DPR dan Pemerintah Sepakat Melahirkan UU Tahun Ini
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah akhirnya sepakat melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual sehingga bisa disahkan menjadi undang-undang pada tahun ini. Kehadiran Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dinilai sangat penting dan merupakan jalan keluar terbaik untuk melindungi perempuan dan anak-anak dari berbagai kasus kekerasan seksual.
Seluruh fraksi di DPR sepakat pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dapat diselesaikan sebelum Agustus 2019. Targetnya, pembahasan pasal per pasal akan dilakukan secara intensif setelah Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden. Namun, sepanjang Januari-April mendatang DPR dan pemerintah menggelar grup diskusi terarah untuk membahas sejumlah pasal-pasal yang masih menimbulkan perbedaan-perbedaan pendapat.
Seluruh fraksi di DPR sepakat pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dapat diselesaikan sebelum Agustus 2019.
Demikian dikatakan Sekretaris Menteri Pemberdayaan Perempuan Pribudiarta Nur Sitepu, Selasa (15/1/2019), di Jakarta. “Setelah (grup diskusi terarah) itu, pada Mei sampai Agustus akan dilakukan pembahasan secara maraton pasal per pasal sampai selesai pada akhir Agustus,” kata Pribudiarta.
Sehari sebelumnya, Senin (14/1/2019), di Jakarta, Pribudiarta bersama tim dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (KPPPA) bersama Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher dan Ketua Panitia Kerja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Komisi VIII DPR Marwan Dasopang, dan sejumlah anggota Komisi VIII DPR, menggelar grup diskusi terarah.
Menurut Pribudiarta, kesejahteraan perempuan Indonesia adalah saat mereka dapat terbebas dari segala bentuk kekerasan terutama kekerasan seksual. Pengesahan RUU PKS ini diharapkan menjadi solusi dalam mengatasi masalah kekerasan seksual yang terjadi selama ini. Sebab proses pemulihan, kebenaran, keadilan, pengakuan, dan ganti rugi dari perempuan dan anak korban kekerasan seksual merupakan kewajiban negara untuk pemenuhannya.
Dalam diskusi tersebut Ali Taher mengungkapkan percepatan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan hal yang sangat penting untuk seluruh perempuan dan anak di Indonesia. DPR akan berupaya agar proses pembahasan RUU tersebut dapat berjalan dengan baik dan terealisasi di akhir masa bakti anggota DPR periode 2014-2019.
Percepatan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan hal yang sangat penting untuk seluruh perempuan dan anak di Indonesia.
Oleh karena itu, DPR membutuhkan masukan dan dukungan dari pemerintah agar lahirnya UU Penghapusan Kekerasan Seksual benar-benar menjadi solusi dari masalah kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan dan anak di Indonesia.
Langkah maju
Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PDI-P Diah Pitaloka menyatakan, DPR sepakat memanfaatkan waktu setelah pemilu legislatif/pemilu presiden untuk membahas Daftar Invetarisasi Masalah (DIM) RUU Penghapusan Kekerasan Seksual secara komprehensif.
“Jadi sudah ada satu langkah maju. Komisi VIII DPR sepakat akan melahirkan UU Penghapusan Kekerasan Seksual. Di tengah kesibukan DPR yang sedang menjalankan pemilu, saat ini kami mulai ada pembahasan pasal-pasal di luar DIM,” papar Diah.
Pasal-pasal yang sekiranya dianggap bermasalah, lanjut Diah, mulai sekarang didiskusikan DPR dan pemerintah sebelum pembahasan DIM. “Tetapi pembahasan DIM secara komprehensif nanti setelah April karena untuk saat ini waktunya tidak memungkinkan,” tambahnya.
Anggota Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Sri Nurherwati menyatakan, Komnas Perempuan menyambut baik langkah KPPPA bersama DPR untuk melanjutkan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, serta berkomitmen menyelesaikan pada Agustus 2019.
“Komnas Perempuan mengajak semua pihak untuk memberikan dukungan dan masukan dalam pembahasan RUU tersebut. Harapannya undang-undang yang dilahirkan sesuai kebutuhan masyarakat, terutama kelompok rentan perempuan dan anak dari kekerasan seksual,” kata Nurherwati.