KPK Diminta Selidiki Dugaan Penghalangan Penyidikan Teror
JAKARTA, KOMPAS - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menyelidiki dugaan upaya menghalangi penyidikan atas teror terhadap pegawai di lembaga anti rasuah tersebut. Ini jadi momentum menguak aktor di balik rentetan teror terhadap penyidik dan pimpinan KPK.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mendatangi Kantor KPK, Jakarta, Selasa (15/1/2019). Tujuannya adalah menyampaikan laporan temuan dan rekomendasi mereka atas kasus teror yang ditujukan kepada KPK selama ini.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi itu terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Kontras, Indonesia Corruption Watch, Lokataru Foundation, dan Pusat Studi Konstitusi.
Salah satu kasus teror yang menjadi perhatian adalah penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan pada April 2017 silam. Sampai sekarang pelaku penyiraman air keras itu belum terungkap pelakunya.
"KPK masih belum bergerak untuk mengajukan kasus Novel sebagai dasar upaya obstruction of justice (menghalangi penyidikan).Ini merupakan satu desakan yang secara konsisten tetap bergulir," tulis laporan tersebut.
Komisi Nasional Hal Asasi Manusia (Komnas HAM) yang turut hadir dalam acara itu, juga menyampaikan pandangannya pada KPK. "KPK tidak dapat melakukan penyelidikan dan atau penyidikan atas peristiwa penyiraman air keras ke Novel apabila hanya diduga kasus pidana umum," kata Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga.
Atas adanya dugaan upaya menghalangi penyidikannyadari upaya penyidikan pelaku penyiraman air keras ke Novel Baswedan, Komnas HAM merekomendasikan KPK untuk menggunakan kewenangannya.
Kewenangan KPK yang dimaksud terkait pemidanaan menghalangi-halangi proses penyidikan. Hal ini dijamin Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Pasal 221 Ayat 1 angka 2 KUHP.
Kami telah diberi kepastian oleh pimpinan Polri bahwa semua penyidikan atas insiden atau teror yang dialami pimpinan KPK dan seluruh staf KPK akan dilakukan secara serius
Kewenangan itu juga telah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi (United Nations Convention Against Corruption) 2003.
Menanggapi rekomendasi itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan, KPK akan mempelajarinya. Di samping itu, ia juga percaya kepolisian sedang bekerja keras mengungkap pelaku teror.
"Kami telah diberi kepastian oleh pimpinan Polri bahwa semua penyidikan atas insiden atau teror yang dialami pimpinan KPK dan seluruh staf KPK akan dilakukan secara serius," kata Laode yang datang menemui koalisi tersebut bersama dua pimpinan KPK lainnya, yaitu Basaria Panjaitan dan Alexander Marwata.
KPK, lanjut Laode, saat ini juga telah menerjunkan tim khusus yang terdiri dari penyidik dan penyelidik untuk berkoordinasi dengan tim dari Kepolisian RI.
Polisi belum maksimal
Sementara itu, Komnas HAM menilai kepolisian belum maksimal menangani kasus-kasus teror terhadap KPK, termasuk dalam kasus Novel Baswedan. "Kami menemukan adanya penyalahgunaan dan kejanggalan dalam proses penyidikan oleh kepolisian," kata Sandrayati.
Penilaian tersebut telah disampaikan Tim Komnas HAM untuk kasus Novel Baswedan kepada Kapolri dan Pimpinan KPK pada 21 Desember 2018, serta kepada Presiden pada 26 Desember 2018. Dalam laporan itu, Komnas HAM juga menyampaikan rekomendasi yang ditujukan kepada ketiga pihak tersebut.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, kepada Kompas, mengatakan, Polri berkomitmen menyelesaikan kasus teror terhadap KPK. "Kami terus bekerja secara profesional dengan proses pembuktian secara ilmiah untuk setiap kasus pidana, tanpa membeda-bedakan," kata dia.
Dalam upaya menangani kasus Novel, Komnas HAM telah merekomendasikan pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk kasus Novel kepada Presiden Joko Widodo, pada Desember 2018. TGPF bisa dibentuk melalui Polri, dengan perwakilan KPK dan sejumlah pakar.
Novel Baswedan berharap TGPF yang telah dibentuk bisa bekerja secara maksimal. Baginya, penanganan kasus ini bukan hanya untuk melindungi dirinya, tetapi juga pegawai KPK serta siapa pun yang berjuang memberantas korupsi.
"Saya meminta tim ini berkomitmen mengungkap semua serangan kepada pegawai KPK sebelumnya. Serangan yang diterima orang-orang yang berjuang memberantas korupsi juga haruslah dilihat sebagai kejahatan berat dan serius," tegasnya.
Novel juga berharap agar Polri lebih serius, karena kepolisian masih belum maksimal mengurus kasusnya. "Kita akan menilai apakah tim ini bekerja dengan benar atau tidak. Indikatornya, bisa tidak ini diungkap dengan benar," pungkasnya.
Dukungan mengalir
Pada acara acara tersebut, sejumlah perwakilan organisasi masyarakat juga ikut datang memberi dukungan. Mereka antara lain menyampaikan masukan kepada KPK maupun pemerintah.
Pegiat hak asasi manusia, Herlambang Wiratraman dari Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (Sepaham) mengatakan pengungkapan teror terhadap KPK, secara tidak langsung, berperan dalam menegakkan kedaulatan Indonesia sebagai negara hukum.
"Kalau ini tidak pernah diselesaikan, kami khawatir Indonesia akan jadi negara apatis karena membiarkan teror terjadi. Perlawanan terhadap aksi kekerasan ini juga menjadi pembelajaran penting bagi para akademisi. Kami akan membuat ruang perlawanan di mana pun, termasuk di kelas-kelas," kata dia.
Kalau ini tidak pernah diselesaikan, kami khawatir Indonesia akan jadi negara apatis karena membiarkan teror terjadi.
Pegiat lingkungan sekaligus CEO WWF Indonesia Rizal Malik juga menyampaikan dukungannya. Ia menyebut KPK sebagai anak kandung reformasi yang harus dilindungi dalam upaya melawan praktik korupsi yang merugikan. Ia menilai, teror terhadap KPK juga merupakan teror terhadap pegiat lingkungan.
"Kita tidak ingin Indonesia penuh korupsi. Korupsi adalah sumber dari berbagai permasalahan lingkungan hidup, seperti konflik antara rakyat dan pemilik modal atas kepemilikan sumber daya alam. Kalau korupsi berlanjut, ini akan mendukung perusakan alam. Teror KPK juga menjadi teror bagi penggiat lingkungan hidup," tegasnya. (ERIKA KURNIA)