Wakil Rakyat Diminta Lebih Berkomitmen Lawan Korupsi
Oleh
M Fajar Marta
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Para wakil rakyat yang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat, baik di pusat maupun daerah, diharapkan lebih komitmen dalam melawan sikap koruptif. Mereka juga diharapkan lebih disiplin mematuhi hukum pencegahan korupsi, seperti dengan melaporkan harta kekayaan.
"Ketika pejabat melakukan korupsi, itu sama artinya mereka melanggar kepercayaan yang telah diberikan pemilih dalam proses politik demokratis," ujar Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah di Jakarta, Senin (14/1/2019).
Data Anti-Corruption Clearing House (ACCH) di bawah KPK mencatat, dari 915 kasus korupsi yang pernah ditangani, 229 kasus di antaranya dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Keduanya menempati urutan pertama pelaku korupsi dalam kurun waktu 15 tahun terakhir.
Anggota DPR dan DPRD di pusat juga menjadi instansi penyelenggara negara yang paling tidak disiplin melaporkan harta kekayaan. Dalam konferensi pers Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LKHPN) 2018 hari ini di KPK, keduanya disebutkan memiliki kepatuhan terendah dari kategori legislatif.
Sesuai Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016, harta kekayaan wajib dilaporkan di awal dan akhir jabatan, atau ketika kembali menjabat setelah berakhir masa jabatan dan pensiun.
Dari 536 wajib LKHPN di DPR, hanya 21,42 persen yang melapor. Lalu, dari 15.229 wajib LKHPN di DPRD, baru 28,77 persen yang melapor harta kekayaan. Dari total 15.847 wajib LKHPN di 483 instansi legislatif, kepatuhan pelaporan baru dicapai 39,42 persen.
"Ini penyakit lama DPRD," ujar Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan yang menyampaikan presentasi LKHPN tersebut.
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Madah (Pukat UGM) Oce Madril menilai kurang patuhnya para wakil rakyat dalam melaporkan harta kekayaannya sebagai bentuk pengabaian hukum. "Mengabaikan kewajiban hukum itu sikap koruptif," ujarnya saat dihubungi hari ini.
Kurang patuhnya para wakil rakyat dalam melaporkan harta kekayaan merupakan bentuk pengabaian hukum
Tanggung jawab parpol
Oce menganggap, partai politik (parpol) yang melahirkan wakil rakyat harus bertanggung jawab melakukan seleksi dan pengawasan terhadap wakil mereka. "Jangan sampai parpol menyalonkan anggotanya yang tidak punya integritas, hanya karena memilik uang atau dekat dengan elit politik," ucapnya.
Integritas juga harus hadir dalam tubuh parpol. Integritas parpol bisa mencegah perwakilannya melakukan korupsi atau setidaknya bertanggung jawab atas tindakan buruk tersebut. "Ketika wakilnya melakukan kasus korupsi, parpol harusnya malu dan membuat permohonan maaf kepada masyarakat pemilih," lanjut dia.
Penegakan hukum
Terkait tingginya kasus korupsi yang dilakukan anggota DPR dan DPRD, upaya penegakan hukum untuk meningkatkan efek jera dilakukan dengan berbagai cara. Selain dengan hukuman badan dalam bentuk penjara, mencabut hak politik juga harus ditegakkan KPK dan kejaksaan.
"Setidaknya dalam beberapa tahun ini, KPK secara serius dan konsisten menuntut pencabutan hak politik pada pelaku korupsi politik," kata Febri. Tidak hanya pada wakil rakyat, hukuman tambahan tersebut juga bisa dikenakan pada pemerintah daerah.
Langkah hukum tersebut baru-baru ini diterapkan pada Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam terpidana kasus Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2014.
Dalam putusan Mahkamah Agung (MA), Nur Alam dihukum penjara 12 tahun dengan hukuman tambahan pencabutan hak politik lima tahun setelah menjalani pidana pokok. Sebelumnya, hukuman serupa juga diterapkan kepada Gubernur Jambi nonaktif Zumi Zola, yang tersangkut kasus suap terhadap 53 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi.
Sebelumnya, tersangka korupsi KTP elekronik yaitu mantan Ketua DPR Setya Novanto juga dikenai hukuman tambahan tersebut selama lima tahun. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta juga telah memvonis anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi dengan pidana tambahan pencabutan hak politik selama lima tahun. (Kompas, 1/11/2018).
Menanggapi hal itu, Oce Madril setuju, pencabutan hak politik harus lebih diperkuat. "Politisi yang terlibat korupsi perlu dilarang mengikuti pemilu dalam beberapa periode setelah ditetapkan menjadi tersangka, supaya tidak mereproduksi lingkaran setan politisi yang terlibat korupsi," katanya. (ERIKA KURNIA)