Sumbar Revitalisasi Sistem Peringatan Dini Tsunami
Oleh
Ismail Zakaria
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS – Peristiwa tsunami yang melanda Palu, Sulawesi Tengah dan yang terbaru di Banten dan Lampung memberi pelajaran pada daerah rentan gempa dan tsunami, Sumatera Barat. Pemerintah Provinsi Sumbar mulai menyiapkan langkah untuk membenahi sistem peringatan dini tsunami agar bisa mengurangi dampak yang ditimbulkan mengingat potensi gempa di zona megathrust Mentawai.
“Bencana itu tidak bisa kita prediksi seperti yang terjadi di Banten dan Lampung. Biasanya tsunami itu didahului oleh gempa, tetapi di dua daerah itu beda, tanpa gempa terjadi tsunami,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumbar Erman Rahman usai rapat terbatas dengan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumbar dan pihak terkait lainnya di Padang, Jumat (4/1/2019) siang.
Menurut Erman, untuk mengurangi risiko bencana, terutama korban jiwa seperti di Palu, Banten, dan Lampung, sistem peringatan dini harus berjalan baik. Apalagi saat ini, tercatat ada sekitar satu juta warga Sumbar yang tinggal di tujuh kabupaten kota di wilayah pesisir yakni di Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Pasaman Barat, dan Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Berdasarkan hasil pertemuan itu, para pihak menyepakati membangun sistem kesiapsiagaan dan membenahi sistem peringatan dini yang ada di Sumbar. Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki dan menambah alat seperti sirine, mengoptimalkan tide gauge atau alat pengukur muka air laut sebagai alat deteksi dini apabila ada ancaman tsunami akibat longsor bawah laut, dan membangun sistem pemantau permukaan air laut menggunakan rekaman kamera pemantau (CCTV). Termasuk penguatan kapasitas masyarakat melalui sosialisasi dan simulasi.
Erman memaparkan saat ini Sumbar memiliki 106 sirine baik yang dimiliki Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BPBD Kabupaten Kota dan Provinsi, serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Sirine-sirine itu tersebar di tujuh kabupaten kota yang berada di wilayah pesisir Sumbar.
Hanya saja, selain masih jauh dari jumlah ideal yakni sekitar 600 unit, dari 106 sirine yang ada, tidak seluruhnya berfungsi. “Hanya 60 persen yang layak, dan sisanya, sekitar 40, tidak berfungsi karena rusak atau hilang. Begitu juga dengan tuide gauge, dari lima unit yang ada di Sumbar, hanya satu yang berfungsi secara realtime dan sisanya (datanya diunduh) manual,” kata Erman.
Oleh karena itu, pada tahap awal, selain perbaikan, pihaknya akan menambah jumlah sirine yang pembiayaannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), serta merangkul perusahaan atau lembaga yang ada di Sumbar. Sejalan dengan itu, pihaknya juga membangun kapasitas masyarakat melalui sosialisasi dan simulasi, termasuk ke pelajar di sekolah-sekolah. “Tapi simulasi juga tidak di seluruh wilayah, melainkan yang terpilih saja. Hal itu karena keterbatasan anggaran yang kami miliki,” kata Erman.
Ketua IAGI Sumbar Ade Edward menambahkan, ancaman tsunami di Sumatera Barat yang dikhawatirkan berasal dari zona seismic gap atau kawasan aktif secara tektonik tetapi jarang terjadi gempa di Siberut, Kepulauan Mentawai (Megathrust Mentawai). Zona yang terus mereka pantau tersebut memiliki simpanan energi gempa yang cukup besar dengan magnitudo 8,9. Meski sudah lama tidak terjadi gempa besar, saat ini, baik aktivitas kegempaan maupun magnitudonya terus meningkat mulai dari M2 hingga M5,7.
“Tetapi kita tidak usah menunggu gempa terjadi baru bergerak. Kita harus siapkan mitigasinya sehingga kalau terjadi seperti Palu, Banten, atau Lampung, kita siap baik deteksi dini maupun mengevakuasi masyarakat. Kegagalan itu kan terlambat dalam mengevakuasi masyarakat,” kata Ade.
Ade menambahkan, ancaman megathrust memang sudah ditidaklanjuti oleh pemerintah dan instansi terkait dengan sangat baik. Hanya saja, tinggal bagaimana merawat fasilitas tersebut sehingga tidak rusak dan tetap berfungsi.
Pihaknya mengapresiasi komitmen pemerintah Provinsi Sumbar yang mulai mengecek dan merevitalisasi alat-alat deteksi dan peringatan dini yang ada, termasuk memfungsikannya kembali menyesuaikan dengan teknologi terbaru.