JAKARTA, KOMPAS—Anggaran Ditjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada APBN 2019 Rp 3,51 triliun atau naik lebih dari dua kali dibandingkan tahun lalu. Berkaca dari capaian rehabilitasi hutan dan lahan kritis hingga 2018 yang baru 788.083 hektar dari target 5,5 juta ha, lokasi penanaman perlu diperluas di area izin perhutanan sosial.
Program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) tak bisa menyentuh area izin perhutanan sosial karena ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Aturan itu melarang rehabilitasi hutan di areal punya hak pengelolaan, izin pemanfaatan, dan izin pemakaian hutan.
Pihak KLHK sebagai penanggung jawab RHL bisa memakai momen revisi PP No 35/2002 tentang Dana Reboisasi dengan memasukkan skema perhutanan sosial dalam penerapan RHL. ”Kami mendorong (dana reboisasi) bisa untuk perhutanan sosial yang hakikatnya adalah RHL. Efeknya lebih dahsyat karena bisa menyejahterakan warga,” kata Bejo Untung, Manajer Program Pusat Telaah dan Informasi Regional, Minggu (6/1/2019), di Jakarta.
Kami mendorong (dana reboisasi) bisa untuk perhutanan sosial yang hakikatnya adalah RHL. Efeknya lebih dahsyat karena bisa menyejahterakan warga.
Ia bersama sejumlah organisasi masyarakat di Koalisi Masyarakat Sipil untuk Optimalisasi Dana bagi Hasil Reboisasi meminta RHL dengan data spasial terbuka. Selain itu, perlu pemberdayaan warga untuk memutuskan jenis sampai perawatan tanaman.
Bejo memaparkan, UU APBN 2019 membolehkan dana reboisasi bagi RHL, penanganan kebakaran lahan, dan perhutanan sosial. Menteri Keuangan menerbitkan Surat Keputusan Menkeu Nomor 230/2017 agar ruang dana reboisasi bisa untuk perhutanan sosial.
”Banyak pemerintah provinsi (sejak UU Pemda, kewenangan kehutanan ada di provinsi) tak berani karena PP Dana Reboisasi belum membolehkan dan menjadi kasus penggunaan dana ini,” ujarnya.
Menurut Muayat AM, Ketua Kelompok Kerja Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial, pemberian akses RHL pada area perizinan perhutanan sosial membuat RHL berkelanjutan. Sebab, lembaga pengelola tingkat tapak, seperti koperasi pemegang izin atau hak perhutanan sosial, bertanggung jawab memelihara tanaman hasil rehabilitasi.
“Dana reboisasi tidak bisa lagi hanya digunakan untuk kegiatan pokok RHL berupa penanaman dan pengadaan bibit. Untuk menjamin keberlanjutan RHL, Dana Rebosiasi harus bisa digunakan untuk memperkuat dan memperluas perhutanan sosial serta memperkuat KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) terutama dalam penanggulangan kebekaran hutan dan lahan,” katanya.
Capaian perhutanan sosial per 31 Desember 2018 mencapai 2,5 juta ha yang 2,1 juta ha diberikan pada periode 2015-2018. Capaian ini – serta capaian RHL – akan bisa saling meningkatkan bila akses Dana Reboisasi diberikan bagi perhutanan sosial.
Menurut data Koalisi Masyarakat Sipil untuk Optimalisasi DBHDR, capaian RHL hingga tahun 2018 hanya 788.083 ha. Ini jauh dari target RPJMN 2015-2019 untuk menurunkan luas lahan kritis 5,5 juta ha. Sisa waktu 2019 dinilai tidak bisa tuntas mengingat target RHL KLHK hanya 230.000 ha.
Koalisi pun membandingkan dengan dana RHL 2018 yang mencapai Rp 1,08 triliun dilakukan pada areal seluas 188.300 ha, semestinya dengan dana RHL 2019 sebesar Rp 3,5 triliun pelaksanaan RHL bisa mencapai 565.000 ha. Angka ini lebih dua kali dari target KLHK yang sebesar 230.000 ha.
Dikonfirmasi Minggu sore, Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung KLHK Ida Bagus Putera Parthama akan memberikan keterangan pada Minggu malam. Hingga pukul 19.30 belum memberikan konfirmasi.