JAKARTA, KOMPAS - Teror bom yang diarahkan kepada dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menjadi teror yang kesembilan ditujukan pada lembaga antirasuah ini. Menanggapi hal ini, Wadah Pegawai KPK meminta pimpinan tidak lagi menanggapi kasus ini secara normatif.
Dalam konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, Rabu (9/1/2019), Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap menganggap teror hari ini terhadap dua dari lima pimpinan KPK sebagai ancaman berat terhadap upaya pemberantasan korupsi. "Ketika sudah mencapai pimpinan kami, ini meyakini bahwa ada upaya untuk menciutkan nyali pegawai dalam menindak koruptor," tegasnya.
Yudi pun menyebut teror bom yang menyerang rumah Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif sebagai bentuk perang psikologis. "Rumah adalah tempat keluarga, namun pelaku teror ini berani masuk ke ruang pribadi," ujarnya.
Teror hari ini menambah delapan upaya teror atau penyerangan lain yang tercatat. Hal ini seperti penyerbuan terhadap fasilitas KPK, ancaman bom ke Gedung KPK, teror bom ke rumah penyidik, serta pengiriman air keras ke rumah dan kendaraan milik pegawai.
Lalu, ancaman pembunuhan terhadap pegawai dan pejabat, perampasan perlengkapan penyelidikan, penculikan pegawai yang sedang bertugas, dan percobaan pembunuhan terhadap penyidik. Hingga saat ini, seluruh pelaku teror tersebut belum terungkap.
Penasihat WP KPK Nanang Farid Syam meminta Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla agar lebih serius menangani teror berulang tersebut. Untuk itu, baik pemimpin KPK dan pemerintah diharapkan tidak lagi menangani hal ini secara normatif.
"Eksistensi negara dalam pemberantasan korupsi saat ini sedang terancam. Persoalan ini sudah sangat keterlaluan," tegasnya.
Kesamaan motif
Pada kesempatan tersebut, Yudi mencoba membuat hipotesis dari beberapa bentuk teror terhadap KPK. Beberapa kesamaan pada jumlah pelaku, cara penyerangan dengan air keras, dan bentuk ancaman berupa bom membuat mereka berpikir teror tersebut dilakukan oleh jaringan yang sama.
"Kami menarik kesimpulan sementara bahwa ini dilakukan jaringan yang sama. Jika pelakunya tidak terungkap, maka mereka akan terus meneror," kata Yudi.
Dalam kesempatan tersebut, WP KPK menayangkan rekaman video kamera pengawas di rumah penyidik KPK, Afief Yulian Miftach, pada 2015. Pada rekaman tersebut, terdapat dua pelaku yang wajahnya terlihat cukup jelas. Selain meninggalkan bom, kedua pelaku tersebut juga menyiram air keras ke mobilnya.
Motif penyerangan dengan air keras juga dialami penyidik senior KPK, Novel Baswedan, 11 April 2017. Ia disiram dengan air keras setelah menunaikan shalat Subuh dekat rumahnya di Jakarta. Kejadian itu menyebabkan kecacatan pada matanya. Hingga saat ini, pelaku kekerasan terhadap Novel belum ditemukan. (ERIKA KURNIA)