SEMARANG, KOMPAS — Guna memotong panjangnya rantai distribusi komoditas, termasuk hortikultura, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus mengembangkan Lembaga Usaha Pangan Masyarakat. Nantinya, dalam pengelolaan hingga pemasaran produk yang ditanam, petani diharapkan akan mandiri.
Kepala Bidang Distribusi dan Cadangan Pangan Dinas Ketahanan Pangan Jateng Awignam Astu, Selasa (15/1/2019), mengatakan, Lembaga Usaha Pangan Masyarakat (LUPM) telah dikembangkan di Jateng sejak 2017. Harapannya, rantai pasok komoditas yang selama ini panjang dapat dipangkas sehingga petani akan lebih menikmati hasil usahanya.
Secara umum, ada lebih dari 200 LUPM yang sudah siap di Jateng, sedangkan khusus cabai ada 10, tersebar di Kabupaten Klaten, Wonosobo, dan Magelang.
”Pengembangan LUPM ini bertahap. Dari 2017 penumbuhan, 2018 pengembangan, dan 2019 pembinaan. Selanjutnya, mereka diharapkan sudah mandiri,” ujar Astu.
Adapun LUPM terdiri dari kelompok tani, gabungan kelompok tani, dan lembaga usaha masyarakat yang bergerak di bidang pangan. Nantinya, produk mereka secara bergantian diserap untuk dipasarkan di Toko Tani Indonesia Center (TTIC) yang merupakan gagasan Kementerian Pertanian.
Astu menuturkan, panjangnya rantai pasok menjadi kendala bagi petani dalam mendapat keuntungan lebih dari apa yang diproduksinya. ”Margin dari petani sampai ke eceran di pasar-pasar itu tinggi. Karena itu, kami gerakkan LUPM untuk mengatasi masalah tersebut, di samping turut menstabilkan harga,” katanya.
Hal tersebut juga berkaitan dengan anjloknya harga cabai merah keriting di Kabupaten Demak dan Jepara. Para petani merugi hingga Rp 10 juta per hektar akibat kondisi tersebut. Harga cabai keriting turun menjadi Rp 6.000 per kg dari Rp 15.000 per kg. Pasokan melimpah di pasaran diduga jadi penyebabnya.
Sebagai tindak lanjut, Pemprov Jateng menyerap sekitar 10 ton cabai merah keriting milik petani Kabupaten Semarang, Demak, Boyolali, dan Purbalingga, seharga Rp 18.000 per kilogram. Di Demak, nota kesepahaman terjalin antara petani dan Toko Tani Indonesia Kementan terkait penyerapan komoditas itu.
Ketua Asosiasi Petani Champion Cabai Jateng Sunan menuturkan, masalah anjloknya harga cabai di Demak sudah tertangani sejak Minggu (13/1/2019) malam, seiring diserapnya cabai petani oleh Kementan seharga Rp 18.000 per kg.
Adapun penyerapan cabai oleh ASN di Jateng tak akan berlangsung lama karena harga di pasar pun telah stabil.
Sunan berharap, ke depan tidak ada lagi permasalahan seperti di Demak, seperti aksi melempar cabai ke jalan raya lantaran harga anjlok. ”Setiap ada permasalahan, pasti ada jalan keluarnya. Kami juga berterima kasih kepada Bank Indonesia, Bulog, dan para ASN yang memberi jalan ini,” katanya.
Sumarmin (45), petani cabai asal Demak, menuturkan, jelang Tahun Baru, harga sempat tinggi, mencapai Rp 24.000 per kg. ”Namun, setelah itu terus turun hingga paling rendah Rp 6.500 per kg. Kami mendapat informasi harga dari bakul-bakul di pasar, yang ambil di pengepul. Selama ini, ya, mau tidak mau kami jual pasti ke pengepul. Kami harap ke depan bisa lebih terserap,” ucap Sumarmin.