JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyerahkan kepada kepolisian untuk mengungkap teror terhadap Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, Rabu (9/1/2019) dini hari. Sekalipun diteror, KPK memastikan kedua unsur pimpinan KPK tersebut tidak terusik oleh teror dan akan tetap bekerja seperti biasa.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, saat ini koordinasi dengan Polri terus berjalan. ”Kita tunggu saja kerja kepolisian yang sedang bekerja. Sementara itu, mitigasi risiko pengamanan juga akan dilakukan. Jika dibutuhkan, akan ada penguatan aspek pengamanan,” katanya di kantor KPK, Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Menurut laporan Kompas di lapangan, kediaman Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di Jakarta Selatan dilempar bom molotov oleh orang tak dikenal. Ini diketahui dari penuturan warga sekitar dan bekas kobaran api di tembok atas garasi rumah.
Selain di rumah Laode, rumah Ketua KPK Agus Rahardjo juga diteror. Petugas keamanan rumah menemukan benda seperti bom tergeletak di depan rumah. Saat kejadian, Agus sedang tidak ada di rumah.
Sekalipun diteror, Febri memastikan bahwa Agus ataupun Laode akan tetap bekerja seperti biasa. Begitu pula pimpinan KPK yang lainnya.
Ditanyakan kemungkinan motif di balik teror terhadap Laode dan Agus, Febri pun menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian.
”Biarkan penegak hukum bekerja agar informasinya lebih punya dasar dan substansial prosesnya. Kami akan tetap bekerja seperti biasa,” ujarnya.
Teror terhadap KPK tidak hanya terjadi kali ini saja. Selain kepada pimpinan KPK, teror juga kerap dialami oleh penyidik dan pegawai KPK. Salah satunya penyiraman air keras kepada penyidik KPK, Novel Baswedan, 11 April 2017. Kemudian ditemukannya benda mirip bom di rumah penyidik KPK, Afief Yulian Miftach, 5 Juli 2015. Teror demi teror terhadap KPK tersebut belum ada satu pun yang bisa diungkap pelakunya oleh kepolisian.
Pengungkapan pelaku
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai, teror yang menyerang KPK tidak akan berakhir jika pelaku teror sebelumnya belum ditemukan dan ditindak. Ia pun menyebut beberapa teror bom yang mengancam gedung KPK pada 2008 dan 2009 silam.
Untuk menghindari spekulasi atas penyerangan KPK, butuh proses hukum yang cepat.
”Di wilayah teror itu adalah wilayah kasus yang harusnya bisa diungkap. Tetapi, penyebabnya sampai sekarang masih spekulatif, apakah karena politik, apakah keamanan dalam negeri, atau karena perkara yang sedang ditangani oleh KPK. Untuk menghindari spekulasi itu, butuh proses hukum yang cepat,” katanya.
Meski demikian, kejadian ini menunjukkan sisi positif sebab dengan kejadian itu, menurut Donal, ini menjadi bukti KPK bekerja dengan baik dalam mengusut kasus korupsi. ”Kalau KPK enggak kerja, enggak akan ada teror. Orang akan meneror kalau dalam kondisi terancam atau terusik,” ujarnya. (ERIKA KURNIA)