,” katanya.
Dalam Pasal 126 UU No 18/2012 diatur pembentukan lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Dalam Pasal 129 disebutkan, ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja lembaga tersebut diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden. Dalam Pasal 151, diatur bahwa lembaga tersebut dibentuk paling lambat tiga tahun sejak UU No 18/2012 diundangkan pada 17 November 2012, yaitu 17 November 2015. (FER)