Jakarta 24 jam. Tak hanya kehidupan warga yang tak kenal kata henti. Restoran pun mulai banyak yang menyesuaikan dengan derap kehidupan sehari-semalam suntuk ini. Pilihan restoran kian beragam, baik menu maupun suasana, termasuk yang premium.
Oleh
J Galuh Bimantara/Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
Jakarta 24 jam. Tak hanya kehidupan warga yang tak kenal kata henti. Restoran pun mulai banyak yang menyesuaikan dengan derap kehidupan sehari-semalam suntuk ini. Pilihan restoran kian beragam, baik menu maupun suasana, termasuk yang premium.
Kala lapar menyergap tengah malam, restoran makanan cepat saji atau warung mi instan kerap jadi andalan. Namun, kini restoran-restoran lain bermunculan, memandang bahwa hidangan harus tetap istimewa meski disajikan di luar jam makan normal. Mereka pun menyediakan makanan kelas premium 24 jam sehari, tujuh hari seminggu.
Gelap malam bercampur gerimis mewarnai pergantian hari dari Rabu (2/1/2019) ke Kamis. Beraktivitas lembur membuat efek kenyang dari santapan makan malam empat jam lalu sudah berakhir. Serangan lapar kembali datang.
Kendaraan pun melaju ke dalam area Mall Artha Gading, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Di saat bangunan megah mal sudah gelap, satu boks neon bertuliskan “Open 24 Hours” terus menyala, menandakan masih ada bagian dari mal yang terjaga.
Boks neon itu milik Kincir, salah satu restoran di Mall Artha Gading yang telah dua tahun di sana. Tulisan di boks neon tidaklah main-main. Kincir memang berkomitmen penuh melayani konsumen tanpa jeda. “Bahkan, tidak ada tanggal merah bagi kami,” tutur Kepala Dapur Kincir Ahmad Dauroni.
Roni, sapaan akrab sang chef, menuturkan, semua makanan di menu bisa dipesan pada pagi, siang, malam, atau dini hari sekalipun, selama persediaan masih ada.
Hidangan utama ikan kerapu panggang sambal matah, camilan singkong goreng kincir, dan minuman kaaramel black jadi pilihan untuk tahu kualitas sajian Kincir di tengah malam. Seluruh pesanan tiba di meja pukul 23.35, setelah pramusaji mencatatnya pukul 23.20.
Untuk mengawali, singkong goreng kincir disantap lebih dulu. Singkong dipotong panjang-panjang dalam bentuk strip. Parutan keju ditaburkan di atasnya. Dari segi rasa, tidak ada keistimewaan dibanding singkong goreng lainnya. Namun, menu ini cocok untuk dikudap bersama teman-teman waktu nongkrong, terutama untuk yang suka mengobrol sampai berganti hari.
Aura istimewa mulai terpancar dari hidangan ikan kerapu panggang sambal matah. Tampilannya unik. Daging ikan kerapu terbungkus tepung berwarna agak putih yang menjadi renyah karena proses memanggang menggunakan mentega. Di atasnya, lumuran sambal matah, antara lain terdiri dari potongan tipis cabai dan bawang, membuat perut makin bereaksi.
Kenikmatan ganda diperoleh saat ikan digigit: kerenyahan tepung di bagian luar dan kelembutan daging di bagian dalam. Sambal matah yang menyertai di setiap gigitan meningkatkan selera makan.
Keistimewaan lainnya didapatkan dari jus kaaramel black. Secara sekilas, rasa asam dari buah beri tercecap di lidah, tetapi setelah itu rasa manis karamel mendominasi. Ajaibnya, mata langsung melek setelah meminum jus ini. “Ini minuman yang paling diandalkan di sini. Bahan-bahannya antara lain buah blackberry, karamel tentunya, serta ada resep rahasia kami,” tutur Roni yang tidak ingin menuntaskan rasa penasaran.
Harga seporsi ikan kerapu panggang sambal matah Rp 65.000, singkong goreng kincir Rp 22.000, dan kaaramel black Rp 51.000. Ditambah dengan pajak, total belanja Rp 162.500.
Roni menceritakan, pihaknya sempat ragu untuk membuka restoran 24 jam. Di satu sisi, biaya operasional, termasuk untuk listrik, tentu lebih besar dibanding jika tidak 24 jam. Pada sisi lain, daya beli masyarakat di Jakarta Utara diperkirakan tidak setinggi di wilayah lain, terutama Jakarta Selatan.
Namun, dari dua tahun beroperasi, Kincir optimistis bisa terus bertahan. Kincir melayani rata-rata 200 konsumen per hari. “Konsumen bilang, kincir tempatnya nyaman, cozy, seperti rumah sendiri,” ujar Roni.
Konsep desain interior Kincir adalah teras. Orang-orang di sana dibuat merasa sedang bercengkerama dengan keluarga atau kawan di teras. Ini didukung oleh langit-langit berwarna gelap tanpa plafon yang ditingkahi cahaya redup lampu-lampu pijar.
Lewat setengah jam dari pukul 00.00, tiga sahabat masih asyik mengobrol sambil minum dan mengudap. Salah satunya, Samuel (22), seorang mahasiswa. Ia mengatakan, mereka sudah empat kali nongkrong di Kincir sejak pertama kali ke sana bulan Desember lalu.
Mereka biasanya tidak memesan makanan berat. Hanya cemilan untuk bersama seperti kentang goreng. “Kami biasanya ke sini di atas pukul 23.00, pulang rata-rata pukul 01.30,” ucap Samuel.
Buka 24 jam diakui Samuel menjadi keunggulan utama Kincir. Tidak ada restoran dengan pelayanan 24 jam lain di area Kelapa Gading yang mampu bertahan.