Indonesia dan Malaysia Jajagi Pertukaran Guru dan Pelajar
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Indonesia dan Malaysia menjajagi pertukaran guru dan pelajar untuk mengembangkan pendidikan yang mengedepankan kebudayaan serumpun, manusiawi, dan toleran. Pertukaran guru dan pelajar ini untuk mempelajari kelebihan dan kekurangan sistem pendidikan masing-masing beserta cara penguatannya.
"Salah satu hal baik di Indonesia ialah menetapkan pendidikan sebagai bagian pembangunan kebudayaan. Hal ini menjadikan pendidikan berlandaskan nilai-nilai kebudayaan masyarakat Nusantara," kata Menteri Pendidikan Malaysia Maszlee bin Malik di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Jumat (11/1/2019). Turut hadir jajaran pejabat eselon I dan II Kemendikbud.
Maszlee mengatakan kagum dengan pendidikan karakter yang masuk ke dalam segala sektor lembaga pendidikan, mulai dari tingkat anak usia dini hingga SMA sederajat. Ia mengungkapkan, di Malaysia, pendidikan karakter baru mulai diterapkan untuk pertama kali.
"Kami menyadari tanpa adanya karakter dan nilai, pendidikan hanya akan menciptakan manusia-manusia robot tanpa nurani. Mereka di masa depan yang berisiko menimbulkan konflik di masyarakat," tuturnya.
Karakter yang ditekankan di sistem pendidikan Malaysia adalah rajin, amanah, disiplin, bersih, dan tertib. Hal ini tidak hanya sebagai formalitas di sekolah, tetapi benar-benar menjadi sikap dan kepribadian bangsa Malaysia.
Menurut Maszlee, hal itu dirumuskan ke dalam semboyan pendidikan Malaysia, yaitu love (kasih sayang), happiness (kebahagiaan), dan respect (saling menghormati). Pendidikan membentuk manusia yang manusiawi, toleran, cinta perdamaian, dan saling menghargai.
Ia menceritakan pengalaman datang ke Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka dan sekolah yang dikelola Yayasan Buddha Tzu Chi. "Guru dan siswa berasal dari berbagai latar belakang agama dan suku bangsa, bahkan mayoritas juga beragama Islam. Akan tetapi, nilai kebaikan yang diajar sangat universal dan mengajarkan mengenai keniscayaan perdamaian," ujarnya.
Ia juga menuturkan akan ada pertukaran guru dan pelajar antara kedua negara agar bisa belajar dan saling memberi masukan. Sejauh ini, sekolah Indonesia di Kuala Lumpur sudah membangun jaringan dengan sekolah-sekolah Malaysia.
Literasi
Bagian penting dari pendidikan karakter adalah literasi. Malaysia menetapkan program kerja jangka panjang selama 10 tahun yang bernama "Malaysia Membaca". Maszlee mengatakan, target pada tahun 2030 Malaysia menjadi bangsa nomor satu di dunia yang gemar membaca. Kampanye ini menekankan bahwa membaca adalah cara hidup, bukan gaya hidup.
Dalam hal ini, Malaysia hendak berkolaborasi dengan industri buku Indonesia yang mereka nilai relatif paling mapan dan berkembang di Asia Tenggara. Buku-buku karya penulis Indonesia banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Malaysia. Harapannya, publik Indonesia juga mulai mengenal buku-buku karya penulis negeri jiran ini.
Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, melalui pertukaran guru dan siswa serta penerbitan buku, wawasan kebangsaan, toleransi, dan moderasi agama bisa menyebar luas di masyarakat kedua negara. "Kita juga perlu mencontoh Malaysia yang berani mengambil langkah penguatan sains, teknologi, matematika, dan bahasa guna memastikan pendidikan bisa mengembangkan pemikiran yang kritis," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Kemendikbud Suharti mengatakan ada 29.770 anak Indonesia di Malaysia yang bukan merupakan penduduk legal. Mereka datang bersama orangtua mereka yang tenaga kerja tidak sah atau lahir ketika orangtua bekerja di sana.
Mereka bisa mengenyam pendidikan di pusat kegiatan belajar masyarakat yang didirikan oleh pemerintah Malaysia. Terdapat pula SMK di Kota Kinabalu, Negara Bagian Sabah yang juga menerima mereka untuk belajar.