Mengusung prinsip 100 persen tidak mengandung bahan kimia berbahaya, produk kecantikan dan perawatan tubuh Wangsa Jelita terus berkembang. Penggagas dan Co-CEO Wangsa Jelita, Nadya Saib (31), ingin menghadirkan produk kecantikan dan perawatan tubuh yang alami.
Produk kecantikan dan perawatan tubuh Wangsa Jelita dimulai pada 2008, yang diawali dengan sabun mandi batangan beraroma apel. Kini, Wangsa Jelita memiliki 13 kategori produk untuk wajah, rambut, dan tubuh dengan banyak pilihan. Semuanya menggunakan bahan alami antara lain mawar, apel, teh hijau, kunyit, minyak kelapa, minyak zaitun, lidah buaya, dan cendana.
Ada berbagai produk yang dihasilkan, seperti sabun mandi, sabun cuci muka, minyak kecantikan, minyak untuk pijat, minyak untuk menghalau nyamuk, pelembab tangan dan kaki, serta pewangi tubuh.
Bahkan, Wangsa Jelita mengembangkan produk nonperawatan tubuh sebagai upaya mempromosikan kesejahteraan hidup atau well-being dalam keseharian. Kondisi seseorang, selain memerlukan dukungan produk perawatan tubuh yang baik dan bermanfaat, kondisi mental dan spiritual juga mesti baik. Tahun ini Wangsa Jelita menerbitkan Well-Being Journey Journal 2019 atau #WJJournal untuk membantu individu mencatat kondisi harian, mingguan, dan bulanan. Dengan demikian, setiap individu memahami kondisi terbaik dirinya.
Menurut Nadya, usaha produk kecantikan dan perawatan tubuh berbahan alami atau natural terinspirasi dari temuan tidak sengaja. Ketika masih kuliah di Fakultas Farmasi, Institut Teknologi Bandung, ia bersama dua teman kuliahnya sepakat berwirausaha. Mereka sempat bingung saat menentukan produk perawatan tubuh yang akan dijual. Sebab, di pasaran sudah ada berbagai macam produk.
Tanpa sengaja, mereka menemukan produk sabun apel yang diklaim natural. "Ternyata, ketika dicek, tidak ada bahan apelnya," ujar Nadya.
Bertolak dari temuan itu, Nadya dan dua rekannya bertekad menghasilkan produk alami dengan kandungan yang benar. Produk alami harus sesuai dengan klaimnya, bukan sekadar cap tulisan natural atau alami.
Mereka bertiga mengumpulkan modal Rp 1,5 juta untuk membuat sabun batangan yang benar-benar mengandung apel. Mereka pun rajin mengikuti kompetisi, sehingga mendapat tambahan modal. Pengembangan Wangsa Jelita kemudian dibantu investor.
Nadya mengatakan, timnya juga melakukan survei pada masyarakat. Produk dengan cap alami atau natural, diasosiasikan positif, yakni sehat, ramah lingkungan, aman bagi anak, hingga aman untuk kulit sensitif.
"Akan tetapi, saat dicek lagi, apakah masyarakat mengecek bahannya, ternyata mereka menjawab tidak. Mereka percaya saja karena ada kata naturalnya," jelas Nadya.
Di sisi lain, ada pula yang meyakini jika natural berarti tidak ada bahan kimianya sama sekali. Padahal, ujar Nadya, dari sudut pandang apoteker, kondisi itu tidak tepat.
"Air saja adalah bahan kimia. Tidak mungkin jika kita bilang hidup ini tidak perlu bahan kimia. Yang namanya bahan kimia tidak bisa dihindari. Namun, bahan kimia mana yang dipakai dan dihindari," tambahnya.
Nadya mengatakan, sebenarnya definisi natural dari sudut pandang farmatika belum ada.
"Jadi, Wangsa Jelita dimulai dengan keinginan mendefinisikan ulang natural. Ada yang bilang, yang penting ada label natural atau nggak ada bahan kimia. Kedua-duanya nggak tepat. Kami cari jalan tengah, lalu jadi komitmen di produk personal Wangsa Jelita. Kami punya bahan-bahan kimia yang nggak akan digunakan dalam produk Wangsa Jelita. Yang punya potensi berbahaya atau tidak ada manfaatnya, ya tidak dipakai. Kami ada daftar yang selalu diperbarui," papar Nadya.
Nadya mencontohkan, penggunaan paraben yang lazim untuk mengawetkan sabun. Wangsa Jelita memilih untuk mencari bahan penggantinya. Akibatnya, ada risiko yang mesti ditanggung, yakni umur produk Wangsa Jelita menjadi lebih pendek dibandingkan dengan produk yang memakai paraben. Umur produk Wangsa Jelita sekitar dua tahun.
"Dari hitung-hitungan bisnis, dengan umur segitu masih bagus. Ada waktu yang cukup untuk mendistribusikan hingga ke pemakai akhir,"kata Nadya.
Pemasaran
Pemasaran produk Wangsa Jelita dilakukan lewat laman www.wangsajelita.com. Selain itu, produk ini juga didistribusikan melalui toko mitra dengan sistem konsinyasi. Toko mitra ini adalah toko yang khusus menjual produk natural dan organik yang sudah memiliki komunitas dan pengikut sendiri. Pilihan lain, Wangsa Jelita bisa didapatkan di laman pasar dalam jaringan.
Menurut Nadya, usaha impian ini terus berproses. Ketika dia mengajak sahabatnya, Yasmin Indriasti, bergabung pada 2012, dia membuka diri untuk menerima masukan.
Pada 2011-2014, Wangsa Jelita lebih banyak menjual produk untuk perusahaan sebagai cendera mata. Namun, Yasmin memberi masukan jika hal ini tidak sesuai dengan misi Wangsa Jelita. Oleh karena itu, konsep diubah, yakni berorientasi menjual pada pembeli produk natural.
Komunitas
Dalam mengembangkan Wangsa Jelita, Nadya dan timnya memegang teguh komitmen sebagai wirausaha sosial. Wangsa Jelita juga terlibat mengembangkan komunitas petani dan perajin yang berkaitan dengan produk, bahkan pemberdayaan komunitas lain, terutama perempuan.
Perjalanan Wangsa Jelita juga diwarnai cerita pemberdayaan petani. Upaya mengembangkan produk dengan bahan alami mempertemukan Nadya dengan petani bunga mawar di kawasan Lembang, Bandung, Jawa Barat. Wangsa Jelita membeli mawar kualitas C, yang semula dinilai rendah, dengan harga sama dengan kualitas A. Hal ini, bagi Wangsa Jelita, merupakan bentuk kerja sama dengan komunitas.
Meskipun bentuk kerja sama dengan setiap komunitas berbeda-beda, namun tetap ada hal yang sama bagi semuanya, yakni sistem perdagangan yang adil bagi setiap pihak.