JAKARTA, KOMPAS - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan mengimbau seluruh rumah sakit yang bermitra dengan jaminan sosial ini untuk menuntaskan akredetasinya. Bersama Kementerian Kesehatan, BPJS memberikan batas waktu kepada rumah sakit untuk menuntaskan akreditasi hingga Juni 2019.
Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan melakukan jumpa pers bersama pascamaraknya kabar BPJS Kesehatan memutus kerja sama dengan berbagai rumah sakit, terutama bagi yang belum menuntaskan akreditasi. Sampai batas akhir akreditasi dilakukan yakni Juni 2019, BPJS Kesehatan masih memberikan kesempatan kepada rumah sakit dan belum akan memutus kerja sama.
"Kami keluarkan rekomendasi untuk melakukan akreditasi sampai dengan Juni 2019. Walaupun ini prosedural, dari sisi kemanusiaan kami memberikan kesempatan, jadi kerja sama (dengan rumah sakit) tidak diputus bagi yang berjanji dan berkomitmen untuk mengurus akredetasi," kata Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moelek, Senin (7/1/2019) di ruang J Leimena, Gedung Adhyatma Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Selatan.
Nila menilai akreditasi adalah wujud kendali terhadap biaya dan mutu yang diberikan rumah sakit terhadap masyarakat. Ini sesuai Undang-Undang Dasar Pasal 28 H Ayat 1 dan Pasal 34 Ayat 3.
Pasal 28 H Ayat 1 berbunyi, "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan." Sementara Pasal 34 Ayat 3 menyatakan, "Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak."
Aturan akreditasi telah berlaku sejak 2014, kemudian diperpanjang pada 1 Januari 2019. Pada evaluasi awal tahun 2019 ini, dari 2.178 rumah sakit yang terdaftar, hanya 1.759 yang terakreditasi.
Sementara untuk saat ini, dari 2.808 rumah sakit yang terdaftar, sebanyak 1.969 RS sudah terakreditasi. Sementara 381 rumah sakit telah berkomitmen secara tertulis untuk mengururs akreditasi dan 39 rumah sakit lainnya yang masih menunggu penetapan.
"Dalam proses akreditasi, rumah sakit agar tetap memberikan pelayanan dengan syarat tertentu. Dalam enam bulan ini, yang belum terakreditasi, kita harus selesaikan proses akreditasinya. Oleh karena itu masyarakat tidak perlu khawatir, masyarakat tetap bisa mendapat pelayanan kesehatan seperti biasa," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris.
Dalam proses akreditasi, rumah sakit agar tetap memberikan pelayanan dengan syarat tertentu. Dalam enam bulan ini, yang belum terakreditasi, kita harus selesaikan proses akreditasinya
Dalam pemberian akreditasi, berbagai aspek dinilai dari rumah sakit. Di antaranya, sumber daya manusia termasuk ketersediaan dokter hingga komitmen memberikan pelayanan yang layak terhadap pasien.
Dalam proses memperoleh akreditasi, rumah sakit juga harus menyediakan biaya yang tergantung dari jenis dan besar rumah sakit. Untuk rumah sakit non pendidikan (RSNP) yang memiliki tempat tidur kurang dari 100 harus menyediakan biaya akreditasi sebesar Rp 32,9 juta. Sementara untuk rumah sakit pendidikan (RSP) yang memiliki tempat tidur kurang dari 100 harus menyediakan biaya Rp 39,2 juta.
Biaya terbesar yaitu Rp 98 juta untuk RSP yang memiliki tempat tidur lebih dari 1.000. Sementara RSNP atau RS Khusus yang memiliki lebih dari 1.000 ranjang menyediakan biaya Rp 87,5 juta.
Jika sampai Juni 2019, rumah sakit belum memperoleh akreditasi, BPJS Kesehatan akan memutuskan kontrak kerja sama. Pemutusan juga mempertimbangkan pelayanan kesehatan masyarakat di daerah tersebut tidak terganggu.
Jika rumah sakit itu hanya satu-satunya di daerah tersebut, maka akan dilakukan perimbangan lebih lagi. Hingga saat ini, baru dua rumah sakit yang yang akreditasinya ditolak karena tidak memenuhi standar.
Apabila BPJS Kesehatan memutus kerja sama dengan salah satu rumah sakit, maka pasien yang ada di rumah sakit tersebut akan dipindahkan ke rumah sakit mitra BPJS Kesehatan yang terdekat.
Fahmi juga mengklarifikasi terkait kabar yang tersebar di media sosial mengenai anggapan langkah ini diakibatkan kondisi BPJS Kesehatan yang tengah devisit. Ia mengatakan, perpanjangan akreditasi murni kesepakatan dua belah pihak, BPJS Kesehatan dan rumah sakit yang bekerja sama.
"Saat ini ada anggapan, kontrak dikaitkan dengan kondisi defisit BPJS Kesehatan. (Namun) itu bukan karena kondisi defisit, tetapi murni kesepakatan dua belah pihak," ujar Fahmi. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH)