Punggung tubuh kurus itu basah oleh keringat. Namun, Robby Permata (22) seolah tak peduli. Dia terus mengerahkan tenaga untuk mengayun wahana permainan Ombak Banyu di arena Pasar Malam Tamini Square, Jakarta Timur, Selasa (15/1/2019) malam. Ayunan dengan tempat duduk melingkar dan tiang di bagian tengah sebagai porosnya tersebut berputar dengan didorong beberapa orang.
”Kalau yang naik penuh, butuh empat sampai lima orang untuk ngayun supaya kencang,” kata Robby dengan napas yang terengah-engah seusai bekerja.
Wahana tersebut berputar dan berayun diiringi lagu dangdut remix yang menambah keseruan penumpang yang berteriak histeris saat ayunan mulai kencang. Tidak hanya wahana permainannya yang unik, aksi Robby juga ternyata mengundang perhatian pengunjung.
Tubuhnya dengan lincah menarik ayunan ke bawah, kemudian berlari memutar sembari beratraksi. Gerakan yang ditunjukkan mirip dengan salto, tetapi dengan banyak variasi.
Menyimpan penyesalan
Tak heran atraksi tersebut bisa dilakukan Robby dengan mudah sebab sudah sekitar 10 tahun pekerjaan itu dilakoninya. Namun, di balik itu semua, ia menyimpan penyesalan.
Kala itu, Robby yang duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) atau sekitar umur 12 tahun sering kali diajak ke pasar malam untuk bekerja oleh temannya. Mulai terlena mendapatkan uang sendiri, sekolah pun ia tinggalkan.
”Ya, ini penyesalannya dari putus sekolah karena hanya bisa kerja kayak gini, ” ujar Robby.
Selama 10 tahun ia berpindah kerja dari satu pemilik wahana pasar malam ke pemilik lainnya. Kehidupannya pun berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, mulai dari Indramayu, Karawang, hingga Cikampek (Jawa Barat).
Penghasilan yang didapatkan dari pekerjaan tersebut tergantung dari ramai tidaknya pengunjung yang naik. Saat ramai, upah yang diterima bisa Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per minggu, tetapi jika sepi, upahnya hanya sekitar Rp 700.000 per minggu.
Rekan kerja Robby, Aldhy Firmansyah (16), turut bertutur. ”Kalau saya, Rp 288.000 per minggu karena cuma jaga mainan mobil-mobilan,” ujarnya.
Ia bertugas menjaga permainan mobil-mobilan. Per bulan ia mendapat upah Rp 1 juta yang nantinya naik secara bertahap.
Di samping berjaga di bagian mobil-mobilan, sesekali Aldhy membantu Robby menggenjot ayunan Ombak Banyu saat permainan mobil-mobilan sepi peminat. Aldhy mengaku berhenti sekolah karena merasa sudah tidak bersemangat untuk sekolah. Memasuki kelas II SMA, ia mulai sering membolos, yang berakhir pada keputusan berhenti dan memilih bekerja.
”Mungkin karena salah milih pergaulan, makanya enggak ingin sekolah. Suatu saat mungkin akan menyesal, tapi sekarang dinikmati aja karena dapat uang,” kata pemuda asal Ciamis, Jawa Barat, tersebut.
Menurut Aldhy, ada suka-duka dari pekerjaan yang dijalani. Selain memperoleh banyak teman, Aldhy cukup senang jika menerima tip dari pengunjung yang berkisar Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per malam sehingga ada tambahan penghasilan.
”Dukanya kalau sepi pengunjung dan harus sabar menghadapi anak kecil. Ngarahin-nya mesti telaten,” lanjutnya.
Pekerja anak
Selain itu, untuk melindungi pekerja anak, pemerintah juga telah meratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja dan Konvensi ILO Nomor 182 tentang Larangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
Pemerintah Indonesia juga telah memasukkan pengaturan terkait pekerja anak ke dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Mereka merupakan bagian dari generasi muda yang masuk ke dunia kerja sejak usia belia. Semestinya, mereka mengenyam bangku sekolah untuk mendapatkan pendidikan bagi masa depannya.
Sejak tahun 2008, Kementerian Ketenagakerjaan telah menyelenggarakan Program Pengurangan Pekerja Anak dalam rangka mendukung Program Keluarga Harapan (PPA-PKH) untuk dikembalikan ke dunia pendidikan. Hingga tahun 2018, pemerintah berhasil menarik 105.956 pekerja anak.
Pemerintah pun telah melakukan berbagai upaya menanggulangi masalah pekerja anak. Di antaranya PPA-PKH untuk mengurangi pekerja anak, terutama yang bekerja pada bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dan mereka yang putus sekolah dari rumah tangga sangat miskin.
Secara terpisah, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengungkapkan, pemerintah menargetkan dunia kerja di Indonesia akan bebas dari pekerja anak pada 2022. Untuk itu, pemerintah mengembangkan kebijakan memastikan akses pendidikan yang memadai untuk anak dengan mengembalikan pekerja anak ke sekolah dan memberikan pelatihan vokasi bagi mereka yang usianya sudah dewasa.
Robby dan Aldhy merupakan segelintir dari generasi muda yang masuk ke dunia kerja karena minimnya pengetahuan mereka terhadap pentingnya pendidikan untuk masa depan mereka. Semoga mereka bisa kembali ke bangku sekolah dan belajar lagi untuk menggapai cita-citanya yang lebih cerah. (FRANSISCA NATALIA ANGGRAENI)