Perang Dagang Sebabkan Penanaman Modal Asing Turun
Oleh
hendriyo widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penanaman modal asing ke Indonesia pada 2018 terendah sejak dua tahun terakhir. Hal itu akibat dampak perang dagang Amerika Serikat dengan China dan persoalan internal terkait perizinan investasi asing.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, pada Januari-Desember 2018 total realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 329,7 triliun. Jumlah itu turun 8,8 persen dibandingkan 2017, yaitu Rp 430,5 triliun.
"Nilai investasi PMA 2018 merupakan yang terendah sejak 2016. Nilai PMA saat itu masih mencapai Rp 396,6 triliun," kata Pelaksana tugas Deputi Pengendalian dan Pelaksanaan Penanaman Modal Farah Ratnadewi Indriani, di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Farah menambahkan, nilai total investasi dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan PMA pada 2018 sebesar Rp 721,3 triliun. Meski masih berada di bawah target awal, yaitu Rp 765 triliun, jumlah itu meningkat 4,1 persen dibandingkan 2017.
"Realisasi investasi selama 2018 itu didominasi sektor listrik, gas, dan air yang mencapai Rp 117,5 triliun (16,3 persen), kemudian disusul transportasi, gudang, dan telekomunikasi yang senilai Rp 94,9 triliun (13,1 persen)," kata Farah.
Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong, mengemukakan, pada tahun ini invetasi ditargetkan terealisasi Rp 792,3 triliun. Dari jumlah ini, diharapkan 55 persen dari PMA dan 45 persen dari PMDN.
"Dari hasil diskusi dengan para investor global, kami yakin investasi asing di Indonesia akan membaik, salah satunya melalui penerapan sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik (OSS)," kata dia.
Kami yakin investasi asing di Indonesia akan membaik, salah satunya melalui penerapan sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik (OSS).
Relokasi industri
Thomas mengatakan, faktor eksternal yang menyebabkan PMA turun pada 2018 adalah perang dagang AS-China. Perang dagang menyebabkan para investor global mengurangi investasi karena daya beli global turun.
Adapun faktor internal dipengaruhi terjadinya pelambatan investasi akibat transisi perizinan dari sistem lama ke sistem OSS. Penerapan OSS masih dalam proses transisi sejak 2 Januari 2019.
"Ini bukan persoalan mudah untuk menyamakan data dan sistem dari 530 pemerintah daerah dan 50 kementerian/lembaga terkait. Tentu butuh proses secara bertahap," kata dia.
Untuk meningkatkan PMA di Indonesia, lanjut Thomas, pemerintah berupaya memanfaatkan celah perang dagang AS-China. Salah satunya dengan merelokasi produksi mebel dari China ke Indonesia ke Jawa Tengah. BKPM juga akan terus mengembangkan pola menarik investasi itu tidak hanya dari China, tetapi juga India.
Pemerintah berupaya memanfaatkan celah perang dagang AS-China. Salah satunya dengan merelokasi produksi mebel dari China ke Indonesia ke Jawa Tengah.
Adapun untuk mengatasi persoalan internal, BKPM akan menggelar rapat kerja nasional dengan 530 BKPM di daerah untuk mengoptimalkan implementasi OSS. "Sementara akan dilakukab pada Februari ini. Kami telah memulai mempersiapkannya. Salah satunya memberikan alamat surat elektronik gratis kepada lebih dari 3.000 kementerian dan lembaga terkait untuk masuk ke platform OSS," kata Thomas.
Thomas menilai, penerapan OSS merupakan inisiatif penting untuk memangkas prosedur perizinan dari para investor asing. Selain itu, sistem ini diharapkan dapat mengurangi pungutan liar dan korupsi.
Berdasarkan data Bank Dunia, kemudahan berusaha Indonesia 2019 berada di peringkat ke-73, turun satu peringkat dari posisi sebelumnya. Secara keseluruhan, nilai Indonesia meningkat 1,42. Namun, perbaikan negara-negara lain lebih tinggi daripada Indonesia. (Kompas, 2 Januari 2019)
Secara terpisah, Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia, Mohammad Faisal menilai, persoalan penerapan regulasi OSS di berbagai daerah di Indonesia harus segera diatasi. Sebab, regulasi merupakan kunci utama meningkatkan penanaman modal asing.
"Kalau regulasinya sudah jelas dan tidak tumpang tindih antara pusat dan daerah, para investor asing pun akan tertarik menanamkan modal," kata dia.
Menurut Faisal, selama ini ada ketidaksinkronan di sistem OSS terutama untuk mendapatkan izin. Banyak pihak menilai sistem OSS masih tumpang tindih dengan sistem lama, sehingga menyulitkan dan menciptakan kebingungan para investor.
"Antarkementerian lembaga pun saat ini masih ada ketidaksesuaian pemahaman. Ini yang harus diselesaikan agar tidak menekan laju investasi di 2019," kata Faisal. (SHARON PATRICIA)