Dari LP, Ramli Siasati Penyelundupan Narkoba Asal Malaysia dengan Dua Kapal
JAKARTA, KOMPAS –Penyelundupan narkoba yang dikendalikan oleh bandar dari balik jeruji lembaga pemasyarakatan (LP) tak pernah berhenti, dan siasatnya pun terus berubah. Dari balik jeruji, Ramli bin Arbi, napi LP Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara, ini menyiasati penyelundupan narkoba asal Malaysia dengan dua kapal berbeda.
Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal Arman Depari, Kamis (24/1/2019), menyampaikan, untuk kali kedua timnya mengungkap penyelundupan paket sabu yang dikendalikan Ramli. Kali ini Tim BNN meringkus Syafinur alias Pan, kaki tangan Ramli, dan diperoleh 25 kilogram sabu.
Level pengendali peredaran narkotika dari LP Tanjung Gusta juga tidak sembarangan, sebab bisa mendatangkan puluhan kg sabu dari luar negeri
Syafinur ditangkap saat mengangkut 8 kilogram sabu dengan menggunakan mobil bak terbuka di Pasar Gruegok, Kabupaten Bireuen, Aceh, pada Rabu (23/1/2019) kemarin. "Paket sabu itu akan didistribusikan ke Medan dan sejumlah wilayah lainnya di Sumatera Utara,” ujar Arman.
Penyelidikan kemudian dilanjutkan tim BNN dengan menggeledah rumah Syafinur di Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara. Dari rumah itu, ditemukan 17 kg serbuk putih yang disembunyikan dalam kemasan teh hijau yang dibungkus dengan lakban hitam. Setelah diuji dengan alat penguji cepat, serbuk putih tersebut teridentifikasi sebagai methamphetamine atau sabu.
Arman mengungkapkan, penyelundupan paket sabu yang diungkap kali ini masih bagian dari jaringan Ramli, napi di LP Tanjung Gusta itu. Sebelumnya telah diungkap Ramli berusaha mengendalikan penyelundupan 70 kilogram sabu dan 10.000 butir ekstasi dari Malaysia ke Aceh. Penyelundupan itu digagalkan oleh Tim BNN dengan menangkap kapal pengangkut sabu dan ekstasi itu di perairan Selat Malaka, pada Kamis (10/1/2019) lalu.
Diangkut Dua Kapal
Arman menyampaikan, sabu seberat 25 kg yang diperoleh dari penangkapan kali ini dibawa dengan kapal yang berbeda dengan kapal yang mengangkut 70 kilogram sabu dan 10.000 butir ekstasi. Namun keduanya diberangkatkan dalam waktu yang bersamaan dari Malaysia ke daerah sekitar Aceh dan Sumatera Utara pada 10 Januari lalu.
"Kedua penyelundupan paket narkoba itu sama-sama diberangkatkan dari Malaysia, tetapi diangkut dengan kapal berbeda. Keduanya juga diberangkatkan dalam waktu yang sama," jelasnya.
Sebelumnya telah diungkap bahwa Ramli memesan narkoba dari bandar di Malaysia. Pemesanan ia lakukan dengan menggunakan telepon seluler dari LP Tanjung Gusta. Pengiriman barang haram itu kemudian diatur oleh putrinya, Metaliana (30).
Ramli ditangkap di penjara setelah empat orang yang terdiri dari anak serta menantunya ditangkap lebih dulu pada Kamis (10/1) lalu. Keempat orang itu adalah Saiful Bahri alias Pun (29), Muhammad Zubir (28), Muhammad Zakir (22), dan Metaliana (30).
Pun, Muhammad Zubir, dan Muhammad Zakir ditangkap di Kapal Motor (KM) Karibia yang tengah melaut di Selat Sunda. Di dalam kapal, petugas menemukan kotak kayu berisi 70 kg sabu dan 10.000 butir ekstasi, telepon satelit, dan alat GPS. Peralatan komunikasi itu digunakan untuk saling mengabarkan dan menentukan lokasi pertemuan dengan pengedar yang mengantarkan narkotika dari Malaysia menggunakan kapal cepat.
Sementara itu, Metaliana ditangkap di rumahnya di Aceh Timur. Ia adalah orang yang menugaskan suami dan dua saudara kandungnya untuk menjemput narkotika di Selat Sunda.
Peredaran narkotika yang dikendalikan dari LP Tanjung Gusta itu terus dikembangkan. Masih ada beberapa pihak yang belum ditemukan, di antaranya pemilik kapal berinisial JAL.
Terus Berulang
Pengendalian peredaran narkotika dari LP Tanjung Gusta bukan hanya sekali ini terjadi. Berdasarkan catatan Kompas, sejak 2011-Januari 2019 setidaknya terungkap enam kasus serupa.
Pada 2011, narapidana LP Tanjung Gusta TH alias AW terbukti membiayai produksi 3 kg sabu. Empat tahun setelahnya, mantan polisi Direktorat Polisi Air dan Udara Polda Sumatera Utara dihukum seumur hidup karena mengendalikan peredaran narkotika dari LP. Kemudian pada 2016, Ega Halim pun diketahui mengendalikan pabrik sabu di Medan.
Terungkapnya peran Ramli yang mampu mendatangkan 70 kilogram sabu dari Malaysia menandakan bahwa ia sudah terhubung dengan jaringan peredaran narkotika internasional
Pada 2017, AY mendatangkan 260 kg sabu dari Malaysia. Selanjutnya, AT yang terbukti mengendalikan pengiriman 10 kg sabu. Terakhir, Susianto alias Boyek terbukti melakukan pencucian uang hasil kejahatan narkotika dengan aset senilai Rp 5,6 miliar, deposito Rp 2 miliar, tiga rumah, dan dua mobil.
“Level pengendali peredaran narkotika dari LP Tanjung Gusta juga tidak sembarangan, sebab bisa mendatangkan puluhan kg sabu dari luar negeri,” kata Kepala Bagian Humas BNN Komisaris Besar Sulistiandriatmoko.
Menurut Sulis, terungkapnya peran Ramli yang mampu mendatangkan 70 kilogram sabu dari Malaysia menandakan bahwa ia sudah terhubung dengan jaringan peredaran narkotika internasional. Peran itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.
Sebelumnya, narapidana AY pun mendatangkan 260 kg sabu dari Malaysia pada 2017. Hal itu diketahui saat ia bisa mendapatkan izin dari sipir untuk keluar LP tanpa didampingi petugas. Ketika aksinya terungkap, ia ditembak mati oleh petugas BNN (Kompas, 15/1/2017).
Keterlibatan narapidana dalam peredaran narkotika bisa dilakukan melalui beberapa akses, di antaranya komunikasi dengan keluarga saat berkunjung dan pemanfaatan warung telepon di LP
Menurut Sulistriandriatmoko, pengendali peredaran narkotika ini juga mendapatkan fasilitas komunikasi dari sipir. “Ada hubungan saling menguntungkan yang dijalin sipir dengan master man, mereka mendapat keleluasaan sedangkan sipir akan diberi uang,” ujarnya. Oleh karena itu, ia menduga masih ada pengendali narkotika yang beraktivitas dari LP Tanjung Gusta.
Apalagi, sejumlah masalah juga membelit LP Tanjung Gusta, mulai dari fasilitas keamanan yang minim, hingga jumlah narapidana yang melebihi kapasitas. Data LP pada 2017 menunjukkan, LP berkapasitas 1.150 orang itu dihuni oleh 2.846 narapidana yang 75 persennya adalah narapidana narkotika. Sementara itu, jumlah sipir 18 orang (Kompas, 6/2/2017).
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami mengatakan, terkait persoalan tersebut pihaknya tengah mengadakan rapat koordinasi dengan BNN dan Kepala Divisi Pemasyarakatan di seluruh Indonesia. “Data menunjukkan, dari total isi LP dan rumah tahanan (rutan) adalah 255.521 orang, yang paling banyak dari kasus narkoba, yaitu 115.327 orang. Mereka terdiri dari bandar, pengedar, dan pengguna,” kata Sri.
Menurut dia, keterlibatan narapidana dalam peredaran narkotika bisa dilakukan melalui beberapa akses, di antaranya komunikasi dengan keluarga saat berkunjung dan pemanfaatan warung telepon di LP. Selain itu, mereka juga bisa memanfaatkan komunikasi ketika sidang, bahkan mendapatkan bantuan oknum yang meminjamkan telepon seluler.
“Kami akan membersihkan LP dan rutan dari peredaran alat komunikasi ilegal dan mendorong agar para pengguna narkotika direhabilitasi secara medis dan sosial,” kata Sri. Penguatan integritas petugas serta pengawasan secara berjenjang dan terukur juga akan dilakukan.