Jalur Transjakarta Masih Diterobos Pengendara Nakal
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski penindakan rutin dilakukan aparat kepolisian, penyerobotan jalur Transjakarta masih marak terjadi. Meskipun diancam sanksi denda Rp 500.000, para pengendara kendaraan bermotor tetap nekat menerobos jalur khusus untuk angkutan publik tersebut.
Di Jakarta Timur, anggota Satuan Lalu Lintas Polres Metro (Polrestro) Jakarta Timur menjaring sedikitnya 50 pengendara nakal setiap hari. Jika ditotal, polisi menindak sedikitnya 1.500 kendaraan per bulan.
Pada Kamis (24/1/2019), anggota Satlantas Polrestro Jakarta Timur melakukan penindakan terhadap 97 pengendara kendaraan bermotor dengan 91 kasus di antaranya adalah pengendara sepeda motor. Adapun pada Rabu (23/1/2019), polisi menilang 55 kendaraan bermotor.
Penerobosan jalur Transjakarta terjadi di Jalan Otto Iskandar Dinata (Otista) Rayam Jatinegara Barat, DI Panjaitan, Halim Baru, dan Pramuka, Jakarta Timur. Tingkah pengendara penerobos jalur Transjakarta tersebut selain mengganggu kelancaran lalu lintas, juga membahayakan pengguna jasa bus Transjakarta.
Sesuai Pasal 287 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penerobos jalur Transjakarta akan dikenakan sanksi denda maksimal Rp 500.000. Mereka juga bisa dipidana kurungan paling lama 2 bulan.
Kepala Satuan Lalu Lintas Polrestro Jakarta Timur Ajun Komisaris Besar Sutimin mengatakan, salah satu penyebab tingginya pelanggaran lalu lintas adalah Jakarta Timur termasuk wilayah dengan arus lalu lintas terpadat di DKI Jakarta. Kota Administrasi Jakarta Timur merupakan daerah lintasan bagi masyarakat urban yang bermukim di Bekasi, Bogor, dan Depok, Provinsi Jawa Barat.
"Jakarta Timur juga terhubung dengan lima ruas jalan tol, yaitu Tol Becakayu, Tol Jagorawi, Tol Dalam Kota, Tol Wiyoto Wiyono, dan Tol Jakarta-Cikampek," kata Sutimin.
Sutimin menambahkan, penyebab lain padatnya arus lalu lintas di Jakarta Timur disebabkan oleh sebagian ruas jalan yang diokupasi pihak-pihak tertentu untuk dijadikan lahan parkir. Misalnya, di Pasar Jatinegara, hampir setengah dari ruas jalan itu dijadikan lahan parkir.
Pedagang kaki lima
Trotoar yang semestinya menjadi hak pejalan kaki juga direbut pedagang kaki lima. Hal ini membuat pejalan kaki terpaksa turun ke badan jalan di tengah padatnya lalu lintas menuju ke ke Bekasi.
Anwar (18), salah satu pengendara sepeda motor, mengatakan, ia sering melanggar lalu lintas akibat mobilitas kerjanya sebagai kurir di salah satu perusahan logistik yang membutuhkan kecepatan dan ketepatan waktu. "Polisi jaganya saat pagi dan sore, Kalau siang, bebas," ucap lelaki asal Jakarta itu.
Pantauan pada Kamis pukul 15.00 WIB di dekat Halte Transjakarta Cawang Otista, Kamis sore, arus lalu lintas dari arah Pasar Jatinegara ke Cawang maupun sebaliknya relatif sepi. Meski demikian, sejumlah pengendara sepeda motor dengan santai menerobos jalur Transjakarta yang dipagar tersebut.
Sutimin menambahkan, upaya kepolisian melakukan penindakan bagi penyerobotan lalu lintas tak akan efektif selama kesadaran masyarakat untuk tertib berlalu lintas masih rendah. Akibatnya setiap bulan tidak kurang dari 10 kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat hingga meninggal dunia.
"Sanksi yang kami terapkan juga sudah maksimal, yang melintas di jalur Transjakarta, kami tilang dengan denda maksimal Rp 500.000. Setiap hari sekitar 30 aparat kami terjunkan untuk menindak yang melanggar," ujarnya.
Menyikapi maraknya pelanggar lalu lintas di jalur transjakarta, Direktur Operasional PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) Daud Joseph mengatakan, selain berkoordinasi dengan kepolisian, Transjkarta juga mengerahkan petugas khusus untuk berjaga di jalur masuk jalur Transjakarta. Bahkan, PT Transjakarta memasang portal yang dibuka dan ditutup oleh petugas khusus tersebut untuk menjaga agar jalur Transjakarta tetap steril dari pengendara kendaraan bermotor selain bus Transjakarta.
"Kami juga mengingatkan masyarakat untuk tidak menerobos karena membahayakan keselamatan pengguna Transjakarta maupun diri sendiri," ujar Daud.
Ia menambahkan, jika alasan karena kemacetan, seharusnya hal itu kian menyadarkan masyarakat untuk segera beralih ke moda transportasi umum, salah satunya Transjakarta. Hal itu dinilai penting demi mewujudkan Jakarta sebagai smart city. (STEFANUS ATO/FRANSISKUS WISNU WHARDANA DHANY)