JAKARTA, KOMPAS - Indonesia perlu menyediakan layanan dasar bagi kelompok masyarakat yang tergolong rentan, guna adaptasi dan mitigasi bencana di wilayah pesisir. Sampai saat ini, tidak ada fasilitas penunjang yang memudahkan evakuasi bagi warga usia lanjut, ibu hamil, dan penyandang disabilitas.
"Pelibatan dan penyediaan sarana serta prasarana yang ramah terhadap kelompok rentan masih sangat dibutuhkan di daerah rawan bencana. Sebagai contoh, sarana evakuasi khusus bagi manula (manusia usia lanjut), ibu hamil, atau penyandang disabilitas,” kata Deny Hidayat, Peneliti Kependudukan Pusat Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, dalam pemaparan hasil Kajian Terhadap Rencana Aksi Nasional untuk Desain Kebijakan Inklusif Adaptasi Perubahan Iklim di wilayah Pesisir oleh LIPI, Rabu (9/1/2019) di Jakarta.
Menurut Deny, saat harus dilakukan evakuasi karena ada ancaman tsunami, jalur bagi pengguna kursi roda belum tersedia. Tempat evakuasi di tempat yang tinggi umumnya masih menggunakan tangga yang sulit bagi pengguna kursi roda dan manula. Begitu pula fasilitas toilet di tempat evakuasi yang tidak memadai.
Deputi Bidang Pencegahan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggunalan Bencana (BNPB) B Wisnu Widjaja pun menyadari hal ini. Untuk tahap pertama saja, sosialisasi, BNPB seringkali mengalami kesulitan.
"Kami pernah adakan sosialisasi bencana kepada penderita tuli, tapi sayangnya bahasa tubuh mereka saja berbeda di masing-masing daerah. Oleh karena itu kami berusaha membuat kode bencana sendiri terus disamakan dengan para penderita tuli," kata Wisnu, Rabu.
Selain itu, peringatan bencana juga terkendala bagi tunarungu. Selama ini yang digunakan yaitu sirene, termasuk yang digunakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
"Kami berusaha saling berkoordinasi agar ada alat peringatan berupa cahaya khusus bagi teman penderita tuli," lanjut Wisnu.
Hal ini senada dengan hasil kajian LIPI yang bekerjasama dengan United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization Office Jakarta, Universitas Indonesia, dan Universitas Gajah Mada. Dibutuhkan pelibatan seluruh masyarakat dalam mitigasi bencana.
"Diperlukan revitalisasi pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat pesisir dalam adaptasi upaya perubahan iklim," kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI Tri Nuke Pudjiastuti.
Selain memperhatikan masyarakat berkebutuhan khusus, pada hasil kajian juga menekankan pentingnya meningkatkan akses informasi, teknologi tepat guna, dan modal untuk kelompok rentan ekonomi sesuai dengan jenis pekerjaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir.
Oleh karena itu, Kepala Sekretariat Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Putra Dwitama mengatakan mendapat banyak masukan sebagai bahan penyusunan RAN API.
"Tentunya kajian ini memberikan banyak masukan, terutama tentang mitigasi berdasarkan kebutuhan daerah tertentu dan masyrakatnya yang berbeda-beda. Begitu pula bagi penyandang disabilitas, manula, perempuan, dan anak-anak," kata Putra.